Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

9 dari 10 Orang Indonesia

14 September 2012   06:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:29 318 0
Aku terlempar pada suatu negeri bernama Indonesia. Dari sebuah tempat bersalju bermenara Eiffel. Disini aku terpesona pada keindahan alamnya. Tapi juga terkaget-kaget dengan karakter dan kebiasaan masyarakatnya. Aku bahkan ingin lebih sering di sini, menikmati keragaman budayanya. Mencicipi buah rambutan dan durian yang melimpah. Merasakan mangga Arummanis yang semanis wajah para perempuannya. Kan kutuliskan disini kesanku tentang negeri ribuan pulau ini.

9 dari 10 Orang Indonesia

sangat ramah. Mereka selalu bisa tersenyum meski tak selalu menjadi teman, , tetangga, kolega bahkan            menyapa hanya pada kali pertama jumpa

9 dari 10 Orang Indonesia

wanitanya cantik dan berkulit eksotis. Rambut legamnya amat sensual. Lakunya sederhana namun membuat tindakan yang terkadang susah ditebak. Sikapnya malu-malu kucing. Ironisnya, mereka suka gampangan menganggap kawin dengan pria asing adalah kebanggaan. Mengkhayal  di luar orbit, kalau mendapatkan pasangan orang asing adalah materi berlimpah, rumah mewah, dan tinggal di negara antah berantah. Mereka juga suka meniru-niru gaya Amerika. Mudah berganti pasangan. Sok berpakaian seksi. Tak malu menjajakan diri meski masih berstatus istri orang lain. Padahal, demi Tuhan, aku selalu bermimpi bertemu perempuan Indonesia asli. Yang masih lekat dengan sopan santun. Yang kecantikannya seindah alamnya: tak banyak polesan dan basa basi. Yang karakternya seelok anggrek hitam Papua : tak pasaran dan murah. Dimana budaya itu...

9 dari 10 Orang Indonesia

lelakinya gagah dan berwibawa.   Mudah berteman dan suka basa basi. Senang membuang waktu dengan nongkrong-nongkrong tanpa kejelasan manfaatnya. Malas menimba ilmu, dan hanya berharap dapat pekerjaan dari sesama teman. Banyak dari mereka berkarakter baik: lugu, jujur, suka membantu dan gentlement terhadap wanita. Mereka pontang panting menghidupi anak dan istri dengan keringat sendiri  tanpa mengeluh. Tapi, audzubillah, yang berkepribadian sebaliknya lebih banyak lagi. Mereka tak malu hidup dari keringat perempuan. Mereka mencari target perempuan kaya. Bahkan dalam perkawinanpun mereka tak punya komitmen. Ketika melihat wanita lain yang lebih menjanjikan bagi kenyamanan hidupnya, tanpa rasa bersalah didepan istrinya menunjukkan keterpesonaan pada materi dan kemewahan. Mereka juga tanpa kikuk seumur hidup tak ingin membahagiakan  perempuan pasangannya. Karena tujuan hidupnya adalah mencari keuntungan dan kebahagiaannya sendiri. Perkawinan jadi seperti bisnis. Bahkan, dari lagu Indonesia yang kudengar berjudul Bang Thoyib, ada suami yang behari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun lari dari kewajibannya  memberi makan dan biaya hidup keluarganya, karena si istri menyuruhnya jadi Lelaki Bertanggung Jawab yang bernama Suami. Entah sedang berada di rumah perempuan mana lelaki itu. Ada juga yang kemudian bisa mendapatkan uang banyak. Entah darimana dan pekerjaan apa yang dijalani. Seperti balas dendam dengan masa lalunya yang sengsara. Dia terus beredar di luar rumah tanpa pulang. Kalau terpaksa pulang ya menjelang pagi. Dari satu perempuan ke perempuan nakal lainnya. Menghambur-hamburkan uang (yang tak halal?) kemana-mana. Sementara anak istrinya kesulitan finansial untuk biaya hidup. Kalau toh memberi, dia yang akan mengendalikan apa saja yang diperlukan. Dia merasa sebagai kepala keluarga sang penguasa. Pencarian jatidirinya tak pernah berakhir...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun