[caption id="attachment_119065" align="alignnone" width="182" caption="Fitra Sedang Berembug"][/caption] Fitradjaja Purnama calon independen Walikota Surabaya, masa periode 2010-2015. Merupakan calon yang identik dengan perlawanan. Ketika orde baru berkuasa, Fitra secara masif melawan penguasa otoriter itu. Bersama teman-temannya yang tergabung Arek Suroboyo Pro Reformasi (ASPR) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya (FKMS). Dia selalu turun kejalan menuntut supaya orde baru dibubarkan. Sekarang perlawanan itu dilakukan Fitra dengan cara head to head. Artinya Fitra melawan figur yang ingin berkuasa. Sementara Fitra sendiri ingin menguasakan rakyat pada posisi formil. “Saat ini, kita, orang-orang yang mengharapkan keadaan yang lebih baik, sedang berada pada situasi krusial. Kita berada pada momentum perubahan! Anak-anak muda, garda depan perubahan Indonesia, telah mencapai hasil nyata, berada di tengah kancah pergulatan politik nasional yang menentukan. Merebut Indonesia kembali ke tangan kita atau tuntas lepas ke tangan asing, “kata Fitra dalam sebuah kesempatan. Hal itu dilakukan karena Fitra belum puas dengan hasil reformasi. Reformasi yang hanya menghasilkan turunnya Soeharto sebagai presiden dipandang belum tuntas. Pemerintahan atau birokrasi hasil reformasi masih cenderung menggunakan pola orde baru. Melihat kenyataan ini dia kembali merasa terpanggil untuk mewujudkan reformasi secara sempurna. Terbukanya partai politik sebagai peserta pemilihan umum (pemilu) dalam penilaiannya, kurang memenuhi kepentingan rakyat. Padahal dalam pemilu 1999 rakyat begitu bergairah dalam mengikuti proses demokrasi. Sayang pemilu selanjutnya, 2004 dan 2009 gairah itu menurun. Karena pemilu yang dihasilkan membawa kekecewaan rakyat. “Selama ini hasil pemilu sangat mengecewakan, “ ujar Fitra. Oleh sebab itu, untuk mengembalikan dinamika politik yang sehat, Fitradjaja Purnama memberanikan diri ikut fit and propertest yang dilakukan KAS. Optimisme inilah yang membuat Fitra begitu yakin mendapat dukungan rakyat. Meski tanpa partai, ternyata Ketua Sekretariat Bersama Konsolidasi untuk Demokrasi bisa lolos. “Kami tidak percaya dengan orang luar (partai-red). Selama ini kita men-support tapi tetap tidak berarti apa-apa. Makanya, jalan satu-satunya kita harus mengambil peran dalam birokrasi dengan bersaing pada Pilwali,” ungkapnya. Hanya dengan kedaulatan rakyat, masih menurut Fitra, pemerintahan dan birokrasi bisa terwujud. Saat ini pemerintahan belum sepenuhnya milik rakyat. Sehingga kepemilikan pemrintahan harus diberikan kepada rakyat. “Pemerintah itu kan pelayan masyarakat. Nah, sekarang tidak, pemerintah itu mintanya dilayani masyarakat. Paradigma seperti ini yang harus diubah,” tandasnya.
KEMBALI KE ARTIKEL