Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Target Atau Kualitas, Tantangan yang Tak Pernah Henti

26 Oktober 2011   02:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:30 371 0
Arboretum di Ecopark itu untuk apa? "Dalam proses pembangunan Ocean Ecopark, Ancol akan menambahkan densitas pohon hingga lima kali lipat dari kondisi eksisting sebanyak 2.000 pohon menjadi 10.000 pohon dengan berbagai jenis. Kehadiran Ecopark juga dirancang untuk memperkuat koridor hijau di sepanjang areal Taman Impian mulai dari Marina di bagian Barat sampai ke Pantai Karnaval di bagian Timur". Nampak dari kutipan Siaran Pers TIJA tanggal 25 Agustus 2011 di atas bahwa Ocean Ecopark akan dikembangkan menjadi arboretum (kebun raya mini). Namun arboretum bukan sekedar areal pepohonan yang luas, tetapi arboretum akan mempunyai nilai ekologis bila keterkaitan antara flora dan fauna pendukung ekosistim Ancol diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Tanpa adanya fauna pendukung penyerbukan dan pembuahan (seperti serangga, kelelawar, dan burung), maka arboretum itu tidak lebih dari areal penghijauan lahan gersang yang akan merangggas di musim kemarau dan bertumbuh tak beraturan di musim penghujan. Sebab kibasan kupu-kupu, nyanyian tonggeret atau garengpung (Dundubia manifera), kilau samber lilen (Strobilanthes dyerianus) atau kicau burung dan kepak kelelawar akan menjadi penanda penting kelestarian rantai makanan pada ekosistim arboretum. Oleh sebab itu, kalau Ocean Ecopark hendak dipersiapkan sebagai konten edutainment flora dan fauna seperti deer island, bird park, hingga mengakomodir kebutuhan mempelajari keaneka ragaman tanaman dengan berbagai kegiatan menanam tanaman pesisir, maka konsep "paru-paru hijau" ini tidak bisa disandingkan dengan fasilitas multi fungsi untuk permainan petualangan terbuka seperti wahana Green Mission Paintball, wahana Ancol Outbondholic dengan flying fox sepanjang 48 meter itu (yang diklaim akan menjadi flying fox terpanjang di Indonesia). Apa sebabnya? Kehidupan satwa itu akan terusik dan Kenyamanan di Ecopark Terganggu. "Golf car" menyalip warga yang tengah berjalan santai di kawasan Ecopark, Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (22/10). Walau berjalan pelan, keberadaan mobil listrik yang berlalu lintas di area pejalan kaki itu mengganggu pejalan yang ingin berolahraga atau sekedar menikmati indahnya taman. Lintasan bagi pejalan kaki yang tidak terlalu lebar itu harus berbagi dengan "golf car". (KOMPAS, Minggu 23 Oktober 2011 halaman 4) Bila strategi penataan Ocean Ecopark adalah bagian dari tujuan untuk mewujudkan konsep Green Ancol & Blue Ancol yang berbasis green lifestyle, yang dilengkapi dengan eco island, eco energy, eco adventure dan eco art, maka kegiatan apapun yang dilakukan di sana, harus memperhatikan keberlangsungan (sustainability) dari kehidupan fauna pendukung arboretum tersebut. Hendaknya diingat bahwa salah satu daya tarik Kebun Raya Bogor adalah adanya kalong (Pteropus vampyrus) dan aneka burung di areal Kebun Raya itu. Setelah aneka satwa itu menghilang dari Kebun Raya Bogor, maka lokasi Kebun Raya itu sekarang tidak lebih dari sekedar taman di tengah kota Bogor. Ocean Ecopark yang dibangun di bekas area golf Ancol hendaknya tidak tergelincir menjadi sekedar taman seperti Kebun Raya Bogor dewasa ini. Jauh lebih baik kalau ecopark (sesuai dengan namanya) mengadopsi konsep cagar alam, sehingga kritikan seperti yang dimuat di Kompas Minggu 23 Oktober 2011 di atas tidak muncul lagi. Sebab kalau ecopark tetap disandingkan dengan fasilitas multi fungsi untuk permainan petualangan terbuka, maka orang akan lebih memilih pergi ke Bandung Tree Top di Tangkuban Perahu atau ke camping ground Taman Safari Cisarua. Disamping itu, ada cukup banyak saingan ecopark murah meriah yang lain di sekitar Jakarta, misalnyaStudio Alam TVRI Depok, Desa Wisata TMII, Taman Wiladatika Cibubur, Taman Suaka Margasatwa Muara Angke, Zoo Waterpark Ragunan, Taman Situ Lembang Menteng, Taman Buah Mekarsari, dll. Tanpa memperhatikan keaneka ragaman hayati ekosistim arboretum ecopark, maka Ocean Ecopark itu akan kehilangan daya tarik ekologisnya. Kepengapan metropolis Jakarta hanya dapat dikendurkan dengan aura back to nature, mendengarkan kicau burung, bunyi tonggeret atau garengpung di tengah desah angin, atau berkejaran dengan kupu-kupu dan belalang sembah di tengah sejuknya udara, akan menjadi selingan yang dicari warga untuk kembali merasakan suasana alam pedesaan yang terlanjur hilang dari memori kolektif mereka. Kalau suasana itu tidak ada di Ocean Ecopark, pada gilirannya, nasibnya akan sama dengan lapangan golf dan drive in theater TIJA yang lebih dulu tergusur (lihat kritik Kompas di atas).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun