Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung, larangan tersebut bertujuan untuk memastikan pasokan gas melon tetap tersedia bagi masyarakat. Pemerintah juga ingin harga jualnya sesuai aturan. Betulkah demikian?
Jika melihat fakta, aturan baru ini  menuai banyak polemik ditengah masyarakat. Pasalnya, pembelian hanya bisa dilakukan di pangkalan atau penyalur resmi Pertamina. Aturan ini dinilai sangat menyulitkan masyarakat.
Barangkali pemerintah dan kementerian terkait harus menyelami kesulitan yang ada di benak masyarakat pengguna.
1. Seandainya tengah malam membutuhkan gas untuk masak karena habis, apa harus pergi dulu ke pangkalan yang lokasinya jauh dan belum jelas?
Sementara kalau beli di warung dekat rumah (istilahnya di gedorpun )
gak jadi masalah
2. Jika ada pengguna butuh gas tengah malam untuk manasin air karena orang tua yang sdh sepuh (biasa bolak balik ke kamar mandi) Apa harus ke pangkalan dulu?  Sementara Naik gojek  tengah malam sangat riskan. Naik Kendaraan gak ada.
3. Jika beli yang gas 12 kg itu sangat memberat kan saat diangkut dan dipasang. Karena gak semua punya bodi kuat. Apalagi yang sudah sepuh Naik kendaraan sulit, Â Sementara anak anaknya jauh atau malah gak punya anak.
4.untuk tingkat pengecer, setidaknya bisa mendapat tambahan dengan berjualan LPG 3 Kg. Pengecer ini merupakan pengusaha akar rumput dan warung-warung kecil. Mudah2an mereka tidak korupsi dengan menaikan harga gas, tapi mencari keuntungan. Apalagi kehadiran pengecer ini dirasakan sangat membantu.
5.Larangan bagi pengecer seperti warung warung untuk menjual LPG 3 Kg sama dengan mematikan usaha mereka. Karena untuk mengubah pangkalan resmi Pertamina dibutuhkan modal yang tidak kecil karena harus membayar pembelian LPG 3 dalam jumlah besar.
6. Pengecer warung warung kecil bukan koruptor dan bukan pula penjahat. Mereka adalah pengusaha akar rumput yang keberadaannya sangat dibutuhkan masyarakat.