Hal ini sedikit banyak mengundang keraguan-raguan siswa, bayangkan ditengajh persiapan siswa harus berpikir ulang tentang Ujian Nasional. Untungnya ada Ujian Susulan, sehingga UN menjadi nomor 2. Ini pun juga terlihat dari sebulan sebelum Ujian Nasional dan Ujian Mandiri. Siswa mulai mendapatkan tingkat stress yang lumayan tinggi. Banyak siswa yang lebih memilh ke Bimbingan Belajar, dari pada ke sekolah. Tujuan mereka cukup realistis. ITB atau UGM.
Buat sebagian pemerhati dan pelaku pendidikan sesungguhnya hal ini menjadi sesuatu yang tidak pada tempatnya. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional dengan jelas-jelas menentang PTN yang mengadakan Ujian Mandiri sebelum pelaksanaan Ujian Nasional. Tetapi nyatanya Mendiknas pun tak mampu menghalangi niatan PTN-PTN favorit untuk menjaring siswa. Sehingga tanpa terasa Ujian Nasioanl hanyalah menjadi legalitas belaka. Terkadang ada sindiran cukup keras, kalau ujian Perguruan Tinggi Negeri bisa lulus, mana mungkn siswa gagal pada Ujian Nasional. Demikian rendahnya UN di mata para siswa dan masyarakat.
Kepergian siswa meninggalkan bangku sekolah menuju Bimbingan Belajar mulai terasa pada beberapa tahun terakhir. Hal ini dimulai saat Ujian Perguruan Tinggi semakin sulit diprediksi, dari tingkat kesukaran soal, jumlah peminat, batas kelulusan, biaya yang mahal dan tentunya waktu ujian. Waktu ujianlah yang paling menjadi kendala. Bayangkan 3 bulan sebelum Ujian, baru ada pemberitahuan. Hal ini banyak mengundang “gejala masalah”. Mulailah siswa berlomba mencari “bimbingan yang paling banyak membuat soal identik dengan ujian PTN”, bahkan yang menggunakan janji-janji dan jaminan.
Kondisi ini membuat posisi Ujian Nasional menjadi lemah. Siswa pasti akan memilih lulus PTN dulu, Ujian Nasional urusan nanti. Tanpa kita sadari dalam 3 tahun ini pengajaran di bimbingan belajar atau apa pun namanya sedemikian kreatif dan inovatif. Ini yang seharusnya ditiru para pendidik di Sekolah. Membuat belajar integral benda putar menjadi menyenangkan, menjadikan ksetimbangan kimia hal yang biasa, atau menghitung kecepatan mobil tabrakan dengan lenting sempurna menjadi keindahan,.. banyak hal yang membuat pelajaran menjadi berbeda.
Tetapi tidak semua hal menjadi indah dan positif, ada juga hal-hal yang membuat kita para pendidik menjadi berpikir ulang. Ada apa dengan mental siswa ? Terkadang ada siswa yang menggunakan jalur cepat, dan bukan dari proses pendidikan, tetapi merupakan hanya melihat hasil ujian, apa pun caranya. Mendiknas mengakui ada kebocoran, setiap tahun selalu berulang dan tidak membuat kita bangga sebagai guru. Selalu tanpa penyelesaian yang sebenarnya, yang mendidik dan terhormat. Apa pun hasil Ujian Nasional nanti, akhirnya akan berpulang kepada para pendidik, para siswa, para orang tua dan akhirnya para penentu kebijakan negeri ini. Banggakah dengan hasil tersebut ? Atau berpura-pura dengan kondisi nyata, bagaimana mereka ujian.
Kita berhasil mengajar, tetapi gagal mendidik. Tanpa mengurangi sisi perjuangan guru, tentunya kita tidak mungkin membiarkan, mata kejujuran menjadi hilang di dunia pendidikan. Selamat buat ananda yang Lulus dari Ujian Nasional dan Ujian Kejujuran, mohon maaf buat yang di luar hal itu. Secara kognitif anda lulus, tetapi moral dan mental anda perlu di revisi selama hidup.