Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Puisi | Warkat Ujaran

14 Oktober 2017   10:50 Diperbarui: 14 Oktober 2017   10:53 435 1

Negeri bulan, yang katamu sepi tak berpenghuni tak pernah mengucap selamat. Negeri para bintang berpijar terang menanti sampai mati, menunggu bulan menyambut dengan hangat.

Selamat ulang tahun, aku mengucap dibalik kenang para bintang dalam hening negeri bulan. Belai kasih dan sayang pena terhadap kertas yang gersang membuat jalan-kota berair, lebam. Aku kau anggap ilusi, tercacah sajak-sajak indah dalam buku dan cerita hidupmu.

Almanak mengagetkan di pusat malam, mengoyak-ngoyak alam mimpi yang baru saja tercipta. Gelagap, tak mengerti harus berbuat apa. Jemariku gatal mencoba ingin mengungkapkan, mendarat di sudut arloji menghitung tempo yang tak lagi singkat.

Kau membeberkan sayap. Menuntut membangunkan bulu roma dengan mantra, lalu tersenyum lebar.

Malam ini. Selepas menjenguk Ibu, aku coba mengejutkanmu.

Namun, selang waktu. Kejutku tak lagi berarti atau bertahan setakar harapan, jika nanti rekan dan Sang lalu sekelebat datang memberi ujaran, sebab Ia datang tanpa sepengetahuan.

Cumbu jemari meluluhkan air mata dan berharap, Kau bisa jadi pecahan yang selalu bisa bersyukur.

Aku ulangi,
Selamat Ulang Tahun. Sayangku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun