- Bhw di UU dikdok, dokter umum (yg sudah internship spt skrg ini py pendidikan lanjutan setara spesialis, yaitu dgn sebutan DLP (Dokter Layanan Primer). Sebenarnya istilah ini "maksa" krn harusnya DLP itu dokter keluarga. Tapi krn dulu sempat ada keributan soal PDKI shg "terpaksa" pakai istilah DLP spy tdk kisruh. Tp memang utk sementara ini, kemenkes dan DPR setuju bhw yg dimaksud itu adalah Spesialis Famili Medisin (Sp.FM) yg akan diselenggarakan di universitas2 berakreditasi A (negeri maupun swasta), yg akreditasi B akan dijadikan jejaring. Dokter senior bahkan difasilitasi dengan berafiliasi melalui FK terdekat untuk kuliah tatap mukanya, dan selebihnya diadakan pembelajaran jarak jauh dengan tetap melayani kasus medis di tempatnya bekerja. Mungkin akan berafiliasi dengan puskesmas kecamatan yang beberapa di antaranya akan diupgrade menjadi RS tipe D.
- Pendidikan ini minimal 3 tahun. Tahun pertama adalah fokus rotasi pengayaan klinik di senter-senter pendidikan. Tahun kedua baru adalah tahap magang untuk bisa menjadi dokter dan manajer di faskes pelayanan primer Tahun ketiga tahap praktik sebagai pakar dokter di pelayanan primer sekaligus pendidik klinik di wahana primer . Tp utk dokter senior hy perlu ikut ujian kompetensi dengan cara portofolkio yang disesuaikan dengan pengalaman dan kemampuan masing-masing. Seluruh kegiatan berafiliasi dengan FK yang dipilih peerta masing-masing. Dan PDKI bekerjasama dengan berbagai pihak untuk memperoleh program beasiswa bagi anggotanya.
- Mengapa pendidikan Sp.FM untuk dokter senior dan junior dibedakan? Oleh karena zaman dulu semuanya dokter umum yg bahkan bisa mengoperasi pasien, tapi bisa makan waktu pendidikan 7-10 thn ditambah pengalaman praktiknya. Sehingga lulusan lama ini hanya perlu disegarkan ilmunya jika mau diputihkan mjd Sp.FM karena ilmunya sudah dianggap baik. Hanya saja bagi dokter yang sudah terlanjur mengambil spesialisasi lain, tetap harus ikut CME Sp.FM jika mau berpraktik umum karena belum tentu dia masih ingat detail dan update dari ilmu kedokteran umum dan tidak fokus dengann spesialisasinya sendiri. Sehingga dia tetap harus ikut CMEnya Sp.FM terus menerus . Lagipula kurang etis jika dia menguasai semua lini. Misalkan seorg Sp.PD ada di PPK 1 lalu merujuk pasien ke RS di mana dia jg bekerja di RS tsb sbg PPK 2, maaf kata, ini namanya serakah. Lantas bagaimana dengan dokter junior? Seiring zaman, dokter junior zaman sekarang memakai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) plus internship. Di sistem KBK ini, dokter junior lebih cepat mendapat gelar dokter yaitu 5 thn plus 1 thn internship untuk memfasilitasi mereka yang tidak mau jd klinisi sehingga tidak usah boros waktu seperti seniornya dulu yang juga banyak akhirnya tidak menjadi klinisi. Mungkin mereka bisa jd peneliti, ahli manajemen rumah sakit, atau public health. Sedangkan kalau mereka mau jd klinisi, mereka harus lanjut PPDS, termasuk kalau mau berpraktik umum, yaitu PPDS Sp.FM
- Shg berdasarkan hal di atas, program Sp.FM dibagi 2: program utk yg "senior" dan program utk yg "junior". Yg senior akan mengikuti program "recognized prior learning" dan uji kompetensi di tempatnya berpraktik sehari-hari, yg junior ikut PPDS Sp.FM scr penuh dengan "participant oriented education" dan "work placed based education". Shg kalaupun seorg Sp.Rad, Sp.PK, Sp.F dan spesialis lain yg mau berpraktik umum, dia tetap hrs ambil Sp.FM baru benar2 kompeten secara ideal maupun etis. Bahkan dia juga harus memperbaharui SKP Sp.FMnya, sama dengan sejawatnya yang "hanya" berkompeten sebagai Sp.FM saja.
