Sekitar awal tanggal 12 Juni Gw berangkat ke Jakarta. Oks, kali ini berupa summary aja; guna menyingkat waktu--berharga Anda, dan Andi. Kalo setahun sebelumnya Aku merantau (lagi) ke Jawa seingatku Bulan Julinya--untuk "terpaksa" kembali pulang Agustusnya--kali ini setidaknya aku bertahan hingga akhir Juli ini. Sementara "idle" di kosan adikku di Bandung.
Tanggal 12 Juni tersebut "akhirnya" Gw dapat "ijin" untuk "berangkat" lagi. Bertepatan dengan dapat harga tiket pesawat yang cukup murah. Ini untuk pertama kalinya aku berangkat dari Bandara International Minangkebo; sebelumnya untuk pertama kali dulu dari dan sewaktu menjelang Bandara Tabing hendak ditutup; sementara satunya lagi sewaktu pulang sehabis selesai kuliah dari Cengkareng di Tahun 2007. Ciehhhhhhh.
Hari itu tak disambut hujan macam setahun sebelumnya. Dari rumah Aku melangkah beberapa meter ke Simpang Bypass. Setelah menunggu beberapa saat di bawah teriknya mentari--padahal "wilayah" Gw sendiri--Aku bisa mendapatkan tumpangan truk untuk ke Simpang Duku. Lumayan hemat ongkos dibanding mesti ke Tabing dulu buat nyari bis bandara. Dari simpang tersebut Aku jalan ke dalam--lagi di bawah sangat dan sengatnya terik mentari--dan kelewat shalat jumat karena ndak nemu mesjid. Nggak sampai sekilometer, aku berhenti di sebuah warung dan setelah diam beberapa waktu di sana akhirnya aku dapat tumpangan mobil--sedan pulak--dari seorang gadis remaja. Sesampai di BIM--cukup earlier--baru Aku sembahyang--setelah survey-survey dulu di luar sebentar melihat terminal ramai nian ini. Sebelum pesawat take on, Gw sempat-sempatkan berusaha menjual modem usbku ke orang-orang--include sepasang bule. Tapi teu payu.
Lalu sampailah Aku di Bandara Cengkareng Propinsi Banten pas maghrib. Di sini aku menginap hingga pagi, sembari memperhatikan aktivitas terminal internasional niy, mana tahu bisa dagang di sini. Tidur(-tiduran)nya ya di bangkulah. Paginya lantas Aku naik Damri jurusan Pasar Minggu. Untunglah di sana hari itu juga aku bisa dapat kosan dengan harga cukup murah tapi smoga aja tidak murahan. Kemudian hari itu juga kusempatkan dulu sebentar main ke rumah Miza di Parung. Balik dari sana Aku bisa bawa matras untuk tempat tidur--daripada meniduri yang engga-engga, he2.
Nggak sampai sebulan di sana--yang tepi bangetnya Kali Ciliwung--Aku dua kali jatuh demam. Praktis ndak bisa ngapa-ngapain benar Aku. Baik mencari kerja--sebagai jongos--maupun bisnis sendiri (diutamakan). Tapi sempat juga beberapa kali kelayapan, termasuk nginap sama Sibos di Bekasi. Adikku sempat pula ngantar laptop yang tak bisa "dipakai" karena juragan kosku mulai matree ngincar bayaran tambahan dengan alasan uang listrik. Waktu baru sembuh dari sakit yang pertama kali--berobatnya bayar di puskesmas--cuman sekitar tiga hari kemudian aku demam lagi dan walhasil sekurang-kurangnya selama seminggu lagi ndak bisa ngapa-ngapain. Cuman pada sakit yang kedua ini Aku beli obat luar aja.
Singkat cerita karena salah satu adikku mau pulang dulu ke Padang, Gw memutuskan tinggal sementara di kosnya dia. Lalu pergilah Aku dengan K.A Argo Parahyangan ke Bandung lautan cakil. Satu hal yang paling kupentingkan dengan keadaanku yang masih kurang baik secara kesehatan gini adalah: di kos adikku ada dispenser buat bikin air panas dan tentunya: tempat tidur plus selimut. Sekarang di sinilah Aku kembali di Kota Kembang. Sementara prioritasku tetap balik ke Jakarta nantinya sembari memikirkan alternatif lain. Sembari itu Aku untuk pertamaxxx kalinya menikmatin akses internet unlimited--walau dengan bandwith terbatas dari Tri. Bahkan sehari ini sinyal EDGE-nya hilang-hilang muncul. Tapi (kadang-kadang) signal WCDMA atau HSDPA-nya muncul juga 0-1 baris (di hari lain). Dan, yang, pasti di sini, di tempat yang cold gini: Aku jadi jarang mandi (lagi).
Menariknya di Java Island ini bagiku sama saja mau mandi subuh, pagi, siang, atau sore--sebaiknya jangan malam--karena--ada di kalimat selanjutnya. Kalo di Jakarta saking panasnya mandi pagi juga rasanya biasa-biasa aja. Kalo di Bandung saking dinginnya, mau mandi siang, sore, atau subuh rasa-rasanya juga tetap sama-sama dingin juga.
Kembali ke bisnis dan enterporneur,--Gw tetap berusaha menghindarin kemungkin menjadi jongos tawakal asal tajir status karena kurang berbakat jilat pantat dan muka topeng--sebetulnya selain di Jakarta, di sini juga ada beberapa hal yang tampaknya sekarang bisa untuk digarap. Dan, berbagai kemungkinan terus terbuka; termasuk (hingga) ekspansi ke Indonesia Timur, he2. Oh ya (<--sepucuk surat banged eaa) jadi ingat kalo dulu Gw pernah punya rencana untuk lebih mengorganisir sekaligus "membetulkan" ideologi OPM di Pengunungan Puncak Jaya sana dalam menghadapi (sebagian) bandit-bandit di TNI-Polrinya NKRI penuh manusia bertopeng ini. Tapi ya keaknya "investor" dan "promotor" asing juga sudah cukup kuat bermain di sana, plus pula politik dua kaki mereka dengan komprador-komprador plus pelacur intelektual negeri indon oportunism ini. Ok dahhh, yang lebih deket dulu aja: jual ini, jual itu yang halal, thoyb, dan dengan kultur jujur karena Hantu menyukai hambanya yang "bersusah payah" namun qanaah dalam mengais rezeki. Yang, penting tetap menjaga idealism untuk tidak bernetworking apalagi politik muka topeng dan jilat pantat dengan jemaat wal keder aliran Islam Alwahn dan ras ambisius denki matrelinial. Kalo bermuamalah, bolehlah. Sepertinya halnya dengan orang kafir, juga anjing. (bersumbang...)