Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Propaganda Patriarki dalam Novel Aku Lupa Bahwa Aku Perempuan

14 Juli 2023   15:08 Diperbarui: 14 Juli 2023   15:18 288 0
Kadang saya merasa heran masih banyak orang berpandangan bahwa membaca novel (sastra) terkesan tak elit, cenderung cheesy, sok romantis, bahkan katanya tak ada unsur intelektualis tidak seperti literatur lainnya.

Bagi beberapa orang membaca Fihi Ma Fihi nya Rumi atau Das Kapitalnya Karl Marx lebih keren ketimbang membaca antologi puisi Mbah Djoko Damono. Membaca Madilognya Tan Malaka dan Sejarah Tuhan karya Karen Amstrong lebih bermanfaat ketimbang Perempuan di Titik Nolnya Nawal El Shadawi atau Beyond the Veilnya Fatima Mernissi atau Wanita Berkalung Surbannya Abidah El Halieqy.

Padahal buku apapun itu, mau itu sastra mau itu referensi ilmiah sama saja selagi menambah khazanah keilmuan kita. Tapi bukan itu yang ingin saya bahas, hanya ingin sedikit berbagi unek-unek mengenai novel yang cukup kontroversial karya Ihsan Abdul Quddus.

Melalui sastra terutama novel, pengarang dapat mengkomunikasikan sebuah pesan. Dimana pesan tersebut merupakan sebuah proses pembentuan makna, seperti halnya kemunculan novel "Aku Lupa Bahwa Aku  Perempuan" karya dari Ihsan Abdul Quddus. Dimana dalam novel ini Ihsan sang penulis merepresentasikan perjuangan keadilan gender dalam sudut pandang laki-laki melalui tokoh Suad yang menempatkan posisi perempuan sebagai subyek sekaligus obyek, sehingga pada akhirnya tidak peduli seberapa keras upaya yang dilakukan oleh perempuan (Suad) dalam mencapai keadilan hanya akan menempatkannya dalam posisi lemah.

Mengapa demikian? Karena representasi keadilan gender yang ditampilkan dalam novel ini tidak lebih dari pandangan-pandangan skeptis Ihsan Abdul Quddus sebagai penulis yang sekaligus juga laki-laki dalam menempatkan perjuangan keadilan gender yang dilakukan oleh prempuan hanya akan berakhir dengan kegagalan. Jika tidak dalam satu ranah maka kedua-duanya, hal itu dapat dilihat dari pernyataannya "setiap orang memiliki dua sisi: satu untuk orang lain, satu untuk dirinya sendiri. Mustahil menyatuan keduanya". Itu artinya menurut novel ini, jika perempuan berhasil dalam ranah publik maka ia akan gagal dalam ranah domestik. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun