Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Tekun dan Ketekunan

20 September 2013   10:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:38 91 0
Dahulu, saya belajar menulis untuk bertahan hidup. Kini, sejak bekerja di lembaga riset, menulis tidak hanya untuk bertahan hidup, tetapi untuk perbaikan ekonomi keluarga. Setiap 1 halaman gagasan yang saya tuliskan bisa diakumulasikan dengan rupiah. Meskipun, setiap tulisan yang saya buat memiliki jumlah total rupiah yang berbeda, tergantung dari institusi dan media mana yang meminta. Jumlahnya pun beragam. Ada yang sekedar receh, ataupun uang kertas yang membuat dompet saya tidak bisa ditekuk apabila uang itu dimasukkan ke dalamnya. Di sisi lain, tujuan menulis bukan sekedar dua tujuan tersebut, tetapi juga mengukuhkan jalinan persahabatan. Hal ini biasanya saya lakukan bila ada teman yang meminta saya menulis untuk buletin/majalah organisasinya.

Yang lebih menyenangkan, bila seluruh tulisan saya dikumpulkan dalam kurun waktu dua tahun, saya bisa mengajukan angka kredit untuk kenaikan jabatan fungsional. Bila angka kredit saya naik, uang yang saya dapatkan perbulan pun akan bertambah. Dengan kata lain, saya ingin menegaskan diri saya bahwa apa yang saya tulis sekarang lebih 'bertenaga’, khususnya  mendorong laju ekonomi keluarga kecil saya, seperti membeli susu untuk kakak Alesha, meringankan biaya periksa isteri yang saat ini mengandung anak kedua, juga menambahkan gizi menu makanan kami sekeluarga. Karena itu, saya benar-benar merasa beruntung bekerja di lembaga yang memiliki nama besar ini.

Perubahan posisi hidup diri ini ternyata berdampak pada ‘daya juang’ saya dalam aktivitas menulis. Karena menulis untuk bertahan hidup, dahulu, saya rajin mengirimkan tulisan ke media massa lokal dan nasional. Sesering saya mengirimkannya, sesering itu pula saya ditolak, tetapi saya tetap mengirimkannya, hingga ada beberapa tulisan saya yang dimuat. Saya juga sering mengikuti lomba menulis untuk mendapatkan hadiah uang. Seringkali juga, tulisan saya tidak memenangkan lomba, sekedar mendapatkan ucapan terimakasih. Di sini, saya melihat kegigihan saya dalam menulis. Saya membayangkan bila tidak menulis, saya tidak akan bisa makan esok dan, di sisi lain, saya masih sangat bimbang untuk meminjam uang untuk makan sehari-hari di tengah teman-teman yang juga membutuhkan.

Kini, kegigihan saya tidak sekuat itu. Saya masih sering bersantai 1-4 minggu ketika artikel jurnal tulisan ataupun tinjauan buku telah dimuat. Dalam hati, saya masih membesar-besarkan tulisan yang dimuat tersebut hingga lupa bahwa waktu berjalan sangat cepat. Sementara, ada tulisan-tulisan lain yang segera menyusul untuk segera diselesaikan. Di tengah situasi itu, saya bukan segera menyelesaikannya, tetapi tetap merasa santai. Saya seakan memiliki ratusan alasan mengapa tulisan-tulisan yang hampir tenggat waktu itu belum diselesaikan. Perubahan posisi hidup yang membuat saya merasa di wilayah aman ternyata membuai saya.

Kata tekun dan ketekunan perlu dieja, dibaca, dan dihafal kembali dalam benak saya. Saya mesti menempatkan aktivitas menulis seperti aktivitas fisik lain, yang bisa saya cicil dan lakukan setiap hari, tanpa perlu menunggu mood. Seperti kakak kelas alumnus IRB Sanata Dharma. Ia menulis layaknya mencangkul, yang bisa dicicil setiap hari untuk menanam. Dengan jadwal menulis yang ketat dan proses pembiasaan diri yang tekun, ia bisa menghasilkan 12 artikel jurnal dalam 1 tahun di sela-sela mengerjakan 3 kewajiban risetnya. Di tambah lagi, posisinya  sebagai kepala keluarga. Jika saya tidak meniru pola ini, saya tetap akan terperangkap dengan hasil tulisan-tulisan saya sendiri; terperangkap berbulan-bulan tanpa sadar bahwa sebenarnya hidup saya memang dari aktivitas ini; terperangkap dengan kata-kata bahwa “saya sudah menuliskan ini-itu” ketika ngobrol dengan teman-teman sejawat, tanpa sadar bahwa itu sudah 2-3 tahun yang lalu; terperangkap dengan ungkapan, "enggak kerja saja digaji kok".

Dengan demikian, perihal tekun, semua orang tahu dan tampaknya bisa melakukan. Namun,ketekunan itu butuh stamina dan daya tahan yang kuat. Bismillah!

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun