KETIKA genderang perang sudah ditabuh oleh Prabu Girindrawardhana Raja Kediri untuk kesekian kalinya ke kutharaja Trowulan, hati Sang Prabu Brawijaya V menjadi luluh. ‘Perang hidup-mati’ antara pasukan Kediri dengan Majapahit yang identik dengan Prang Bratayuda Jayabinangun pun pecah di daerah Jingga, dekat kutharaja Trowulan. Karena banyak para Adipati atau Tumenggung yang mbelot dan bergabung dengan Prabu Girindrawardhana, tak ayal prajurit Majapahit pun keteteran menghadapi prajurit Kediri, sedang sebagian yang lain meregang nyawa.