Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Pak Presiden, Masih Adakah Mahasiswa Indonesia Hari Ini?

21 Maret 2015   02:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:20 186 1
"Kepada para Mahasiswa, yang merindukan kejayaan, kepada rakyat yang kebingungan di persimpangan jalan. Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan, sebuah catatan kebanggaan, di lembar sejarah manusia. Wahai kalian yang rindu kemenangan, wahai kalian yang turun ke jalan, demi mempersembahkan jiwa dan raga. Untuk negeri tercinta".


Begitulah lirik lagu Totalitas Mahasiswa, yang merupakan salah satu yang paling sering saya dengar ketika mahasiswa, sedang melakukan aksi demonstrasi. Khususnya aksi demonstrasi melawan kebijakan pemerintah dan penguasa yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat. Bahkan justeru, kebijakan tersebut mengancam eksistensi negeri ini. Ya, aksi demonstrasi dulu sangat sering kita dengarkan, ketika ada kebijakan pemerintah yang tidak rasional. Termasuk kinerja pemerintah yang tak mampu mensejahterakan rakyat Indonesia, apalagi menyengsarakannya.
Lagu ini sangat populer dikalangan mahasiswa pergerakan atau aktivis mahasiswa, khususnya mereka pelaku reformasi 1998. Sejak era Soeharto, hingga era SBY, lagu ini masih sering dinyanyikan oleh mahasiswa dari parlemen jalanan. Ketika mereka berjakan menyusuri sepanjang jalan yang mereka lalui saat longmarch, dengan bentangan spanduk seadanya, suara pas-pasan para mahasiswa, menggambarkan semangat perjuangan yang membara. Identitas mahasiswa saat itu tak diragukan lagi.
Ketika negara mengalami masa kritis seperti saat ini, maka lagu Totalitas Mahasiswa, dan beberapa lagu perjuangan mahasiswa lainnya, berbondong-bondong mahasiswa keluar dari kampus, sejenak meninggalkan buku dan pulpen. Mengenakan jas almamater dan sebuah megaphone menjadi pemicu semangat para intelektual muda menyuarakan aspirasi rakyat, dan menunjukkan kepeduliannya terhadap kondisi negeri ini.
Tetapi sayangnya, entah apa penyebabnya, hari ini mahasiswa bungkam. Terkesan tutup mata melihat kondisi negeri ini. Jika peristiwa lengsernya Soeharto, mnasiswa dari berbagai daerah dan kampus yang ada di Indonesia turun ke jalan. Maka hari ini, melihat kondisi negeri yang semakin gaduh dengan berbagai persoalan yang tak kunjung dituntaskan oleh penguasa negeri ini, kalimat pesimis bercampurrasa prihatin mulai muncul dalam benak ini.
"Masih adakah mahasiswa Indonesia hari ini Pak Presiden?" Demikianlah kalimat yang menghantuiku. Betapa tidak sejak kepemimpinan Jokowi-JK, hampir tak ada lagi aksi demonstrasi yang dilakukan murni oleh mahasiswa. Kebijakan sulap yang senantiasa dikeluarkan pemerintahan Jokowi-JK, sepertinya tidak lagi menjadi bahan diskusi dan kajian para mahasiswa hari ini. Kondoslidasi ditingkatan mahasiswa pun mulai sulit kita temukan.
Bertanya kepada presiden mengenai kondisi mahasiswa yang tak laghi kritis hari ini, memang sangat wajar. Karena persoalan negeri hari ini semuanya diketahui oleh bapak presiden. Termasuk mengenai aksi-aksi mahasiswa yang ingin mengkritisinya, dan menyelamatkan negeri ini. Berlindung atas nama rakyat saat maju sebagai Capres, adalah hal yang wajar. Dan tidak memberikan perhatian khusus terhadap rakyat kecil, mungkin hal yang biasa (maklum penguasa). Tetapi, pak Presiden, jangan malah menyiksa dan menyengsarakan rakyat. Karena jika pak presiden tak mampu menyelesaikan kegaduhan yang melanda negeri ini, maka sama halnya penguasa telah menindas dan menyengsarakan rakyatnya.
Mahasiwa yang mulai apatis, hedonis dan pragmatis, menjadi semangat tersendiri bagi penguasa untuk memluskan jalannya mengobok-obok negeri ini. Lantas siapa yang akan kita salahkan? "Sekarang bukan lagi jamannya aksi demonstrasi". Ya, kalimat ini juga sering saya dengarkan, dari berbagai kalangan. Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah penguasa bisa mendengarkan suara rakyat, yang hanya dimuat disebuah media saja? ataukah pemerintah peka terhadap aksi-aksi rakyat yang ditempuh dengan cara-cara diplomasi yang sedikit elegan?
