Keinginan untuk memangkas rambut sudah ada beberapa hari sebelumnya. Sebab rambut sudah mulai panjang dan kurang beraturan. Di beberapa sisi rambut mulai susah dirapikan meski sudah disisir.
Bagi saya irisan rambut di dekat telinga dan belakang dekat tengkuk atau leher merupakan sisi yang paling mudah menimbulkan rasa tidak nyaman. Itu saya jadikan indikator kapan harus memangkas rambut. Setiap kali memangkas rambut hal sama yang selalu saya ucapkan kepada pemangkasnya ialah, "tolong rapikan samping dan belakang".
Keputusan untuk memangkas rambut Minggu pagi itu juga berangkat dari pelajaran dan pengalaman kurang enak saat Ramadan setahun kemarin. Pada Ramadan 2020 saya harus memulai dan menjalani puasa dengan kondisi rambut yang kacau.
Datangnya pandemi Corona tahun lalu membuat saya memilih untuk menunda memangkas rambut. Ada rasa khawatir mengenai tempat pangkas rambut dan aktivitas bercukur di tengah pandemi yang baru sedang meninggi. Beberapa tempat pangkas rambut di sekitar tempat tinggal juga tutup. Sebuah tempat pangkas rambut di timur MM UGM tetap buka pada saat itu, tapi saya pun tetap khawatir dan ragu untuk mendatanginya.
Saya sebenarnya sempat menemukan seorang pemangkas rambut panggilan pada awal Ramadan lalu. Ia seorang pemilik tempat pangkas rambut di daerah Condong Catur, Sleman. Saya menemukannya di media sosial lewat pencarian dengan tagar #pangkasrambutjogja.
Rupanya saat pandemi tahun lalu, ia menutup tempat usahanya untuk beberapa waktu dan beralih menerima layanan pangkas rambut dari rumah ke rumah secara panggilan. Tarifnya ditetapkan berdasarkan tarif reguler ditambah biaya transportasi sesuai jarak tempat tinggal klien.
Saat itu kami sudah sepakat soal tarif. Ia menawarkan Rp30.000 kepada saya karena lokasinya tak terlalu jauh dari tempatnya berada. Pembayaran akan dilakukan di tempat setelah rambut saya dirapikan. Waktunya pun disepakati. Ia berjanji akan datang ke tempat saya pukul 11.00. Melaluiwhatsapp saya kirimkan share loc untuk memudahkannya.
Namun, pada hari dan jam yang telah disepakati, ia tak kunjung tiba. Sempat saya mengirim whatsapp untuk memastikan kedatangannya. Akan tetapi cukup lama whatsapp saya tak terbalas.
Baru selepas pukul 13.00 ia membalas whatsapp saya. Saya ingat bunyi pesannya, "maaf mas, bagaimana kalau sore nanti jam 4 saja?".
Dikarenakan pada jam itu saya sudah terlanjur memiliki agenda kegiatan di luar, maka dengan terpaksa janji untuk bertemu dan memangkas ramput saya batalkan. Saat saya tanyakan kemungkinan hari dan jam lain sesuai keinginan saya, ia tak segera menjawabnya. Barangkali ia sedang sibuk dan banyak menerima panggilan orang-orang yang juga mau dirapikan rambutnya.
Pada akhirnya saya tak pernah jadi memangkas rambut. Saya membiarkan rambut tak terurus sepanjang Ramadan tahun lalu. Bahkan, saya baru pergi ke tempat pangkas rambut pada akhir Juni atau sebulan setelah lebaran. Kebetulan tempat pangkas rambut langganan saya di dekat kampus UGM sudah buka lagi. Walau harganya naik menjadi Rp15.000, tapi saya bersyukur ia sudah kembali membuka tempat usahanya.
Tentu saja saat itu kondisi rambut saya sudah lumayan buruk. Memang tidak sampai menjadi panjang berurai, tapi untuk standar saya kondisinya bisa dikatakan hampir gondrong. Paling tidak setiap kali melakukan panggilan video dengan keluarga, orang tua dan saudara berulang kali mengingatkan soal rambut yang bentuknya sudah tidak sedap dipandang itu. Kalau dipandang saja sudah tidak sedap, apalagi saya yang merasakannya langsung. Memang tidak nyaman.
Pengalaman tersebut mungkin terkesan remeh. Namun, menjadi salah satu pelajaran dan pertimbangan penting bagi saya untuk menyiapkan diri menjelang Ramadan kali ini, terutama di tengah pandemi yang masih belum banyak berubah kondisinya.
Tak ingin berpuasa dengan rasa kurang nyaman akibat rambut yang berantakan lagi, saya putuskan untuk merapikannya lebih selagi tempat pangkas rambutnya masih buka. Siapa tahu pada awal puasa pemiliknya libur. Mungkin juga kalau saya menunda untuk memangkas rambut sampai menjelang atau setelah Idulfitri, tempat-tempat pangkas rambut sudah tutup ditinggal pemiliknya mudik. Yang jelas saya tak bisa memotong rambut sendiri. Pernah mencobanya, tapi hasilnya sama sekali tak baik.
Lagipula memangkas dan merapikan rambut sebelum Ramadan boleh dianggap sebagai bentuk keseriusan untuk menyambut bulan suci dengan cara menyiapkan diri dalam kondisi terbaik dan bersih.
Setelah menunggu sekitar 10 menit, giliran saya pun tiba. Duduk di kursi menghadap cermin lebar, saya meminta agar kali ini rambut saya dipangkas agak pendek. Agar lebih awet rapinya.