Berawal dari laporan Ayah & Ibu saya yang sedang mengurus surat pindah dari Jakarta Pusat ke Cimanggis, Depok.
Setelah semua surat pengantar dari RT, RW selesai, alangkah terkejutnya mereka saat mengetahui kalau data di kelurahan sudah sangat berbeda dari Kartu Keluarga yang mereka pegang. Adapun di data kelurahan tersebut, Ayah saya sudah dicatat meninggal, dan adik saya sudah tidak ada. Jadi di Kartu Keluarga versi kelurahan, hanya ada Ibu saya saja dan tercatat sebagai kepala keluarga tanpa anggota keluarga lainnya.
*)Kelurahan Rawasari, Cempaka Putih, petugas: Bu Linda
Mengetahui hal ini, orang tua saya tidak terima, karena sepengetahuan mereka, mengurus & mencatatkan kematian itu tidak mudah. Harus ada visum dokter, lapor RT-RW, Kelurahan, dan pembukuan di buku besar Kelurahan.
Orang Tua saya pun minta ditunjukkan dokumen-dokumen pendukung yang menyatakan/ membenarkan kalau Ayah saya sudah meninggal. Petugas kelurahan pun mencoba mencari ke data mereka dan tentunya memang tidak bisa ditemukan pencatatannya. Karena jelas-jelas Ayah saya masih hidup dan berada di sana.
Petugas Kelurahan pun ternyata tidak bisa didesak untuk mengubah data saat itu juga.
Mereka beralasan data itu asalnya (sudah disesuaikan dengan data) dari PPS (Panitia Pemungutan Suara).
Dan saat dicecar siapa petugas PPS di situ, mereka bilang sedang tidak ada di tempat.
*)Petugas yg tidak ada di tempat itu bernama Ujang.
Setelah lama berdebat panjang, pihak Kelurahan justru meminta Ayah saya untuk mengurus SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) agar bisa DIHIDUPKAN KEMBALI...
Tentu saja itu tidak masuk akal, karena tidak ada hubungannya, dan sudah seharusnya lah pihak Kelurahan yang paling bertanggung jawab dengan permasalahan data warganya ini.
Akhirnya orang tua saya membawa permasalahan ini ke kantor Kecamatan Cempaka Putih dan di sana mereka bertemu dengan Ibu Sri. Alangkah terkejutnya mereka setelah mendengar pendapat dari Ibu Sri...
Ibu Sri mengatakan kalau ini adalah permainan dari PPS yang berada di bawah Kementrian Dalam Negeri.
Jadi entah bagaimana prosedurnya, mereka melakukan perubahan dan penguncian data, yang entah untuk kepentingan siapa... Ibu Sri juga membenarkan kalau pembuatan SKCK tidak ada hubungannya dengan pendataan ini.
Di Kecamatan ini orang tua saya bisa meminta datanya untuk dibuka agar bisa diedit di keluarahan dan akhirnya mereka pun kembali ke kelurahan.
Tapi ternyata setelah tiba di kelurahan, proses update ini kembali tidak bisa dilakukan sepenuhnya.
Adik saya yang sebelumnya namanya sudah lenyap entah ke mana, bisa dimasukkan kembali ke dalam Kartu Keluarga semula, tapi Ayah saya yang sudah dinyatakan MENINGGAL, TIDAK BISA!
Merasa kecewa, orang tua saya membawa masalah ini ke kantor Walikota Jakarta Pusat dan bertemu dengan Ibu Martha dari bagian Kependudukan. Sikap Ibu Martha sangat baik dan membantu, tidak seperti pihak kelurahan. Atas anjuran Ibu Martha, Ayah saya dibuatkan biodata baru, agar nantinya bisa dimasukkan kembali ke dalam Kartu Keluarga yang saat ini hanya terdapat nama Ibu dan Adik saya saja.
(Saya pribadi sudah lepas dari Kartu Keluarga mereka, karena sudah berkeluarga )
Pada akhirnya, saya dan juga keluarga saya ingin mempertanyakan, sebetulnya ADA PERMAINAN APA INI dengan PPS, KPU, dan Kemendagri?
Seberapa jauh pihak Kelurahan, Kecamatan, juga Walikota mengetahui permainan ini???
Saya pribadi tidak tahu kesalahan-kesalahan data tersebut akan digunakan untuk apa dan seperti apa...
Tapi coba bayangkan seandainya ini memang dibuat untuk memanipulasi data.., dari satu keluarga saja bisa direkayasa 2 orang. Berapa jumlah rekayasanya dalam 1 kelurahan??? Dan berapa pula dalam 1 Kecamatan? 1 Provinsi?! Dan ini masih di pusat kota (IBUKOTA) di mana warganya melek informasi, bayangkan bagaimana data-data ini bisa disemrawutkan di pelosok-pelosok Indonesia???
Saya harap pihak-pihak yang terkait bisa memberikan jawaban, mudah-mudahan Bapak Jokowi dan Bapak Ahok bisa ikut turun tangan untuk mematikan permainan-permainan yang akan membuat citra bawahan bapak jadi semakin buruk, tidak terjadi.
Saya akui pelayanan-pelayanan di Kelurahan saat ini sudah jauh lebih baik dan cepat. Namun dengan adanya permasalahan ini dan informasi dari pihak Kecamatan dan Walikota tentang adanya rekasaya suara, membuat saya geram.
Bayangkan, apa urusannya petugas PPS itu sampai berhak "mematikan" Ayah saya?
dan akhirnya keluarga saya sendiri yang harus repot "menghidupkannya" kembali...
Terima Kasih banyak.
Semoga tidak ada rekayasa lagi di Negara ini, khususnya di DKI Jakarta yang saat ini sedang giat melaksanakan perubahan.