Artikel ini berisi pengalaman penulis dalam kaitannya dengan pelajaran hingga penerapan bahasa Inggris dikehidupan nyata. ‘Adduuuhhh’, batin penulis kalau sudah bicara pelejaran bahasa Inggris. Maklum saja kalau untuk urusan nilai ulangan hingga ujian bahasa Inggris penulis itu tidak beda jauh dengan nilai ujian matematika terutama saat kelas III SMA yakni ‘Dji Sam Soe’ alias 2,3 dan 4. Sebuah nilai yang akhirnya membuat penulis memutuskan untuk tidak ikut SIPENMARU (maklum ndak pede saat itu).
Akhirnya penulis memilih untuk ikut ujian masuk D3 Politeknik di Universitas Indonesia dan alhamdulillah lulus. Tapi lagi-lagi ketemu dengan pelajaran bahasa Inggris lagi (hadduuhh , maklum penulis paling malas dalam urusan soal tense mulai dari simple, present hingga past tense), suka kesrimpet dalam penerapannya sehingga harapannya saat mengikuti pelajaran bahasa Inggris adalah lulus dengan nilai minimal alias C.
Hingga perubahan dialami penulis yakni saat tahu dosennya cantik kala itu (tahun 1996 seingat penulis), namanya Bu Dosen Endang Kris dengan kaca matanya dan terkadang dengan penampilannya yang anggun membuat penulis menjadi bersemangat belajar dan cepat mudeng kalau diajarin. Ditambah lagi posisi penulis sebagai ketua kelas EC A waktu itu membuat penulis sering berinteraksi dengan Bu Dosen baik soal persiapan ujian hingga materia yang terkadang diselingi dengan percakapan dalam bahasa Inggris.
Dan alhamdulillah penulis sukses melalui mata pelajaran bahasa Inggris saat kuliah dengan nilai baik, sebuah pencapaian yang lumayan (padahal waktu SMP pernah kursus bahasa Inggris di daerah Cipete, Jakarta Selatan) namun kayaknya tetap ndak mudeng … hehehehe. Kemauan belajar ditunjang Bu Dosen yang cantik sepertinya menjadi salah satu titik awal penulis bersemangat dalam hal belajar bahasa Inggris terutama dalam hal percakapan yang membuat untuk terus menambah kosa kata dalam bahasa Inggris.
Pekerjaan membuat terlatih berbahasa Inggris
Bersyukur sempat semangat dalam belajar dan percakapan dalam bahasa Inggris yang ternyata bermanfaat saat penerapan di dunia kerja. Walau harus diakui kadang penerapannya tidak pas antara kosa kata saat kuliah dengan kosa kata Inggris teknik yang penulis hadapi karena bekerja di Manufacture yang berbasis teknologi elektronika. Namun kepercayaan diri yang tumbuh saat percakapan bahasa Inggris menjadi nilai plus saat harus terjun dengan dunia luar Indonesia.
Pengalaman BT alias Bussiness Trip selama bekerja di PT. Sony Electronics Indonesia yang membawa penulis pergi ke Malaysia, Singapura hingga Dubai ,UEA menjadi ajang pembuktian kapasitas penulis dalam hal percakapan bahasa Inggris yang memang menjadi bahasa internasional dimanapun kita berada. Pengalaman menarik dialami penulis saat hampir 2 bulan di Dubai terutama ketika tertahan di bandara Dubai plus saat setting line untuk dismantle produk DVD Sony yang operatornya berasal dari India dan Pakistan.
Saat tertahan di bandara Dubai plus sulitnya bagian ticketing dalam menggunakan bahasa inggris (maklum mereka fasih bahasa arab), membuat penulis harus tertahan lima jam disana sebelum jemputan dari pihak SONY Dubai datang. Sedang saat set up line menjadi ujian kesabaran saat memberikan training kepada operator dari India dan Pakistan karena operator dari negaranya ‘Shakhrukh Khan’ benar-benar lambat untuk mengertinya beda dengan yang dari Pakistan.
“Please insert cable slowly .. slowly,” terang penulis sembari memberikan contoh kepada operator India tersebut.
“Yes Sir .. Yes Sir ,” Cuma itu yang dibilangnya saat penulis mengulanginya tiga kali.
Pas dicoba ekh insert cable ke konektornya terlalu kencang sehingga membuat konektornya slanting atau bengkok dan solderannya high up alias lepas. Diulang beberapa kali masih sama saja hingga saking keselnya penulis panggil saja boss-nya mereka untuk jelasin dalam bahasa India dan setelah itu pelan-pelan akhirnya Operator tersebut yang memang semuanya cowok tersebut paham (penulis Cuma bisa geleng-geleng lihat produk yang NG akibat proses operator tersebut).
Nah kalau dipabrik sekarang, justru ekspatriat Jepangnya yang ndak bisa bahasa Inggris. Sehingga kalau ada email dari customer dalam berbahasa Inggris sering memanggil penulis untuk membalasnya (kalau untuk sekarang sudah lumayan baik lah tidak banyak tanya, bisa jadi karena emailnya mulai banyak pakai bahasa kanji). Malah pernah ada tamu cabang pabrik di Inggris yakni Birmingham, penulis disuruh menjadi guide-nya selama ada di pabrik.
Pusing-pusing sambil jelasin proses kerja penulis selingin aja bicara soal liga Inggris utamanya Liverpool, dijamin dech jadi makin seru obrolannya. Apalagi nich temu penggemar berat Manchester United, jadinya acara kunjungannya lebih banyak bicara soal bola dan tentang bagaimana mereka kalau sudah pas jamnya bola mereka suka kabur alias pulang cepat, kalau disini mah bisa berabe.
Pengalaman disekolah, kampus dan dunia kerja tentang bahasa Inggris memang cukup berwarna. Satu hal adalah jangan pernah menyerah untuk belajar bahasa Inggris karena itu akan berguna nantinya dan itu benar-benar penulis rasakan saat terjun didunia kerja dimana bahasa inggris menjadi keseharian baik dalam urusan email, membuat presentasi di BOD hingga menjawab customer complain.
Ayo semangat belajar bahasa Inggris, apalagi jika bu guru atau dosennya cantik.
Salam Kompasiana,
Wefi