Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story

The Rainbow Troops in Dufan, Ancol

6 Desember 2011   09:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:46 343 0

Perkenalan saya pertama kali dengan “Laskar Pelangi” terjadi setelah membaca novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005.  Itupun setelah direkomendasikan seorang teman.  Maklum, novel yang terkenal pada saat itu adalah “Ayat-ayat Cinta” karangan Habiburrahman El Shirazy dan “Supernova” karangan Dewi Lestari.   Ternyata saya tidak rugi membaca genre baru dalam susastra Indonesia ini, yang saat itu sungguh-sungguh menjawab tagline : “Bersama kita bisa”.

Novel ini bercerita tentang kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah di sebuah sekolah Muhammadiyah di desa Gantung, Belitung Timur, yang penuh dengan keterbelakangan.  Keterbelakangan ini bukannya membuat mereka menjadi putus asa, tetapi malahan membuat mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu dengan lebih baik.  Mereka, Laskar Pelangi - nama yang diberikan oleh guru mereka, Bu Muslimah, karena kesenangan mereka terhadap pelangi - sempat mengharumkan nama sekolah mereka dengan berbagai cara.

Buku ini tercatat sebagai buku susastra yang sangat populer, dibaca lebih dari 5 juta orang dan kini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dengan judul The Rainbow Troops

Novel laris Laskar Pelangi ini kemudian diadaptasi menjadi sebuah film pada  tahun 2008 dengan mengambil judul yang sama. Ini adalah perkenalan kedua bagi saya tentang Laskar Pelangi. Film Laskar Pelangi  ini diproduksi oleh Miles Film dan Mizan Production, dan digarap oleh sutradara Riri Reza.

Skenario adaptasi ditulis oleh Salman Aristo dibantu oleh Riri Reza dan Mira Lesmana.  Film ini penuh dengan nuansa lokal Pulau Belitong, dari penggunaan dialek Belitung sampai aktor-aktor yang menjadi anggota Laskar Pelangi adalah anak-anak asli Belitung. Lokasi syuting juga di Pulau Belitung dan biaya produksinya mencapai Rp 8 Miliar.  Film ini memperoleh beberapa international awards, yaitu the Signis Award pada the Hongkong International Film Festival, the Silver Dolphin Award pada the Festroia International Film Festival, dan the Cinepanza Award sebagai the best film yang dipilih oleh  audience pada the Cinepaz 20th Children Film Festival.

Saya berkesempatan untuk melihat lokasi-lokasi yang dipakai syuting ini saat berkemah di Belitung bersama Kwarnas Gerakan Pramuka.  Laporannya telah saya tuliskan dalam : Memaknai Revitalisasi Gerakan Pramuka : http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/18/memaknai-revitalisasi-gerakan-pramuka/

Perkenalan saya yang ketiga dengan Laskar Pelangi terjadi setelah menonton Drama Musikal Laskar Pelangi di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada libur Natal dan Tahun Baru 2010.  Setelah kesuksesan novel dan film Laskar Pelangi itu, maka di awal tahun 2011, Mira Lesmana melalui Miles production bekerja sama denganLink Entertainment, mementaskan drama musikal dari cerita yang sama.

Isi cerita masih sama, dan karena bentuknya adalah drama musikal, maka para pemainnya pun tampil untuk bernyanyi sambil menari. Pemain pun bergantian memerankan tokoh-tokoh yang ada, karena setiap hari, mereka harus tampil dalam 3 kali pertunjukan.

Musikal Laskar Pelangi ini dipagelarkan  pada tanggal 17 Desember 2010 sampai tanggal 9 Januari 2011 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, dengan pemeran :

  • Ibu Muslimah - Lea Simanjuntak, Eka Deli, Dira Suganndi
  • Pak Harfan - Chandra Satria, Iyoq Kusdini
  • Pak Bakri - Gabriel B. Harvianto, Haikal AFI
  • Ikal dewasa - Nino Prabowo, Tanta Ginting
  • Lintang dewasa - Ferry Feliepo, Muhammad Bakhesti

Seiring dengan sukses perdana pagelaran Musikal Laskar Pelangi saat libur Natal dan Tahun Baru 2010 ini, diluncurkan pula Album Original Sound Track Musikal Laskar Pelangi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun