Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Bang Thoyb Pulkam Nih part /i/

18 Desember 2010   04:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38 44 0
Sebetulnya sudah sejak awal dari bahwa Bang Thoyb (BT) pengen keluar dari kontrakin itu. Cukup luar biasa juga dia bisa bertahan sekitar 3 bulanin. Mana tempat lagi di ibukota Jakarta gitu dapet kos hanya 200 ribu sebulanin. Include listerik pula. Sewaktu punya laptop seharian BT ngabis2in listerik bu kosnya. Belum heater yang selalu diandalkan buat masak mie dan teh sebab gak punya duit buat sering beli makanan pokok di luarin.

Karena gak punya laptoy (dan gawean) lagi juga, maka sesuai dengan salah satu rencana yang sebelumnya pernah ada BT memutuskan saat itu untuk melaksanakan keinginannya hiking kematian menyusurin pantai pasundan selatan. Sebetulnya kerjaan sih mungkin ada aja, walau buat nyari makan halal murni 100% di jalanan belum ketemu hitungan yang masuk akalin dirinya.

Di Senen dia ketemu "grosir" donat yang lumayan bisa "dipraktikkan" menurut hematnya. Tak jauh dari situ ia juga udeh diterima "training" di sebuah toko printing digital milik Orang Sitoli. Deket stasiun BT juga dapat info tentang kebutuhan akan sales obat-obat herbal dan produk sejenisnya yang cukup sesuai dengan nurani dan passion-nya. Artinya kalo jadi salesnya orang, ia gak perlu ngemodal duit yang dia "engga" ada. Belum lagi rencana jadi pedagang keliling bukunya. Dan yang lebih ngejongos lagi di Kepu dia lihat sebuah tempat yang butuh tukang seterika. Ini tentu lebih pasti, minimal buat makan nasi 2x sehari dan mendapat community.

Tapi ini semua terjadi di saat kontrakannya hendak berakhir. Sebetulnya BT tinggal sebulan lagi disana tanpa bayar pun mungkin bisa saja diakal-akalin. Tapi BT memilih untuk tetap jangan sampai jadi punya hutang di akhirat nanti. Plus keinginan untuk keluar, mulai jenuh di Jakarta, dan pengen "traveling". Hidup menggembel di jalanan Jakarta untuk saat ini ia lihat juga belum "baik" untuk dipraktikkan lebih masif. Padahal banyak lokasi sudah yang ia tandain, mulai dari kawasan elit seperti Taman Menteng, tempat sepi sekitar PRJ Kemayoran, hingga ikut gabung sepanjang gubug-gubug derita di bantaran rel Tanah Tinggi hingga Kramat. Dan, wah, terlalu banyak lokasi lainnya lah buat jadi preman dan manusia bunglon (munafik) di Jakarta mah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun