Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga Pilihan

Aturan "No Contest" Layak Diterapkan di Kompetisi ISL dan Turunannya

29 Oktober 2014   18:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:17 61 1
Dua hari off menulis tentang sepakbola nasional/ internasional, persiapan audit CSR dari customer cukup menyita waktu dalam mempersiapkan semua detail yang diperlukan untuk audit tiga tahun sekali tersebut. Yang menjadi fokus kali ini adalah tentang kasus memalukan yang terjadi dilaga pamungkas Divisi Utama PSSI yang mempertemukan PSIS Semarang vs PSS Sleman yang menentukan juara dan runner up grup.

Dan seperti yang kita ketahui akhirnya yang terjadi dalam laga yang kurang menarik (maklum kedua tim berusaha menghindari Borneo FC yang dianggap sebagai klub hebat yang bisa menjegal mereka .. hadduuuh kalau ini alasannya sungguh aneh lha wong belum ketemu saja sudah ndak yakin menang). Kedua tim akhirnya saling berlomba untuk mencetak gol kegawang sendiri dan pertandingan berkesudahan 3-2 untuk kemenangan PSS Sleman.

“Sekarang internal PSSI sudah melakukan investigasi, sehingga kami akan menunggu sebelum memutuskan akan bersikap apa,” ungkap Menpora yang baru, Imam Nahrawi

Biarlah PSSI melalui PT. Liga Indonesia serta Komisi Disiplin pimpinan Prof. Hinca Pandjaitan menyelesaikan kasus yang mencoreng persepakbolaan nasional ini, diskualifikasi kedua klub sebagaimana yang diberitakan mungkin menjadi keputusan yang berat tapi harus dilakukan plus juga untuk para pemain , pelatih, manajemen tim serta mungkin wasit yang memimpin laga (jadi inget kasus sepakbola gajah Indonesia vs Thailand nich).

Penulis mencoba memahami dari sisi wasit dan pengawas pertandingan tentang laga yang menghasilkan lima gol bunuh diri tersebut sembari mencoba mencari satu solusi agar kasus seperti tidak terjadi dikemudian hari (maklum bro mencoreng kembali kompetisi sepakbola nasional).

“Secara peraturan tidak ada yang dilanggar. Tapi memang aneh karena gol bunuh dirinya. Sepanjang karir baru kali pertama melihat seperti ini. Sebagai manusia saya tidak ingin jadi saksi sejarah kejadian itu. Saya malu,” kata Hulman Simanungsong.

“Kami coba berpegang pada peraturan dasar pertandingan. Tidak ada aturan yang bisa digunakan untuk menghentikan pertandingan. Saya tidak bisa memanggil pemain kedua tim karena bisa jadi intervensi. Ini laga krusial, jadi tidak bisa dihentikan begitu saja,” lanjut Hulman saat menuju ruangan Komisi Disiplin.

“Dua hal yang bisa menghentikan pertandingan hanya force de majure atau bencana alam dan tinggal tujuh pemain. Sehingga secara peraturan tidak ada yang bisa membuat kami menghentikan pertandingan. Gol bunuh diri terjadi pada menit ke-87, bukan 78. Itu sedikit terbalik dalam laporan pertandingan,” kata pengawas pertandingan (PP), Jufrisal. (sumber : Harian Top Skor)

Satu usul yang mungkin bisa diterapkan untuk melengkapi aturan yang sudah ada mengenai syarat penghentian laga seperti yang diungkapkan pengawas pertandingan adalah aturan ‘NO CONTEST’ yang diterapkan olahraga tinju. NO CONTEST merupakan keputusan dimana sang pengadil di ring tinju mempunyai hak untuk menghentikan laga apabila kedua petinju tidak saling menyerang alias hanya mutar-mutar saja didalam ring (jadi pusing tuch wasit jadinya).

Memang agak susah untuk menentukan sebuah klub yang bertanding tidak memiliki niat untuk bertanding, tetapi kalau memang ingin diterapkan PT. Liga Indonesia yang diisi oleh profesional dibidangnya tentunya bisa menerapkan parameter yang bisa menjadi pedoman awal dalam menilai sebuah tim memang berniat tidak sportif dari awal, sehingga wasit selaku pengadil dilapangan bisa mengambil tindakan tanpa takut dicap intervensi.

Tinju dan Sepakbola memang olahraga yang berbeda tetapi keduanya memiliki semangat yang sama yakni FAIR PLAY sehingga aturan ‘NO CONTEST’ layak diterapkan dikompetisi sepakbola nasional dimasa mendatang sehingga kasus yang terjadi dalam laga PSIS Semarang dan PSS Sleman tidak terulang lagi.

Salam Sepakbola nasional,
Wefi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun