Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Perempuan di Reruntuhan Harga Diri

16 Desember 2021   22:19 Diperbarui: 16 Desember 2021   22:22 109 3
Menjadi perempuan ialah takdir. Menjadi perempuan adalah pilihan yang telah ditetapkan dengan seribu kepasrahan menerima kodrat yang dilekatkan oleh budaya. Senyum manis, tutur kata yang lembut, berperangai halus bahkan terampil di dapur dan kasur, membuat perempuan semakin terbelenggu dan terstigma sebagai pelengkap rumah tangga.
 
Bahkan Kartini pun tidak mampu menahan air matanya, taktala ditengah perjuangan untuk memajukan kaumnya, ia tidak mampu menolak takdir ketika harus menikah dan dimadu.
 
Lihatlah pula kehidupan perempuan keraton  yang disembunyikan di balik-balik tembok megah, bahkan disembunyikan dari dunia. Ia hanya menjadi segelas air yang bening untuk selalu siap diminum dan dibuang ketika tak lagi dibutuhkan.
 
Perempuan masa kini, di pendopo-pendopo sibuk merangkai bunga dan melanglang buana. Berbicara tentang kemiskinan pada saat mereka sedang berpesta, membantu anak-anak dengan sisa-sisa pakaian mereka, yang mereka sendiri enggan untuk memakainya lagi.

Perempuan-perempuan di panggung politik, menggunakan nama perempuan sebagai alat untuk kepentingan. Kelak pun perempuan hanya menjadi slogan atau bahkan tujuan untuk kesejahteraan bangsa Adam di masa kini. Itulah perempuan-perempuan yang bukan hanya tidak memiliki nama, akan tetapi juga kehilangan identitas oleh kekuasaan dan kemewahan.
 
Alam ini menjadi panggung air mata, setiap tahunnya ribuan anak perempuan dikorbankan untuk menjadi pelacur-pelacur muda, bahkan dijadikan komoditas seks dunia.
 
Di sekeliling kita, anak-anak belia menjadi tumbal setan dan terluka oleh hawa nafsu. Bahkan dari orang-orang yang seharusnya menjaga, akan tetapi mereka membiarkan dirinya menjadi alat perekat nama keluarga, dan merelakan dirinya menjadi ibu dari benih yang ditanam bapak kandungnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun