Keinginan bersantai di bundaran HI--mungkin ini baru yang kedua kalinya q ke sini karena yang masih kuingat untuk pertama kalinya dulu 10 tahun silam sewaktu "demo" ke monas bareng kakak2 mentor di PK(belum S)--terpaksa kutunda dulu meski di sebuah sudut kulihat sedang ada "acara". Sebentar lagi magrib dan aqu sudah merencanakan untuk mengincar buka gratis di istiqlal. Pas lewat BI aqu juga lihat orang pada buka bareng di basementnya tapi waktu itu q ndak tahu kalo terbuka bagi umum dan para pendatang liar, tidak hanya untuk lingkungan koneksi elite atawa jet set. Belakangan baru kutahu lingkaran koneksi kaum kere juga berduyun-duyun ke sini.
Pas nyampe gerbang selatan monas aqu makin deg2an karena hari terlihat makin beranjak gelap dan tak lama kemudian--sebelum nyampe gw ke tengah2nya--adzan sayup-sayup berkumandang. Walhasil gw berbuka saja di tengah perjalanan yang nyaris saja ini dan untungnya tadi sempat beli buah2an. Kebetulan juga di saat itu aqu dilanda haus yang sangat hebat bin mahadahsyat setelah jalan kaki dalam keadaan berpuasa di bawah teriknya mentari dan sangarnya polusi ibukota penuh kotoran ini selama seharian. Kalo ndak salah waktu itu aqu juga ndak punya air tapi merasa cukup dengan buah2an. Keinginan membeli makan-minum di parkir selatan monas kutunda dulu walau di sana aqu udah nandain sebuah warung tenda masakan padang yang mau jual nasi + telor dadar enam rebuan. Dan di saat bersantai mengunyah buah2an inilah aku berkenalan lagi dengan serang kawan yang belakangan kusinyalir kuat sebagai homo/gay namun cukup berjasa besar kehadirannya di saat itu buat kehidupanku sebulan ke depan.