Jangankan rakyat, DPRD DKI dan Gubernur DKI saja, yang difasilitasi oleh pemerintah dengan cara-cara yang lebih elegan pun buntu. Apalagi jika hanya suara rakyat kecil. Jangankan buntu, justeru tak akan difasilitasi. Bahkan sebagian mahasiswa yang sudah mencoba membangun konsolidasi dan melakukan aksi, justeru ditertawakannya.
Mungkin itu karena mahasiswa hari ini tak adalagi. Karena identitas mahasiswa itu, bukan lagi hal yang penting bagi mereka.
Cukup belajar dan berupaya meraih strata pendidikan. Toh nantinya akan berurusan dengan penguasa. Seperti itulah yang mungkin ada dipikiran mereka. Apalagi melihat sejumlah aktivis pergerakan terdahulu, saat ini sudah bersetubuh dengan penguasa.
Sementara mahasiswa diidentikkan dengan sebutan agent of change dan iron stock atau yang lainnya, yang selalu ada digarda terdepan dengan gerakan-gerakan massif dan progressifnya. Masihh label itu tertanam dalam diri mahasiswa hari ini? Ternyata sikap apatis (tidak mau tahu) dan hedonis (masa bodo atau mementingkan diri sendiri) masih mendominasi label para pemuda yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi saat ini.
Memang sangat ironis, karena mahasiswa saat ini tak ubahnya pelajar SMA, dengan penyikapan dan sebutan yang bisa-bisa saja, dengan berbagai perilaku dan sikap yang ditunjukkan mahasiswa dalam melihat problematika sosial dimasyarakat saat ini.
Mahasiswa yang seharusnya menjadi pilar-pilar perubahan dalam melakukan transformasi sosial dan memberikan kontribusi-kontribusi positif dengan ide-ide solutifnya, sudah mulai terkikis dengan kehidupan glamour terbawa arus modernitas zaman.
Padahal sejarah telah membuktikan dalam tinta emasnya, ditangan mahasiswalah perubahan itu terjadi.
Yang menjadi pertanyaan hari ini? Jika mahasiswa Indonesia masih ada hari ini, apakah mereka mampu melakukan itu? Mahasiswa yang selalu mengedepankan filosofi tri dharma perguruan tinggi, terutama point ketiga yaitu, pengabdian kemasyarakat semestinya senantiasa berfikir logis, kritis dan idealis melihat kondisi bangsa dan negaranya. Kemiskinan yang merajalela, kebodohan yang ada ditengah-tengah masyarakat, kasus korupsi dan sebagainya seharusnya membangkitkan dan menyadarkan, akan peran penting mahasiswa dalam melakukan perubahan dan perbaikan. Tapi sangat disayangkan realitas yang ada saat ini dimana mahasiswa hari ini disibukkan oleh hal-hal yang sia-sia dan tidak bermanfaat. Bungkam terhadap kebobrokan negeri.
Masih bisakah semangat reformasi gerakan mahasiswa yang pernah sangat signifikan itu kembali? Tentunya itu bisa saja terjadi.
Jika saja, posisi pemerintah dan penguasa yang terkesan mengkhianati amanah rakyat, tetap dijadikan sebagai ‘musuh bersama’ mahasiswa. Dan rakyat tetap menjadikan gerakan mahasiswa yang bernuansa konfrontatif sebagai sesuatu yang menarik. Juga komentar miring (terutama dari golongan tua) yang memposisikan gerakan mahasiswa kontemporer sebagai gerakan yang lemah dan tidak punya ‘taring’ serta posisis kuat di mata pemerintah, tidak lagi terdengar. Apalagi yang namanya intervensi ‘golongan tua’ atau eks aktivis era reformasi kepada organisasi-organisasi mahasiswa yang seringkali berujung dengan politisasi organisasi gerakan mahasiswa.
Semoga saja, hal itu bisa terwujud, agar Pemerintahan Jokowi-JK bisa berjalan efektif, sesuai harapan Rakyat Indonesia hari ini. Dan jika itu tidak dapat dilakukan pemerintah, maka sangat besar harapan kami selaku rakyat kecil, agar mahasiswa kembali tumpah ruah ke Jalan menyanyikan lagu Totalitas Mahasiswa, dan menyuarakan aspirasi rakyat kecil, yang gaduh melihat kondisi Republik tercinta ini. Karena kami masih yakin, bahwa berjuta kali turun aksi adalah satu langkah pasti. Mahasiswa dan Rakyat Bersatu, tak akan terkalahkan. Yakinlah Pasti Menang !

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun