Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kurma Pilihan

Memberi Imbalan untuk Anak yang Tuntas Puasanya

2 Mei 2021   20:23 Diperbarui: 2 Mei 2021   20:28 794 7
Saya punya keponakan laki-laki berusia 9 tahun. Ia masih kelas 3 SD di sekolah berbasis pendidikan Islam.

Secara umum ia mendapat pengajaran sesuai kurikulum pendidikan nasional. Namun, muatan pelajaran agama yang ia terima di sekolah lebih besar dibanding sekolah negeri. Bahkan ada jam tambahan khusus untuk memperdalam materi agama di luar waktu belajar reguler. Oleh karena itu saat usianya 7 tahun ia sudah mulai lancar membaca Al Quran dan tahun lalu untuk pertama kalinya ia menjalankan ibadah puasa Ramadan nyaris sebulan penuh.

Menurut pengakuannya yang kemudian dibenarkan oleh kakak saya, puasa tahun lalu ia hanya batal 4 hari. Itu pun karena tergoda oleh adiknya yang memang belum berpuasa sehingga sering makan dan minum di depannya.

Meski belum sebulan penuh berpuasa, keponakan saya ini cukup bangga dengan prestasi puasanya. Saat itu saat sering kali saat kami sedang video call, ia mengulang kabar keberhasilannya menjalankan puasa Ramadan untuk pertama kalinya. Tentu saya salut. Sebab kalau ingat zaman dulu, rasanya saya baru mampu berpuasa dengan baik saat duduk di kelas 5 SD.

Selain bangga dengan capaian ibadah puasa Ramadannya, keponakan saya juga sempat memamerkan tabungannya. Dengan polos ia katakan bahwa orang tuanya telah memberi imbalan atas puasanya.

Usut punya usut, ternyata kakak saya menjanjikan ganjaran Rp20.000 perhari jika keponakan saya bisa berpuasa dengan baik. Iming-iming itu rupanya membuat keponakan saya lebih termotivasi sehingga mampu menyelesaikan 26 hari puasa. Maka saat lebaran kakak saya menepati janji dengan memberikan salam tempel yang lumayan jumlahnya.

Mengetahui hal tersebut saya sempat bertanya-tanya. Apakah itu cara yang baik? Haruskah ada iming-iming imbalan? Tidakkah ada rasa khawatir jika itu justru akan menimbulkan cara pandang yang keliru pada diri anak tentang ibadah puasa?

Saat saya mengajukan pertanyaan tersebut, kakak saya menjawab santai dengan mengatakan bahwa hadiah itu hanya bagian kecil dari caranya mendidik sang anak berpuasa. Lagipula uang itu pada akhirnya tidak dipegang oleh keponakan saya, melainkan disimpan kembali oleh kakak saya dengan perjanjian sebagai tabungan untuk membeli sepatu, buku, peralatan sekolah, dan paket internet. Keponakan saya tidak protes.

Selain itu kakak saya membuat aturan lain sebagai penyeimbang iming-iming uang hadiah puasa. Artinya, hadiah puasa akan diberikan dengan syarat tertentu. Pertama, keponakan saya harus tertib mengerjakan soal pelajaran sekolah yang dikirim gurunya setiap hari. Hasil pekerjaan ditulis di buku dan dipotret. Fotonya kemudian dikirim ke kakak saya sebagai laporan. Kedua, keponakan saya juga harus mengaji setiap hari. Rekaman video atau suaranya pun harus dikirimkan lewat whatsapp sebagai setoran. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun