Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Bulan Sabit Seperti Senyuman

26 Agustus 2014   05:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:33 146 9
Malam ini sepi. Langit terang, bintang kerlap-kerlip. Hanya ada aku dan kamu. Masing-masing dalam lamunan. Hening. Lalu tiba-tiba kita berkata dengan kata yang sama.

"Kamu..?"

Lalu hening kembali. Masing-masing menunggu. Hingga saatnya kembali kita berkata, dengan kata yang sama seperti tadi.

"Kamu dulu.." Lalu kita tertawa bersama. Mentertawakan hal yang lucu barusan. Kita berkata dalam kata yang sama, pada saat yang bersamaan pula.


"Kamu ingin bilang apa?" tanyaku.


"Aku nggak ingin bilang apa-apa. Hanya saja aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu."


"Apa?"


"Lihat ke langit! Di sana ada bulan sabit melengkung seperti senyuman. Indah sekali, seperti senyummu." katamu sambil menunjuk ke langit. Akupun melihat langit. Benar saja, bulan sabit. Seandainya aku bisa terbang ke langit, aku ingin duduk di bulan melengkung seperti senyuman, layaknya dalam ayunan.


"Ayo kita terbang ke langit," katamu seperti tahu apa yang kupikirkan dalam hati.


"Bagaimana bisa? Caranya?" tanyaku.


"Gampang, pejamkan matamu. Pegang tanganku. Kita terbang bersama ke langit. Rasakan, bahwa kita akan sampai ke langit."


"Sudah aku lakukan. Lalu apa lagi?"


"Jangan buka mata sebelum kuberi aba-aba.."


"Baik, sudah aku lakukan. Lalu?"


"Lalu rasakan, kita telah sampai ke langit. Coba buka matamu, satu..dua..tiga..kita buka mata bersama-sama."


Kita membuka mata secara bersamaan. Ajaib. Aku merasa berada di langit. Sambil memegang tanganmu, kita benar-benar terbang dan berada di atas langit. Kita menuju bulan sabit yang melengkung seperti senyuman. Kita tetap berpegangan tangan, dan duduk di bulan.


"Indah sekali bukan? Kamu suka?" tanyamu.


"Iya, aku suka. Kita hanya berdua, hanya ada kamu dan aku."


Aku bersandar di bahumu, sambil melihat bintang gemintang yang bertaburan di langit. Tiba-tiba melesat satu bintang paling terang berwarna biru.


"Ada bintang jatuh.."


"Itu bintangku.." katamu. Aku tersenyum mendengar katamu.


"Seyakin itu bahwa itu bintangmu?"


"Iya, aku yakin. Memang kenapa?"


"Aku ingin menangkapnya. Boleh kan?" Tanpa aba-aba aku berlari melesat mengejar bintang terang tadi.

Bruuuk.... Aku terjatuh.


Waduh, sakit.


"Olif...kenapa kamu?" tanyamu. Hehe..aku tersenyum tersipu malu. Rupanya tadi aku melamun terbang ke langit bersamamu. Kamu hanya terbengong melihatku tersenyum malu memerah pipiku sambil kelimpungan.


"Oliif..kalau pengin tidur, sana masuk.. Sudah malem.. Aku pulang yaa... Besok kita ketemu lagi. Bye Olif.."


"Bye juga Bayu, makasih sudah membawaku ke langit.." kataku berbisik, hampir tak terdengar oleh telingamu.


"Apa Olif? Aku kurang mendengar.." tanyamu. Aku tersenyum dan berkata tidak ada apa-apa.


"Baiklah, bye Bayu. See you.." Aku menutup pintu rumah, dan kamu berlalu dari pandanganku.


Aku menuju jendela, kubuka tirai sambil memandang langit. Ada bulan sabit sedang tersenyum. Ah, aku pernah pergi ke sana dan duduk di bulan bersama Bayu, meski hanya dalam lamunan. Tersenyumlah aku.


****


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun