Gangguan pada stabilitas ekonomi dan sistem keuangan akibat berbagai tekanan di berbagai sektor sangat mungkin terjadi. Pertumbuhan ekonomi yang anjlok, jatuhnya kegiatan ekonomi dan industri domestik, meningkatnya jumlah pengangguran, dan daya beli yang menurun, harus segera diredam.
Di sisi lain penanganan pandemi yang bertumpu pada pembatasan mobilitas dan jaga jarak memiliki implikasi tersendiri. Sadar bahwa risikonya tidak ringan, Presiden Joko Widodo pada 31 Maret 2020 menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Covid-19. Perppu ini resmi menjadi undang-undang pada 18 Mei 2020.
Lewat instrumen tersebut Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diberikan perluasan kewenangan. Ini merupakan langkah awal yang penting untuk memitigasi kerentanan dan kondisi darurat yang mungkin terjadi. Selain itu digelontorkan dukungan fiskal sebesar Rp677,2 triliun untuk berbagai sektor.
Dua langkah di atas mengindikasikan bahwa upaya menjaga Stabilitas Sistem Keuangan dalam situasi pandemi merupakan salah satu prioritas dan pekerjaan besar. Apalagi pandemi belum diketahui kapan akan berakhir. Sepanjang itu pula banyak ketidakpastian.
Menghadapi gelombang ketidakpastian, sistem keuangan nasional harus dijaga secara maksimal untuk mencegah gelombang krisis semakin dalam. Stabilitas Sistem Keuangan yang terjaga dan berfungsi secara efektif serta efisien akan memberikan "imunitas" terhadap berbagai kerentanan sehingga perekonomian dan pembangunan bisa tetap bergerak maju.
***
Pekerjaan besar hampir tidak mungkin bisa dijalankan oleh hanya segelintir pihak. Memang menjaga Stabilitas Sistem Keuangan merupakan otoritas Pemerintah, Bank Indonesia serta lembaga lainnya yang memiliki wewenang. Benar bahwa senjata utamanya berada di Bank Indonesia melalui kebijakan-kebijakan makroprudensial.
Namun, banyak unsur yang saling berinteraksi dalam sistem keuangan. Ada lembaga keuangan (bank dan nonbank), pelaku pasar keuangan, korporasi, dan rumah tangga. Masalah pada salah satu unsur bisa mempengaruhi sistem secara keseluruhan dan berdampak pada sistem keuangan yang berpotensi menimbulkan krisis.
Oleh karena itu, sebagai masyarakat sekaligus bagian dari ekosistem rumah tangga kita tidak boleh menutup mata. Sebagus apapun skenario penangangan oleh pemerintah dan secanggih apapun senjata makroprudensial Bank Indonesia, hasilnya tidak akan maksimal tanpa dukungan masyarakat.