Pandangan bocah perempuan itu kosong, menerawang jauh. Sebuah kantong kresek hitam yang sepertiganya berisi bunga tabur tergeletak di sebelah kaki kirinya.
Ini adalah pagi pertama awal tahun 2023. Kali pertama ia menjenguk pusara sang ibu setelah kepergiannya pada tanggal yang sama setahun lalu.
Ani, begitu panggilan bocah perempuan berusia sembilan tahun itu. Ia hidup sebatang kara. Ketika Ani masih bayi, bapaknya, pedagang bakso gerobak pergi meninggalkan rumah, berkeliling menjajakan dagangannya dan tak pernah kembali. Setidaknya, itu yang pernah dibilang Rokhaya, ibu Ani kepadanya.
Ani sudah berumur lima tahun saat ibunya menceritakan perihal tentang keberadaan bapaknya, itupun karena tidak tahan mendengar rengekan Ani. Ia sering dirundung teman sepermainannya. Anak haram! Begitu cibiran mrreka.
Ani percaya cerita Rokhaya. Siapa lagi orang yang bakal ia percaya kalau bukan ibunya? Saudara pun Ani tak punya.
Semenjak mendengar cerita ibunya itu, Ani tidak pernah lagi merengek.Tentang apapun. Impian melihat wajah bapak dan mencium tangannya ditepis jauh-jauh. Takada gunanya memiliki bapak yang tidak bertanggung jawab. Itu yang ada di dalam otak Ani.
Rokhaya bekerja sebagai kuli cuci setrika dengan upah harian. Bermodalkan tenaga, ia memulai kerjanya di pagi hari buta, mendatangi beberapa rumah pelanggannya untuk mencuci dan menjemur pakaian mereka. Siang harinya ia kembali lagi ke sana, mengangkati jemuran dan menyetrikanya.
Setiap berangkat kerja Rokhaya selalu mengajak Ani sambil mengajarkan bagaimana cara mencuci, melipat dan menyetrika pakaian dengan cepat tapi baik. Ani tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah. Kata ibunya, sekolah alam jauh lebih baik dari pada sekolah formal.
Ani percaya itu. Siapa lagi orang yang bakal ia percaya kalau bukan ibunya? Saudara pun Ani tak punya.
Ani dan ibunya diusir dari rumah kontrakan, setelah dua bulan lamanya menunggak pembayaran. Tidak punya pilihan, mereka tinggal di emperan jalan. Selama satu bulan.
Hingga suatu hari Rokhaya memperkenalkan Om Jajay ke Ani. Tidak lama setelah perkenalan itu, Ani dan Ibunya pindah ke tempat yang sedikit lebih baik, sebuah bangunan liar di pinggiran kali di bilangan Jakarta Timur.
Rumah itu dibangun oleh Om Jajay, dihadiahkan untuk Ani dan Rokhaya. Terbuat dari susunan kayu dan kardus bekas sebagai dindingnya. Om Jajay juga tinggal di sana bersama mereka.
Sejak Om Jajay tinggal di situ, Ani kembali dirundung temannya, Ani anak pelacur! Begitu cemoohan mereka. Tidak tahan dibuli, ia kembali merengek pada ibunya, meminta penjelasan akan siapa sebenarnya Om Jajay itu.
"Om Jajay itu Om kamu, ia orang baik. Tidak ada orang yang mau menolong kita kecuali Om Jajay. Kamu harus menghormatinya" begitu Rokhaya menjelaskan kepada Ani.
Ani percaya itu. Siapa lagi orang yang bakal ia percaya kalau bukan ibunya? Saudara pun Ani tak punya.
Om Jajay memang lelaki tangguh. Buktinya, beberapa kali ia mampu membangun ulang rumah mereka, yang kadang hancur karena banjir atau digusur Pemda.
Pemda adalah satu-satunya musuh bebuyutan Rokhaya. Baginya, Pemda perusak kebahagiaan mereka. Rokhaya menyebutnya, PKI!
Ani sendiri tidak tahu apa arti sebenarnya PKI. Ia cuma mengerti istilah itu dari ibunya. PKI, Perusak Kesenangan Insan manusia.
Ani percaya itu. Siapa lagi orang yang bakal ia percaya kalau bukan ibunya? Saudara pun Ani tak punya.
Sore itu selepas bekerja, Rokhaya pergi keluar bersama Om Jajay. Entah mengapa, mereka tidak memperbolehkan Ani ikut serta.
"Kamu diam-diam di rumah, nanti malam kita bakar roti dan kembang api. Kita rayakan malam tahun baru bersama"
Ani yang tadinya kesal karena akan ditinggal sendirian, dadak sontak jadi ceria. Bagaimana tidak, menyalakan kembang api adalah sesuatu yang diidam-idamkannya. Sejak lama.
Ketika ibunya menjanjikan itu, Ani percaya. Siapa lagi orang yang bakal ia percaya kalau bukan ibunya? Saudara pun Ani tak punya.
Keesokan paginya, awal tahun baru 2022, Ani terbangun kaget. Ia ketiduran! Mengapa ibunya tidak membangunkannya semalam? Di mana ibunya? Di mana kembang api yang dijanjikan?
Tanpa mengucek mata, ritual yang ia lakukan setiap bangun tidur, Ani mencari Ibunya di setiap pelosok rumahnya yang sempit. Nihil, tanpa hasil!
Di luar rumah, Om Jajay terlihat sedang membakar sampah.
"Ibu mana?" Tanya Ani setengah berteriak.
"Ibumu kabur dengan Bapakmu" Jawab Om Jajay dengan suara serak.
Ani takpercaya. Ani tidak lagi percaya kepada siapapun. Tidak kepada Om Jajay, juga ibunya! Om Jajay bukan siapa-siapa. Ani kini tidak punya siapa-siapa.