Langkah presiden segera memicu polemik. Sebagian masyarakat menganggap presiden telah melecehkan umat Islam dan tidak menghargai Ramadan serta Idulfitri. Bahkan, ada yang menuntut presiden minta maaf. Konyol memang ego mayoritas seperti ini. Sebab melarang promosi kuliner yang tidak mencerminkan mayoritas merupakan sikap yang penuh kesempitan. Apalagi segera dikaitkan dengan agama dan etnis tertentu.
Menteri Perdagangan sebagai pihak yang berkepentingan dengan promosi presiden tersebut langsung angkat bicara. Selain meminta maaf atas kegaduhan yang timbul, Mendag juga mengajak masyarakat untuk memahami konteks promosi kuliner dalam rangka menghargai keberagaman masyarakat Indonesia.