- Ini bukan utk mempersulit tp utk meningkatkan kompetensi dokter layanan primer (terlepas dari sistem BPJS) dan meningkatkan derajat dokter layanan primer itu sendiri, termasuk dlm hal insentif dan remunerasi. Serta utk menekan angka kesakitan penduduk shg anggaran negara tdk membengkak. Karena DLP ini hrs menguasai 155 penyakit yg mrpkan 80 persen mslh kesehatan di masyarakat. Tp utk masa peralihan ini, dokter umum yg skrg tetap bebas berpraktik. Akan ad pemutihan bertahap dgn standar terukur. Negara lain sudah melakukan pemutihan sejak thn 70-an. Kita sudah tertinggal 30 tahun.
- Apa yg tertera di UU dikdok adalah yg jg ad di negara lain walau dengan sebutan GP ataupun family medicine specialist yg pasti memang standarnya hrs menempuh tambahan pendidikan lagi stlh internship. Jk kita tak mampu menyamainya maka akan tersingkir di era AFTA 2015 di mana dokter asing boleh msk ke RI dan sebaliknya.
- Lagipula selama ini dokter umum tak py "rumah" baik di RS maupun di FK. Namun dgn Sp.FM ini semua akan berubah krn dokter umum memiliki Departemen Famili Medisin di RS maupun di FK dan merupakan syarat untuk akreditasi RS dan FK.
- Dan Sp.FM ini setara S3 dan ad subspesialisasinya, antara lain homecare and palliative, sleep medicine, addiction medicine, sport medicine, dll. Ini memfasilitasi pengembangan aktualisasi diri, kompetensi, dan jenjang karir maupun pendidikan dokter umum yg selama ini belum digarap.
- Program Sp.FM yg di Indonesia sudah diplot utk disesuaikan dgn situasi dan kondisi Indonesia.
- Program Sp.FM ini juga untuk mengimbangi perawat yang pendidikannya sudah S.Kep.Ners dengan masa studi hampir mirip dengan dokter umum yang sekarang, bahkan memiliki spesialisasi dan S2 dan S3. Hal ini tidak bisa dicegah karena di luar negeri, RS saja dimanaged oleh perawat. Rekan perawat saja bisa sekolah terus dengan biaya sendiri malahan. Sehingga tidak masuk akal jika dokter umum sekarang minta kenaikan insentif dll di saat sekolahnya saja sudah kalah lama dengan perawat. Dan akan aneh juga jika Sp.FM tidak didukung dokter spesialis yang lain karena mereka bahkan selama ini juga mengajar teman-teman perawat yg mengambil spesialiasi, S2 dan S3.
- Dengan Sp.FM, semua disadarkan bhw mjd dokter umum bukan krn "nasib tdk bs lanjut spesialis" tp krn memang "tujuan"nya ingin mendalami ilmu generalis shg dijadikan spesialisasi.
- Dana akan dibantu oleh pemerintah dan PB IDI sudah mendukung.
- Bahwa keuangan PDKI sudah diaudit dan dinyatakan bersih.
- Bahwa biaya pemutihan yang dulu sempat diadakan PDKI, belum seberapa jika dibandingkan dengan seminar dan pelatihan yang lebih sederhana oleh perhimpunan yang lain.
- Bahwa cikal bakal PDKI sudah ada sejak 1981 dengan perintisan oleh akademisi senior seperti Prof. Azrul Azwar dll, tapi selalu terjegal akibat tekanan politis. Jadi PDKI bukanlah organisasi dadakan.