[caption id="attachment_147363" align="aligncenter" width="640" caption="foto by widikurniawan"][/caption] Betapa vital fungsi sebuah jembatan sebagai penghubung antar daerah. Bahkan, walau jembatan itu adalah penghubung antar desa, yang tidak "selevel" apabila dibandingkan dengan reputasi jembatan terkenal seperti Golden Gate, Suramadu dan Jembatan Ancol
(yang ngetop lewat film hantu...). Sudah beberapa kali saya mengunjungi Desa Molinese di pelosok Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Dan untuk kesekian kali pula saya selalu bertanya pada orang-orang sebelum memasuki wilayah Desa Molinese, apakah desa tersebut bisa ditembus dengan sepeda motor? Kok? Ya, karena setahu saya, satu-satunya jalan menuju Molinese dari arah Desa Matabubu Jaya, berupa jalan tanah diperkeras (bukan aspal), dan harus melewati setidaknya dua jembatan kayu. Kondisi tersebut tentu menjadi sulit apabila usai turun hujan. Jalanan menjadi becek dan jembatan menjadi licin. Kayu-kayu yang "bertugas" menjembatani Molinese dengan "dunia luar" pun hanya berupa kayu batang pohon kelapa dan kayu jati yang masih menyisakan rongga-rongga yang sangat riskan untuk dilewati kendaraan. Setiap kendaraan bermotor, baik sepeda motor maupun mobil, haruslah berhati-hati dan memperhitungkan jarak supaya tidak tergelincir ke sungai kecil di bawahnya. Menurut warga setempat, memang sudah lama kondisi jembatan di Molinese demikian memprihatinkan. Padahal setiap harinya warga harus melewatinya untuk melakukan aktivitas perekonomian. Misalnya saja mengangkut hasil kebun ke desa atau kecamatan lain. Juga dilewati warga yang akan pergi belanja di luar desanya. Bisa dibayangkan setiap harinya nilai uang yang melewati jembatan tersebut. "Jika jalan dan jembatan sudah bagus, kesejahteraan warga di sini mungkin akan meningkat Mas," tutur seorang tokoh masyarakat di Desa Molinese kala itu. Matanya menerawang penuh harap. [caption id="attachment_147364" align="aligncenter" width="640" caption="foto by widikurniawan"][/caption]
KEMBALI KE ARTIKEL