Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Inilah Bentang Alam Indonesia Kandidat Geopark UNESCO

25 Mei 2013   09:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:03 454 16

Global Geopark adalah penghargaan dan penetapan yang diberikan oleh badan PBB UNESCO terhadap kawasan atau bentang alam di dunia yang memiliki keunikan dan keistimewaan baik dari segi geologi maupun sosial budaya. Pada perkembangannya program yang mulai digagas pada tahun 1999 ini memiliki pesan membanugn keselarasan antara pembangunan yang berkelanjutan, konservasi dan pemberdayaan komunitas masyarakat.

Semenjak konferensi pertamanya digelar pada 2004 di China, hingga 2012 UNESCO telah menetapkan 90 geopark dunia yang tersebar di 26 negara, salah satunya Indonesia. Sayangnya meski memiliki banyak bentang alam yang unik dengan beragam warna kehidupan sosial dan budaya, sampai saat ini baru ada 1 tempat di Indonesia yang ditetapkan oleh UNESCO pada September 2012 sebagai “Taman Bumi” yakni Gunung Batur, Bali. Di sisi lain China menjadi negara terbanyak pemilik taman bumi UNESCO dengan lebih dari 25 Geopark. Geopark lainnya banyak terdapat di negara-negara Eropa seperti Spanyol, Italia, Perancis, German hingga Yunani.

Kini sejumlah tempat di Indonesia tengah disiapkan untuk diajukan kembali sebagai calon Geopark UNESCO yang baru. Tempat-tempat itu seperti Danau Toba, Lombok & Rinjani dan Gunung Sewu. Ketiganya adalah kandidat yang pernah diajukan bersamaan dengan Gunung Batur.

Dari ketiga kandidat tersebut, Gunung Sewu adalah kawasan yang mungkin keunikannya belum banyak diketahui oleh masyarakat Indonesia. Padahal Gunung Sewu secara internasional kerap dibandingkan dengan kawasan karst Libo dan Shilin yang merupakan Geopark UNESCO di China.

Gunung Sewu adalah kawasan yang membentang dari Gunung Kidul, Yogyakarta, Wonogiri di Jawa Tengah hingga Pacitan di Jawa Timur. Kawasan ini memiliki bentang alam karst dan landskap unik bebatuan dengan berbagai perbukitan, pegunungan dan gua alam yang menawan. Potret sosial budaya di kawasan ini juga menarik. Pada 13 Mei 2013 Gunung Sewu ditetapkan sebagai Geopark Nasional oleh Komite Nasional Geopark Indonesia.

Salah satu tempat yang diunggulkan di Gunung Sewu untuk ditetapkan sebagai bagian Geopark UNESCO adalah “Gunung Api Purba" di Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Keindahan alamnya boleh dikatakan sangat menonjol sehingga pamornya justru lebih dikenal dibanding kawasan Gunung Sewu sendiri.

Gunung Api Purba yang memiliki ketinggian 200-700 mdpl berjarak kurang lebih 1 jam perjalanan dari kota Yogyakarta. Semenjak dibuka tahun 2001, Gunung Api Purba Nglanggeran perlahan dikenal luas sebagai kawasan ekowisata dengan bentang alam yang sangat unik dan eksotik. Perjalanan menuju tempat ini juga menyuguhkan pemandangan hijau yang menawan, seolah menjadi wajah lain dari Gunung Kidul yang selama ini dikenal sebagai daerah kering di Yogyakarta. Foto-foto di bawah ini dapat mewakili wajah serta keunikan gunung yang diduga pernah aktif 70 juta tahun lalu ini.

Gunung Api Purba Nglanggeran adalah sebuah potret bentang alam berupa bebatuan besar menjulang di antara rimbun hijau pepohonan. Tempat ini memiliki pesona menawan di atas puncaknya yang dapat dicapai selama 1,5 jam berjalan dari gerbang masuk kawasan ekowisata. Meski jalanannya menanjak dengan tanah dan bebatuan yang agak terjal dan licin, namun saat ini beberapa jalan bertangga sudah dibuat untuk memudahkan perjalanan. Sepanjang perjalanan menuju puncak inilah sebenarnya kita bisa menyaksikan banyak spesies Anggrek. Sayangnya hal ini belum banyak diketahui baik oleh pengelola, masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung.

Selain jalur reguler yang disediakan untuk menuju puncak Gunung Api Purba, beberapa rute lain dapat ditempuh. Namun jika memilih melewati rute ini, persiapan fisik hingga mental diperlukan. Di samping waktu tempuhnya jauh lebih lama, peralatan pendukung seperti GPS, sarung tangan, tali dan tentu seja bekal minum/makanan mutlak diperlukan. Rute ini hampir tidak dilewati wisatawan.

Gunung Api Purba Nglanggeran memiliki berbagai tipe habitat yang memungkinkan beragam tumbuhan dan hewan hidup. Uniknya jika melalui jalur reguler, kita lebih banyak akan menjumpai tipe habitat dengan pepohonan berkanopi teduh dengan lantai tanah yang dipenuhi banyak herba. Oleh karena itu melewati jalur reguler kita tak perlu khawatir kepanasan karena kondisinya seperti menembus hutan rimbun. Kondisi yang sebaliknya akan kita jumpai jika mengambil rute-rute asing dari arah yang berlawanan. Di bagian ini Gunung Api Purba Nglanggeran memiliki tipe habitat yang relatif terbuka dengan bebatuan dan seresah kering mendominasi sebagai lantai dan semak menjadi pagarnya. Menapaki rute ini jauh lebih menantang karena terik matahari dan menguras energi. Tapi jangan anggap di bagian ini Gunung Api Purba miskin biodiversitas.

Tak hanya bentang alam, keanekaragaman hayati dan struktur geologinya yang menarik, masyarakat di sekitar ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran juga masih menjunjung tinggi budaya dan tradisi mereka. Aktivitas keseharian masyarakat di tempat ini mungkin menjadi hal yang langka bagi sebagian wisatawan yang berasal dari perkotaan. Kenduri, memasak sajian tradisional hingga bercocok tanam di sawah menjadi bagian dari keseharian masyarakat yang terus dirawat. Keramahan khas desa membuat wisatawan dapat merasakan kehidupan yang bersahaja di tengah keindahan alam Nglanggeran. Wajar jika di awal Juni 2013 mendatang, seperti diberitakan kompas.com di sini, sebanyak 100 wisatawan mancanegara akan berkunjung ke Gunung Api Purba ini untuk mengikuti program wisata live in.

Gunung Api Purba Nglanggeran memang lebih dari sekedar bebatuan biasa. Berbagai keunikan dan keistimewaannya akhirnya menarik perhatian UNESCO. Seperti diberitakan di halaman Kedaulatan Rakyat dan sejumlah media lainnya, pada akhir tahun 2012 lalun utusan UNESCO melakukan kunjungan awal ke Gunung Api Purba Nglanggeran  untuk meninjau dan mempelajari kemungkinannya sebagai kandidat Geopark dunia.

Semoga saja Indonesia dapat menambah daftar Taman Bumi nya. Meskipun demikian apresiasi dan kebanggaan terhadap alam dan budaya negeri sendiri tak perlu menanti datangnya penghargaan Internasional. Merawat budaya dan keindahan alam adalah kewajiban seluruh masyarakat Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun