Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy Pilihan

Bangkit dari Kondisi "Down"

7 Februari 2015   17:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:38 1323 1
"I face it all, and I stood tall, and did it my way"
- Paul Anka (My Way)

Semua orang pasti pernah mengalami fase down, kondisi di mana dunia seperti berputar terbalik, dan segalanya seakan tidak berpihak kepada kita. Kondisi ini bisa dipicu oleh berbagai persoalan, seperti kegagalan memenuhi target personal, bosan menghadapi rutinitas, urusan asmara yang kandas, ataupun gabungan dari ketiganya.

Sebagai orang yang kurang pandai mengekspresikan perasaan, sejumlah teman pernah bertanya kepada saya, apakah saya pernah pula mengalami kondisi ini? Tanpa ragu, tentu saja saya menjawab, ya. Layaknya perasaan kenyang seusai makan, kondisi ini pasti pernah dialami oleh setiap umat manusia. Meminjam tagline dari sebuah produk keripik kentang, life is never flat. Untuk setiap kebahagiaan dalam hidup, pasti akan ada momen dalam gelombang hidup di mana kita bisa merasa ada di bawah.

Pulih dari kondisi down tentu bukanlah hal yang mudah. Kondisi ini bahkan bisa mengubah seseorang yang produktif menjadi sangat dorman. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, kerja tak jenak, semuanya serba kacau.
Namun demikian, kondisi down bisa saja menjadi sebuah titik balik kehidupan kita, tergantung dari bagaimana kita menyikapinya. Memiliki sejumlah pengalaman down yang akhirnya mengantarkan saya menjadi pribadi yang lebih dewasa, saya memiliki sejumlah tips yang semoga bisa bermanfaat untuk teman-teman sekalian:

1. Telan perasaan down itu, jangan dilawan.
Sebagian besar masalah dari down yang berlarut-larut, menurut saya, adalah bahwa banyak dari kita mencoba menyangkal perasaan tersebut. Bagaimana maksudnya? Pernahkah kalian berkata "aku rapopo", "I'm okay", atau memasang senyum palsu tatkala tengah down? Ya itu! Dalam psikologi, hal tersebut dinamakan fase denial.

Membohongi perasaan mungkin bisa membuat kita lupa sejenak, tapi itu hanya akan memperlama penyembuhan diri kita. Apabila kita sedang down, terimalah perasaan tersebut sepenuhnya. Dengan tidak membohongi kondisi down, kita akan lebih mudah mencari titik permasalahan. Menurut Theresa Rando, seorang psikolog, jujur dengan perasaan akan membuat kita siap lebih cepat dalam menghadapi kenyataan baru. Meskipun denial adalah normal, kita harus memastikan bahwa kita tak terjebak dalam fase ini terlalu lama.

We need to grieve in order to move on, face it.

Saat saya tengah down, cara yang saya ambil adalah mengalokasikan satu hari penuh hanya untuk membiarkan rasa down itu membombardir saya dari dalam. Kalau perlu menyalahkan diri sendiri, lakukanlah; kalau perlu berteriak, lakukanlah; kalau perlu berdiam diri seharian, lakukanlah. Hal terpenting adalah habiskan perasaan down kita hari itu juga, dan jangan sampai ada orang lain yang tersakiti.

2. Lihat dari kacamata orang lain.
Dalam hidup ini, pasti kita memiliki sejumlah orang terdekat yang menjadi alasan bagi kita terus berjuang. Sebaliknya, pasti ada juga yang menjadikan diri kita sebagai motivasi bagi mereka. Pernah terbayang apa yang mereka katakan apabila mendapati kita down tanpa gairah hidup? Go give it a try!

Biasanya, apabila tengah down, saya selalu membayangkan ada CCTV tak terlihat, di mana orang-orang yang saya cintai dapat melihat kondisi saya saat itu. Umumnya, mereka yang kerap muncul di pikiran adalah almarhum kakek-nenek saya. Dalam kasus lain, saya juga kerap membayangkan junior-junior bimbingan saya di kampus. Setelah itu, saya akan membayangkan bagaimana mereka akan luar biasa kecewa apabila saya terus menerus ada dalam kondisi demikian. Walhasil, membayangkan hal tersebut akan memicu saya untuk bangkit dengan lebih cepat.

3. Kenali diri sekali lagi
Salah satu tips lain dari saya adalah kenalilah diri kita sekali lagi. Kondisi down bukanlah hal yang datang hanya sekali seumur hidup, pasti kita pernah menghadapinya di masa lalu. Apabila kita tengah down, ingatlah momen terakhir di mana kita mengalami kondisi down terburuk kita, dan ingat kembali bagaimana kita bangkit dari sana.

Cara lain yang saya kerap gunakan adalah membuat dua daftar: pertama, hal brengsek apa saja yang membuat kita down; dan kedua, hal-hal apa saja yang menjadi kekuatan kita. Cara ini bisa meyakinkan kita, bahwa ternyata masalah yang kita hadapi tidaklah sebanyak dan separah yang kita kira. Berdasarkan pengalaman, cara ini mampu membuat saya lebih percaya diri sebelum melangkah lagi. Setelah mendapatkan hal-hal tersebut, tanyakan pada diri kita sendiri: apakah benar kita mau membiarkan hal tersebut merenggut kebahagiaan kita?

Sesekali, sombong itu perlu, asalkan hanya kepada diri sendiri.

4. Tutup hari dengan bersyukur
Mari berandai bahwa kita telah mencoba menerapkan tips di poin pertama. Kita sudah mengurung diri seharian, sudah capek menyalahkan diri sendiri, dan sudah kering air mata menangisi kegagalan. So, what's next?

Tips di atas memang saya sarankan, namun tentu saja dengan catatan. Hari sudah malam? Besok harus kembali bekerja? Hentikan segera! Jangan biarkan hari kalian ditutup dengan perasaan negatif. Tujuan saya menyarankan satu hari untuk bersedih hati adalah supaya kita menyadari, bahwa meratapi nasib tidak akan mengubah keadaan. Lihat, apa yang berhasil kita ubah dari bersedih hati? Nihil. Sehingga, tidak ada pilihan lain bagi diri kita untuk segera bangkit dan memperbaiki diri keesokan harinya. Memang, sulit rasanya untuk memaksa diri mengambil satu-satunya pilihan itu. Nah, itulah tujuan saya menulis poin tips keempat ini.

Kalau beberapa hal saja bisa membuat kita down, mengapa tidak melihat sebaliknya? Asal kita tahu, terlalu banyak hal yang terlewat untuk kita syukuri. Tulis saja hal tersebut dalam jumlah yang dua kali lebih banyak dari apa yang membuat kita down (dari tips no,3). Apabila ada tiga hal yang membuat kita down, tulislah enam hal yang membuat kita merasa bersyukur. Setelah itu, hadiahi diri sendiri dengan hal-hal yang membuat rileks sebelum menutup hari. Cara favorit saya adalah dengan menyeruput cokelat panas sambil menonton sepakbola, atau membaca beberapa lembar ayat suci Quran, agar selalu dalam kontrol-Nya.

Berbicara mengenai kondisi down, saya teringat bahwa sebuah falsafah Jawa pernah memberikan sebuah wejangan terkait. Menurut falsafah Jawa, down bisa dilihat sebagai kondisi yang menguji kita dalam berprinsip ojo kagetan, ojo gumunan, lan ojo dumeh (jangan mudah terkejut, jangan mudah takjub, dan jangan merasa sok). Ia bisa menguji kerendahan hati dan kesabaran kita dalam menghadapi hidup. Apa yang membedakan orang sukses dari orang merugi adalah apa yang mereka lakukan saat tengah dalam fase down. Tak jarang, orang-orang besar lahir justru karena ia sukses mengubah kondisi down-nya menjadi sebuah kesempatan untuk melesat jauh. Di sisi lain, banyak juga orang yang akhirnya jatuh karena mengambil pelarian yang salah tatkala tengah down.

Bukankah kalau kita ada di titik terbawah hidup, itu berarti tidak ada pilihan lain selain melambung tinggi? Semoga tips di atas bermanfaat, dan nikmatilah hidup yang lebih berbahagia!

Salam.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun