Lambertus namanya. Usianya sekitar 60-an tahun. Ia terlahir dengan kaki kanan yang hanya sepanjang lutut. Ia tak menyerah. Bekerja keras sebagai anak buah kapal. Ketrampilan dan kecepatan geraknya tak kalah dengan mereka yang memiliki kaki yang utuh. Kruk itu bukan sekedar penopang bagi kakinya, tetapi kadang juga berfungsi sebagai alat dayung. Saya melihat dengan lincah Lambertus terjun ke laut, berenang dengan memegang kruknya. Masuk ke perahu kecil, mendayung dengan menggunakan kruk itu menuju pantai. “Anak saya delapan. Anak pertama dan kedua kuliah dan bekerja di Jakarta,” tuturnya bangga. Saya mengangkat jempol kepadanya. Ia pun tersenyum. Dalam perjalanan pendek dari perahu kecil menuju kapal itu kami tak sempat banyak bicara. Barangkali juga tak perlu banyak bicara, sebab aktivitas Lambertus di pagi itu telah mengajar saya banyak hal tentang hidup ini.
Tak ada hidup yang sempurna. Tiap insan bergumul dengan keterbatasan. Namun, keterbatasan bukan alasan untuk bermalas-malasan. Keterbatasan mesti melecut semangat juang!