Ngemeng-ngemeng tentang kejujuran, saya atau aku atau kami agak tercenung juga mendengar pernyataan pencipta lagu Gayus terbaru yang sedang disorot saat diwawancara media barusan. Ia khawatir efek "kesuksesan" Gayus ini bagi santapan struktur nilai generasi muda Indonesia. Terlepas dari ia akting doang atau apalah. Yang, sekali lagi yang, penting substansi apa yang diomonginnya.
Dalam kesempatan lain kami juga mendengar seorang pakar psikologi-komunikasi-politik dari UI mengatakan bahwa karakter seperti Gayus "sang mualaf" ini sebetulnya ada dimana-mana. Cuma persoalannya belum mendapatkan kesempatan saja. Tidak ada yang unik, meski sempat ada dugaan Gayus seorang psikopat. Yang jelas tipe SuperGayus ini = cerdas culas seperti didoktrinin kebanyakan ustadz pemotivator seperti SuperMT yang dengan eneg sayup-sayup sedang saya dengar ini. Ya, seperti.
Karakter seperti ini sebetulnya sudah dari dulu dan akan sepanjang zaman. Namun dipikir-pikir memang di generasi saya yang masih dikisaran umur hampir sama dengan sohib Gayus, style macam gini memang mayoritas dan lumrah. Prinsipnya asal tidak ketahuan aja. Tentu mungkin saja ada yang masih baik atau bercita-cita untuk "baik" setelah bisa "sukses" dengan kemampuan mengenakan topeng. Namun lagi, yang lebih mengkhawatirkan saya adalah struktur nilai bagi generasi penerus yang masih anak-kanak atau yang menginjak remaja kini. Untuk generasi yang ini saya merasa bertanggung jawab sedikit bercerita kepada mereka tentang kebenaran dan kebohongan. Ya cerita tak habis-habis tentang praktik kemunaan. Ya, Nak..