Di Indonesia sendiri terdapat salah satu kasus malapraktik yang bermula ketika Jamie Irena Rayer Keet (45), seorang warga negara Australia, mengeluhkan sakit punggung dan demam pada 14 Februari 2024. Dokter berinisial SOM (30), yang bekerja di sebuah klinik di Kuta Utara, Badung, Bali, mendatangi rumah Jamie untuk memberikan perawatan. SOM memberikan 12 obat cair melalui suntikan infus tanpa persetujuan lisan maupun tertulis yang jelas dari Jamie atau keluarganya.
Meskipun suami Jamie telah menyebutkan bahwa istrinya alergi terhadap obat NSAID seperti Ibuprofen dan Aspirin, SOM tetap memberikan tindakan tanpa penjelasan rinci. Akibatnya, Jamie mengalami reaksi alergi serius berupa pembengkakan di wajah, mata, dan sesak napas setengah jam setelah tindakan.
Pihak keluarga pun melaporkan ke pihak yang berwajib, lalu jaksa menjerat SOM dengan Pasal 440 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang membawa ancaman pidana 3 tahun penjara atau denda hingga Rp250 juta. SOM tidak ditahan karena dianggap kooperatif dan ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara. Kasus ini telah dinyatakan lengkap (P21) dan akan segera disidangkan di Pengadilan Negeri Denpasar. Jaksa masih menunggu penetapan jadwal sidang.
Kasus malapraktik ini menuai kritik tajam karena melanggar hak pasien, profesionalisme tenaga medis, dan merusak kepercayaan publik. Dalam kasus ini, pasien atau keluarganya tidak diberikan informasi yang jelas terkait obat-obatan, padahal suami pasien telah menyampaikan adanya alergi terhadap NSAID. Tindakan ini melanggar Pasal 440 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang mewajibkan persetujuan medis secara tertulis, serta mencederai prinsip transparansi dan keselamatan. Dokter memiliki tanggung jawab hukum dan moral untuk memastikan keselamatan pasien, termasuk memeriksa riwayat alergi dengan cermat. Pelanggaran ini juga bertentangan dengan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, yang mewajibkan pelayanan sesuai standar kompetensi dan etika profesi.
