Hal yang bisa terjadi dari krisis musim bencana alam berdampak kepada krisis tata kelola pemerintahan. Seperti yang dilansir di atas, Jakarta yang berada di depan mata saja disikapi kurang koordinasi. Tulisan ini bisa menjadi cermin buat semua pihak untuk menyikapi keadaan di tahun 2014 dengan banyak berinstrospeksi diri. Kejadian-kejadian lain pun berselang muncul di awal tahun 2014; krisis hukum, krisis, sosial, krisis politik dan krisis ekonomi. Suasana menjelang 3 bulan masa pemilu (9 April) serasa kurang punya daya greget lagi. Sikap dan perilaku elit politik sudah mengarah kepada rasa pesimis masyarakat.
Saya mendapatkan satu obrolan warga masyarakat, banyak anggota dewan DPRD kurang lagi aktif masuk kantor. Hanya yang dikenal aktif saja yang masuk. Sindiran lain muncul, jangankan tidak mau aktif di masa akhir tugas sebagai anggota perwakilan rakyat - saat hari biasa saja memang sudah ada yang kurang aktif. Padahal yang melihat data caleg yang akan maju kembali masih besar dominan dari incombent. Bagaimana mau mengharap Indonesia yang bisa jauh lebih baik, bila gambaran situasi mendasar itu sudah menjadi pajangan harian.
13 korban meninggal akibat banjir di Sulawesi Utara, 13 titik ruas jalan menghambat di ibukota. Wagub DKi bertahan dengan ingin mengajukan modifikasi cuaca dengan akumulasi anggaran 20 milayar daripada merugi 20 trilyun - sungguh pernyataan seperti ini membuat saya - sebagai awam dibidang itu bingung. Semoga saja perputaran situasi di tahun 2014 yang mengakumulasi serba krisis tidak benar adanya. Itulah harapan kita semua
Pattunuang Asue: 180114