Sementara kondisi Merangin sedang kekosongan wakil bupati hasil Pilkada Merangin 2018 silam yang dimenangkan oleh pasangan Haris- Mashuri (Hamas) dengan dukungan Golkar, PPP dan Hanura.
Artinya PPP di Merangin satu diantara Tiga Partai yang memiliki tiket pengisian kekosongan kursi wakil bupati tersebut pasca ditinggal Mashuri yang naik tahta jadi Bupati.
Dengan kekosongan itu, partai Ka'bah baca peluang, 'go publik' salah satu wujudnya dengan menggelar konsolidasi partai tingkat provinsi di daerah yang wabup-nya lowong, sementara PPP punya andil menentukannya.
Menurut bacaan sederhana penulis, ada dua penegasan yang hari ini sampai ke ruang-ruang fikiran publik dari hasil Rapat pimpinan wilayah PPP yang digelar disalah satu hotel terbesar di Merangin.
Pertama, ada penegasan soal status Mashuri yang dulunya menerima pinangan PPP diusung sebagai calon wakil bupati mendampingi Al Haris dan baru baru ini sempat berkilah bukan kader dengan dalih belum dapat KTA.
Namun, hari ini tegas PPP mengakui Mashuri sebagai kader, bahkan lebih dari sekedar kader, bupati Merangin ini juga ditetapkan sebagai ketua Dewan Syariah DPW PPP Provinsi Jambi.
Artinya soal status kepartaian Mashuri terang dan jelas adalah kader dan juga petinggi partai besutan Suharso Monoarfa. Urusan yang satu ini tak perlu dipertanyakan lagi, Merangin saat ini dikomandoi oleh kader PPP.
Kedua, ada penegasan bahwa DPW PPP Jambi secara resmi telah menetapkan mantan anggota DPRD Merangin Tiga Periode Nilwan Yahya sebagai nama tunggal yang akan diusul ke DPP PPP untuk mendapat rekomendasi.
Nama Nilwan yang telah 17 tahun menjabat sebagai ketua DPC PPP Merangin memang telah digadang-gadang akan menduduki kursi kosong wakil bupati Merangin dari utusan PPP.
Bahkan, tak pernah muncul satu nama lain-pun dari internal yang akan ikut diusung, artinya sosok Nilwan merupakan sosok sentral di tubuh PPP Merangin.
Bicara pengalaman belasan tahun memimpin partai dan 15 tahun telah ia jalani menjadi wakil rakyat. Soal kemampuan akademik rasanya tidaklah perlu kita khawatir terlalu jauh pada sosok yang dikenal merakyat ini.
Apalagi, bicara 'cost politik' mungkin tak ada yang sanggup melontarkan protes dan menyanksikan 'modal' yang dimiliki Nilwan dalam bertarung di panggung Perpolitikan Merangin. Ia sejak lama dikenal royal dan memang 'beduit'.
Namun dibalik kondisi 'segalo ado' yang ada pada Nilwan Yahya itu, perjuangan di internal partai yang mulus tanpa halangan halangan itu. Nilwan juga perlu membaca peta Pilwabup Merangin ini dengan cermat.
Apalagi, posisi bupati Merangin saat ini jelas dari kader PPP, lalu bagaimana dengan dua partai lain yang ikut 'berdarah-darah' memenangkan pasangan Haris - Mashuri kala itu. Apalagi Partai Golkar.
Golkar merupakan partai Pertama yang mendukung Al Haris, kemudian disusul PPP dan partai penentu yakni Hanura yang bergabung di 'injury time' pada proses dukungan partai.
Dukungan Golkar kala itu, tidak-lah membabi buta karena ia mendukung Al Haris yang tak lain kader murni partai berlambang pohon beringin ini. Ditambah lagi posisi yang lowong boleh dibilang 'jatah' Golkar.
Hanya saja, aturan tidak mengatur secara otomatis bahwa jika yang 'pergi' adalah kader Golkar dan yang 'masuk' wajib kader Golkar pula. Beda kasus dengan PAW anggota dewan secara otomatis digantikan dari partai yang sama.
Artinya peluang tiga partai pengusung terbuka sama lebar untuk mengirim kader terbaik sebagai calon wakil bupati Merangin, dan sesuai aturan dari tiga partai harus dikerucutkan menjadi dua nama yang dikirim ke DPRD melalui Bupati.
Tentu tugas berat, tiga partai yang harus satu diantaranya legowo dengan tidak mengirimkan utusan kader ke gelanggang pertarungan. Lalu bagaimana pula etika politiknya jika Merangin oleh keduanya dari partai yang sama.
Dapat disimpulkan, apakah mungkin Merangin dibawah 'naungan ka'bah', Â artinya apakah mungkin kepemimpinan dan kekuasaan di Merangin di monopoli oleh kader PPP. Lalu bagaimana dengan posisi tawar atau harga diri partai pengusung lain.
Dan, kondisi ini berada diantara mungkin dan tidak mungkin.
Jika berpedoman di DKI Jakarta Anies Baswedan dulu diusung Gerindra sementara kursi kosong yang ditinggal Sandiaga Uno kini diisi Ahmad Riza Patria yang juga dari Gerindra dan sama-sama presidium MN KAHMI hanya beda periode.
Soal posisi Wabup Merangin apakah dari partai yang sama dengan bupati atau bukan, biarlah waktu yang akan menjawab. Sebab, politik hidupnya detik perdetik yang tak ada istilah teman abadi atau musuh sejati, yang ada hanyalah kepentingan.
Selamat mengikuti perkembangan selanjutnya!
Penulis: Himun Zuhri