Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora Pilihan

Misteri Merawang Berujung ke Ruang IGD

24 Agustus 2019   16:06 Diperbarui: 24 Agustus 2019   16:22 1341 4
MERANGIN- Sabtu pagi, (23/9/2019) saya dan lima rekan saya sesama jurnalis yang bertugas di Merangin bersiap pesta makan merawang ke salah satu pulau di sungai Merangin, pulau tersebut berada tak jauh dari Jembatan Samsudin Uban di kawasan Pulau Kemang, kelurahan Dusun Bangko.

Sebelum berangkat, Andi Kurniawan (Metrojambi), Lut Hidayat (Jambi Tv), Muzakir (Tribun Jambi), Riki Saputra (Kajanglako), dan Riko Saputra (Jek Tv) telah menyiapkan peralatan memasak dan semua bahan masakan termasuk ikan yang menjadi menu utama 'sambal slabance' telah standby.

Kebetulan Supmedi (Kabarlensa) sedang dinas keluar kota ke Jambi, Wiwin Saputra (Jambi Ekpres) pulang kerumah istri barunya di Nalo Gedang sementara Mat Yazen (TVRI Jambi) sehari sebelumnya mengatakan tak ingin ikut jika tempatnya disana .

Sebab menurut putra Serampas ini, pulau yang bakal jadi lokasi merawang kami menurut penerawangannya cukup 'angker' (maaf). Karena itu kami tak menawarkannya lagi untuk ikut, kami seolah tak percaya itu, sehingga kami nekat merawang disana.

Sesampai di lokasi parkir motor, kami melihat ada kuburan. Disamping itu, kami harus menyeberang arus sungai Merangin untuk sampai ketengah pulau. Sempat terjadi silang pendapat antara yang ingin melanjutkan dan pindah lokasi dengan pilihan Pulau Bangko Tinggi dan Pulau desa Kungkai.

Andi dan Riko ngotot tetap di pulau ini dengan dalih perjuangan menuju lokasi sembari membawa peralatan masak dengan cara berenang cukup menantang dan menurutnya asyik. Akhirnya kami putuskan di lokasi ini dan sesuai rencana awal.

Setelah kami berenam sampai dipulau, masing-masing ambil peran, Riki juru masak didampingi sang asisten Andi,  Muzakir sibuk hilir mudik menjala ikan dengan fasilitas milik neknang Dzadza yang tak lain mertua Lut. Sementara Lut membersihkan ikan dan Riko memainkan musik melalui speaker aktif mininya dan saya juru pengaduk Kopi Torabika.

Tak lama berselang, masakan Slabance siap disajikan dan nasi bungkus yang terlebih dahulu dibeli telah dihidangkan, kami berfikir makanan yang ada dihadapan kami tentu nikmat apalagi ditemani jengkol muda dan petai muda. Namun karena porsi yang tersedia melebihi kapasitas perut yang ada sehingga makanan-pun tersisa.

Sekitar semenit pasca makan, Muzakir mulai merasakan tarikan nafasnya tersendat-sendat, mungkin tak ingin kami mengetahui deritanya ia berkeliling pulau seolah-olah ingin menyembunyikan sakitnya, namun ia tak sanggup berlindung dan akhirnya berteriak "tolong aku dak bisa nafas".

Saya bersama Andi berusaha menolong Muzakir, sementara Lut mulai mengeluarkan jampi-jampiannya yang ia dalami saat mondok di salah satu pesantren kenamaan di Batang Hari, Lut selalu meminta Muzakir untuk tenang dan menarik nafas secara pelan-pelan juga membimbing istigfar.

Sekitar 20 menit Muzakir terlihat memang tak berdaya, iapun kelihatan begitu kesulitan bernafas dan meminta untuk di evakuasi pulang. Belum sempat mengevakuasi Muzakir menyeberang untuk pulang saya pun bernasip sama secara mengejutkan tak bisa bernafas seperti biasa.

Kondisi semakin runyam, rekan kami semakin panik dengan melihat saya dan Muzakir kesulitan bernafas dengan cara tiba-tiba, mata kami memerah tak ketulungan dengan kondisi wajah begitu hangat terasa, karena khawatir dengan kondisi saya dan Muzakir Riko dan Andi menyeberangkan kami dengan cara di papah selanjutnya menuju motor.

Sementara Lut dan Riki membereskan barang-barang yang tertinggal di pulau, setelah berkumpul kami bergegas pulang ke markas awal di kediaman Andi dan masih sempat mengganti baju yang basah dan kami langsung dilarikan ke IGD RSD Kol Abundjani.

Sesampai di IGD, saya dan Muzakir langsung ditangani perawat dan dokter jaga, kami berdua dipasang oksigen dan saya sampai di infus (pertama kali merasakan di infus) sementara Muzakir tidak, dirawat di IGD sekitar 1 jam kami diperbolehkan meninggalkan ruang IGD oleh dokter. Untung saja BPJS saya dan Muzakir aktif jadi pengobatan ini tak mengeluarkan biaya.

Hanya saja setelah kami pulang, kami tak dapat penjelasan, kami terserang apa sehingga kami mengalami kesulitan bernafas bahkan seumur hidup saya dan Muzakir mengalami kejadian seluar biasa ini untuk pertama kali. Namun tak bisa dipungkiri yang terfikir oleh kami adalah kata-kata rekan kami kemarin Mat Yazen.

Akhinya, kepada penonton siaran langsung kami di facebook yang minta diajak mohon maaf endingya tak seindah yang pemirsa banyangkan, dan kepada Lut, Riki, Andi dan Riko saya dan Muzakir ucapkan terima kasih juga kepada perawat dan dokter jaga IGD pelayanan saudara/i luar biasa, sekali lagi terima kasih.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun