Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Secangkir Espresso Macchiato untuk Badan Sekuat Kopral

28 Januari 2010   09:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:12 165 0
Seorang amang penjaga makam di kampung istri saya di Garut memasang kotak (amal) kebersihan seraya berkata, "Kalau yang datang bawa helm, pasti orang kaya mas."

Saya memasang muka datar, seraya membatin, sederhana sekali penjaga makam ini, menilai orang kaya atau tidak dari bawa helm. Analisisnya, kalau bawa helm pasti bawa motor,kalau bawa motor pastilah tidak miskin. Saya kemana-mana bawa helm, ah alhamdulillah sekali, berarti saya sudah cukup kaya. Setidaknya menurut amang tadi.

Saya ngobrol lebih panjang dengan si amang. Pekerjaannya berkebun. Kebunnya tidak di tanah landai, melainkan di gunung. Perlu satu setengah jam untuk naik dengan kecepatan dan tenaganya (kecepatan kita-kita ini, mungkin bisa empat jam). Kalau lagi musim jagung menanam jagung, musim kacang menanam kacang. Kalau sedang musim hujan angin seperti ini, dia di rumah saja. Hitung2, mendapatkan 20 ribu sehari, amang tadi sudah sangat bersyukur. Istri yang sedang hamil dan tiga anaknya yang masih kecil bisa makan enak.

Naik sedikit, di sebuah warung kopi modern daerah Pancoran, saya selalu kebingungan menyebut pesanan kopi. Entahlah apa itu dia, ada ice coffe, Espresso Macchiato,cappucino, Caramel Latte .... ah embuh, Lidah saya sulit, saya juga tak pandai mengingat nama2nya.

Saya sendiri tak pernah sengaja mampir ke cafe2 semacam tadi, apalagi kalau kebutuhannya benar2 hanya untuk ngopi. Biar gampang saya biasanya langsung lihat daftar harga, yang paling murah, itulah saya tunjuk. Pernah salah pilih, saya tunjuk yang paling hemat Rp 35 ribu, rasanya pahit minta ampun, semalaman saya susah tidur.

Rp 35 ribu, di sebuah warung kopi bernama cafe, untuk secangkir kecil kopi pahit paling murah. Dan Rp 20 ribu, amang penjaga makam tadi sudah cukup untuk istri dan tiga orang anaknya.

Naik lagi. Seorang supir bercerita. Bosnya baru beli mobil mercy, dan bilang "Enak juga ya pakai mercy, besok beli lagi ah." Supir bangga punya bos kaya, campur bengong membandingkan dengan nasibnya. Si supir beli motor harus kredit susah payah. Belum lagi untuk biaya anak sekolah. Si bos beli mobil seperti jajan kacang saja. Nasiib ... nasib...

***

Hidup memang berlapis-lapis ya. Berundak-undak. Ada yang mendapat Rp 20 ribu sehari dg kerja sangat payah, berarti Rp 600 ribu sebulan (itu pun kalau harus kerja tanpa istirahat termasuk sabtu - minggu). Ada yang beli kopi paling murah Rp 35 ribu secangkir kecil (dan tidak terlalu menikmatinya). Ada yang sekali makan di restoran berdua habis Rp 10 juta sekali duduk , itu pun tak dihabiskan semuanya (kenapa orang kaya sering menyisakan makanan di piring ya? alih-alih meludeskannya hingga piring mengkilap. mungkin biar anggun, atau mungkin lambungnya memang tak cukup daya tampungnya).

Ada yang hari-hari dikawal Paspampres, lengkap dengan previlage sebagai warga negara super penting. dan ada yang hari-harinya harus membungkuk2kan badan melawan dingin dan lapar yang melilit.

Ada yang untuk punya rumah saja harus mengemis-ngemis ke bank agar dikasih KPR, bahkan ada yang menggelandang beratap kardus di bantaran rel kereta. Tapi ada yang punya rumah belasan dan sebagian besarnya dibiarkan kosong.

***

Orang yang kesal bilang, "Hidup memang tak adil" alias "Kejam". "Sadis". "Keterlaluan".

Tapi amang penjaga makam tadi mendapatkan 20 ribu sehari, sudah sangat bersyukur. Istri yang sedang hamil dan tiga anaknya yang masih kecil bisa makan enak, katanya.

Itu pun masih ditambah dengan seloroh lucunya yang tanpa beban, "Sebenarnya saya dulu mah cita-cita pengen daftar ABRI mas, tapi orang tua tidak punya uang buat masuknya. Tapi ndak papa, sekarang naik turun gunung tiap hari paling nggak fisik nggak kalah sama kopral, sewaktu2 negara gawat, siap lah angkat senjata."

Kali ini saya tidak lagi bisa menahan bermuka datar, dan langsung tertawa terbahak2.

Bangga, sekaligus merasa masih bodoh sekali. Dan karena itu harus belajar lagi bagaimana caranya bersyukur.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun