Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Rumah Keris Si Ginjai

22 Oktober 2014   04:39 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:11 61 0
Anak dara Poyang Depati benar-benar idaman hati. Ibarat kembang, ia tak henti-henti dirubung kumbang. Para pria ciut nyali, apa mau dikata, cuma bisa curi pandang. Sementara para jejaka sejati, selalu tak mampu menyembunyikan isi hatinya untuk meminangnya. Sayang seribu sayang, si jelita tetap bergeming. Si anak dara tak mengijinkan satu kumbang pun untuk mencicipi sari madunya.

Ayahnya, Poyang Depati itu, agak risau dibuatnya. Pimpinan kelompok suku Batin ini khawatir, sikap anaknya bisa saja melukai perasaan banyak orang. Ia tak ingin ada asmara berujung malapetaka. Itu sebabnya, demi keselamatan putrinya, Poyang Depati memboyong seluruh anggota keluarga dan warganya untuk meninggalkan Koto Rayo, sebuah dusun yang letaknya sekitar dua kilometer sebelah ilir Rantau Limau Manis.

Potongan cerita rakyat itu berkelebatan begitu saja ketika berencana mengunjungi Museum Negeri Jambi. Pikiran liar bahkan mulai mereka-reka di sudut-sudut manakah di gedung itu, perempuan rupawan itu biasa menghabiskan hari-harinya. Imaji nakal malah mulai tak terkendali, tak sabar untuk lekas-lekas menengok kamar tidurnya, kalau bisa mengintip kamar mandinya sekalian. Elok nian rasanya.

Kumpulan rasa penasaran di alam bawah sadar itu dipicu oleh fakta bahwa arsitektur bangunan Museum Negeri Jambi memang diilhami oleh rumah kediaman keluarga besar Poyang Depati dan marga Batin lainnya. Sejak meninggalkan Koto Rayo, marga ini terpencar di beberapa dusun, salah satunya di Rantau Panjang. Hebatnya mereka masih mempertahankan bentuk rumah tradisionalnya sampai sekarang.

Rumah Lamo, demikian orang Jambi menyebut rumah adat marga Batin ini. Sebutan lain yang sangat populer adalah Kejang Lako, karena kedua ujung bubungan atapnya sedikit melengkung ke atas hingga menyerupai bentuk perahu. Gedung Museum Negeri Jambi yang dibangun tahun 1981 adalah replika rumah Kejang Lako ini. Museum ini menyimpan sejumlah bukti sejarah masa lalu, termasuk kekayaan alam dan budaya Jambi.

Di dalam gedung seluas empat ribu meter persegi ini, setidaknya terdapat 2.855 buah koleksi dari berbagai topik. Mulai dari seksi geologi, biologi, filologi, etnografi, arkeologi, historis, keramik, seni rupa, sampai teknologi. Di museum yang dibangun tahun 1981 ini juga terdapat benda-benda peninggalan masa prasejarah seperti beliung batu dan sebagainya. Boleh dikata, koleksi museum ini terbilang sangat lengkap.

Beberapa koleksi yang menjadi ikon museum ini antara lain arca Avolokiteswara terbuat dari emas yang ditemukan di situs Rantau Kapas Tuo pada 1991. Kemudian medali emas bersegi tujuh dan berangka tahun 1298 Hijriyah, yang merupakan hadiah dari Kerajaan Turki Ustmani. Ikon lainnya adalah sebilah keris Siginjai. Senjata pusaka ini dahulu digunakan oleh salah seorang Raja Jambi gagah perkasa yang bernama Orang Kayo Hitam.

Kisah-kisah tentang tuah Siginjai masih menjadi buah bibir seluruh masyarakat “Negeri Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” sampai kini. Itulah sebabnya, replika Kejang Lako anak dara Poyang Depati yang semula bernama Museum Negeri Jambi, kemudian berganti menjadi Museum Siginjai. (naskah dari berbagai sumber; foto dari sumatfeet.wordpress.com)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun