Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Monumen Batik Yogyakarta Tak Banyak Diketahui Masyarakat

4 Oktober 2013   08:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:01 1323 9

Bermula dari rasa heran seorang kawan yang datang ke Yogyakarta sekitar 2 minggu lalu. Kepada saya ia mengungkapkan keheranannya terhadap sejumlah orang, termasuk tukang parkir dan tukang becak di Malioboro yang tak tahu letak sebuah tempat yang hendak ia tuju saat itu. Saat itu ia ini melihat sebuah monumen yang konon berada di Malioboro. Namun beberapa orang yang ditemuinya ternyata menjawab sama yakni tidak tahu. Akhirnya ia berhasil menemukan tempat tersebut dari seorang tukang becak lainnya yang ia temui di depan sebuah mall di Malioboro. Monumen tersebut ternyata sangat dekat.

Mendengar ceritanya waktu itu saya sempat ikut merasa heran. Bahwa Monumen Batik tidak ada tercantum di beberapa buku dan peta panduan wisata Yogyakarta mungkin benar adanya. Tapi apakah juga banyak masyarakat Kota Jogja termasuk penghuni Malioboro yang tidak mengetahui keberadaan Monumen Batik?. Sebuah monumen yang beradadi titik Nol Yogyakarta, di ujung kawasan Malioboro tempat yang tak pernah sepi dari kawanan manusia.

Monumen Batik Yogyakarta.

Teringat cerita pengalaman kawan tersebut, sekaligus menuntaskan rasa penasaran, kemarin sore ketika hendak pulang saya menyempatkan memutar melintasi Malioboro. Setelah memarkir kendaraan, saya pun bertanya kepada tukang parkir. “Pak, ngertos Monumen Batik teng pundi?”. Saya bertanya seakan-akan tidak tahu tempat tersebut. Beberapa detik tukang parkir itu tampak berfikir. Ia tak menjawab tapi melempar pertanyaan ke penjual lesehan di dekatnya. “Waduh, ora ngerti aku”. Penjual lesehan ternyata tidak tahu. Tukang parkir pun mengamini. “Mboten ngertos mas, mbok malah teng Kraton?”. Tukang parkir itu menjawab, kurang lebih artinya “nggak tahu mas, apa mungkin di Kraton?”.

Sayapun mengangguk pelan lalu melanjutkan berjalan kaki. Beberapa meter kemudian seorang tukang becak menawari tumpangan, “becaknya mas, 5 ribu saja ke bakpia, ke dagadu”. Sayapun berhenti,bukan untuk menumpang becak melainkan bertanya kembali letak Monumen Batik. Hasilnya sama, beliau tidak mengetahui Monumen Batik, malah mengesankan jika yang saya cari adalah Museum Sonobudoyo.

Titik Nol Kilometer Yogyakarta tempat Monumen Batik berada.

Memang akhirnya hanya 3 orang saja yang saya tanya tentang keberadaan Monumen Batik. Tapi ketidaktahuan mereka sudah cukup bagi saya untuk merasa terkejut danjuga heran seperti halnya yang kawan saya alami. Ternyata Monumen Batik yang berada persis di jantung kota Jogja belum banyak diketahui masyarakat kota Jogja termasuk oleh penghuni Malioboro.

Monumen Batik berada di ujung kawasan Malioboro, di sudut depan sisi selatan Gedung Agung Yogyakarta atau di seberang Gedung BNI. Letak Monumen persis berada di sudut persimpangan titik Nol Kilometer. Oleh karena itu lokasi Monumen Batik sebenarnya merupakan tempat yang selalu dilalui banyak pengunjung Malioboro. Tapi mengapa Monumen Batik justru tenggelam dan tak diketahui oleh banyak orang yang setiap hari melintasi landmark kota Jogja ini?.

Boleh jadi karena letaknya yang berada di ruang publik, di sebuah trotoar persimpangan jalan yang ramai sehingga orang melihatnya sebagai sebuah tugu biasa. Atau mungkin sejak awal Monumen Batik ini memang kurang disosialisasikan sebagai bagian dari daya tarik Malioboro yang dikenal menjadi ruang keragaman budaya Indonesia.

Monumen Batik Yogyakarta berwujud sebuah tugu dengan 6 tiang lampu berukuran besar. Tugu monumen berbentuk lebar berwarna merah dan hijau. Pada dua sisi dindingnya terdapat sebuah plakat yang mengadikan pernyataan ditetapkanya Batik sebagai Warisan Budaya Tak Benda dari Indonesia oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009. Dari plakat itu juga tertulis bulan peresmian monumen oleh Walikota Jogja saat itu Hery Zudianto pada Desember 2009.

Sementara 6 tiang lampunya memiliki dasar berbentuk segilima berukuran besar yang melebar sebagai kakinya. Pada setiap sisinya terpasang sebuah lukisan bergambar aneka motif batik Yogyakarta. Sementara di lantainya terpasang plakat berwarna keemasan yang memuat cerita pendek tentang asal dan makna dari setiap motif batik.

Ada 30 motif batik yang dapat dilihat di Monumen Batik. Beberapa di antaranya adalah motif Gembira Loka yang berisi aneka binatang dalam balutan pola kotak parang. Motif Gembira Loka berupa segiempat dengan motif utama binatang menggambarkan jenis-jenis binatang yang menghadirkan kesan gembira. Motif Gembira Loka merupakan karya cipta KRAy. Hastungkara.

Motif Gembita Loka dan Truntum.

Motif Semen Huk.

Motif Sekarjagad.

Motif lainnya adalah Semen Huk. Semen berasal dari kata semu yang artinya tumbuh. Sementara Huk dilukiskan sebagai embrio burung garuda diciptakan oleh Sultan Agung. Semeng Huk merupakan simbol sebuah kepemimpinan yang baik, takut kepada Tuhan, arif, bijaksana, melindungi dan dekat dengan rakyat.Dahulu Semen Huk tergolong ke dalam motif larangan yakni motif batik yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan putra mahkota.

Ada juga motif Truntum yang berupa ornamen-ornamen bunga tanjung menggambarkan bintang-bintang. Motif-motif batik khas Yogyakarta lainnya seperti Ciptoning, Peksi Manyura, Parang hingga Sekarjagad.

Namun sayang keberadaan Monumen Batik di ruang publik ini sepertinya tidak sesuai dengan harapan semula. Upaya untuk mengenalkan batik Yogyakarta secara lebih dekat kepada masyarakt justru membuat monumen ini tenggelam di tengah hiruk pikuknya Malioboro.

Sejumlah pedagang dan tunawisma menjadikan Monumen Batik sebagai tempat beristirahat.

Seorang duduk di salah satu sisi Monumen Batik Yogyakarta.

Ketidaktahuan banyak masyarakat termasuk para wisatawan akan keberadaan Monumen Batik semakin membuat prihatin jika melihat kondisinya saat ini. Sehari-hari selasar Monumen Batik dipenuhi para pedagang yang meletakkan dagangannya di bagian museum yang memuat koleksi batik. Botol-botol plastik bekas minuman hingga keranjang asongan diletakkan begitu saja di bagian museum. Para pedagang dan pengunjung lain tampaknya juga lebih nyaman menjadikan monumen ini sebagai tempat “leyeh-leyeh” tanpa memperhatikan apa yang ada di dekat mereka tersebut. Plakat-plakat yang memuat penjelasan tentang makna masing-masing motif batik akhirnya tertutup karena diduduki oleh pedagang. Lukisan motif batik juga kerap tertutup karena dijadikan tempat bersandar. Sejumlah tunawisma juga sering terlihat tertidur di monumen ini. Monumen Batik akhirnya menjadi tak jauh beda dengan trotoar biasa yang diambil alih oleh pedagang dan dilalui begitu saja oleh para pengunjung.

Monumen Batik juga terkesan kurang terurus. Meski kondisi catnya masih baik, namun beberapa bagian penting dari monumen ini sudah mengalami kerusakan. Beberapa lukisan motif batik sudah memudar, sebagian lainnya dipenuhi lumut dan noda kotoran. Baut yang mengikat kaca pelindung banyak yang hilang. Belum lagi sticker-sticker yang secara iseng ditempelkan di beberapa bagian monumen.

Lukisan motif batik yang berlumut dan baut pengencang yang hilang mengesankan jika Monumen Batik ini kurang terurus.

Sangat disayangkan Monumen Batik kurang dikenal dan terkesantenggelam dan di kota batik. Semoga Monumen Batik tak menjadi monumen untuk dirinya sendiri.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun