Gerimis sore itu mengiringi langkah Dimas menyusuri trotoar. Payung hitam di tangannya seolah tak mampu menampung seluruh beban di dadanya. Sesekali ia menghela napas panjang, uapnya berbaur dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Di ujung jalan, sebuah kafe dengan lampu temaram menjadi pelabuhan sementara bagi hatinya yang karam.
KEMBALI KE ARTIKEL