Ini sebagian isi beritanya :
Dokumen hasil pemeriksaan Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat tentang Hak Angket Bank Century ternyata belum sampai di Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK baru menerima enam lembar kesimpulan tanpa lampiran data.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah menyampaikan hal itu dalam pertemuan dengan Tim Pengawas Kasus Bank Century di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Rabu (5/5). ”Kami menerima surat yang ditandatangani Marzuki Alie dan Sekjen DPR, tapi hanya surat tipis dan tidak lebar. Tidak ada lampiran,” kata Chandra sambil menunjukkan surat itu.
Pernyataan Chandra itu mengejutkan anggota Tim Pengawas yang hadir yang merupakan mantan anggota Pansus Century. ”Pantas saja arah KPK tidak jelas karena ternyata mereka belum pegang dokumennya. Ke mana barang itu? Kami kerja keras dua bulan, dibiayai negara sampai Rp 2,5 miliar dalam Pansus Hak Angket Century,” kata Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar. Dia menduga dokumen yang seharusnya diterima KPK itu sengaja digelapkan.
Ini link-nya : http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/05/06/03174255/Dokumen.Tak.Sampai
Maka melihat kasus ini harus menengok ke semua arsip di masa lalu :
1. Untuk Sri Mulyani (mantan Direktur Eksekutif IMF : 2002-2004) - jabatan Managing Director World Bank yang akan disandang mulai 1 Juni 2010 adalah kembali ke "rumah" - tidak ada hubungannya dengan busuk atau tidaknya DPR - atau harum tidaknya Pemerintah RI
2. Untuk DPR (legislatif) yang kedudukannya sejajar dengan Presiden (eksekutif), maka DPR hanya menjalankan ketentuan UU Keuangan Negara
UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara No. 47 tahun 2003) Bab VI pasal 24 ayat 7 : Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat persetujuan DPR
Jadi pemberian “bail out” kepada Bank Century itu harus mendapat persetujuan DPR, tidak bisa begitu saja diputuskan oleh KSSK, atau dikucurkan begitu saja oleh LPS tanpa persetujuan DPR.
Padahal Pemerintah baru memberitahu DPR bahwa LPS itu sudah mengucurkan Rp. 6,7 trilyun untuk mem-bail out Bank Century pada Pertemuan Panitia Anggaran DPR dengan Menkeu di Hotel Sheraton Bandara pada tanggal 1 Agusuts 2009.
Menkeu dapat dipidanakan karena telah melanggar ketentuan UU Keuangan Negara ini.
Itu sebabnya, DPR mengajukan hak angket untuk menelusur kenapa “bail out” yang sebesar ini disembunyikan begitu lama dan tidak pernah dimintakan persetujuan DPR
Ini link-nya :
http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/16/century-lagi-banyak-sekali-aturan-hukum-yang-dilanggar/
3. Untuk Presiden SBY :
a) Harap disimak Konperensi pers Sri Mulyani di Gedung Djuanda Kemenkeu pada hari Minggu tanggal 13 Desember 2009 bahwa SISTIM KETATANEGARAAN YANG KITA ANUT ADALAH SISTIM KABINET PRESIDENSIIL - artinya Menteri-menteri bertanggung jawab kepada Presiden - secara khusus Sri Mulyani menyatakan bahwa keputusan untuk mem-bail out Bank Century sudah dikonsultasikan dan sepertujuan Presiden
b) Masalah menjadi ruwet ketika Jubur Istana : Julian Adrian Pasha menyatakan bahwa Presiden tidak tahu menahu soal bail out Bank Century (JURNAL NASIONAL, Kamis tanggal 24 Desember 2009 halaman 1 : PRESIDEN TIDAK TAHU MENAHU SOAL "BAIL OUT" BANK CENTURY)
Banyak orang menilai, Sri Mulyani dikorbankan oleh SBY
c) Ketika akhirnya Presiden SBY menyatakan SAYA BERTANGGUNG JAWAB .... sudah terlambat sekali .... Budiono dan Sri Mulyani sudah babak belur di Pansus Angket Century
Ini link-nya :
http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/05/mengkritisi-pidato-presiden-sby-soal-skandal-bank-century-apa-yang-salah/
Kasus ini adalah kasus pembelajaran ketatanegaraan yang baik, dimana DPR dan Menkeu Sri Mulyani meletakkan posisinya dan tanggung jawabnya sesuai dengan sistim presidensiil dimana Presiden SBY hendaknya belajar untuk secepatnya mengambil alih tangung jawab sebagai pimpinan Kabinet Presidensiil dan tidak membiarkan "bola liar" bergerak kemana-mana