Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerita Pemilih

Relawan Demokrasi, Perlukah Hadirmu?

9 Februari 2019   09:00 Diperbarui: 9 Februari 2019   09:49 1115 0
Oleh : Himun Zuhri

MERANGIN - "Relawan Demokrasi" dua kata ini berasal dari kata dasar "Rela" yang menurut KBBI bersedia dengan iklas hati dan "Demokrasi" istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Demokratia, terbentuk dari kata Demos dan Kratos, demos yang berarti rakyat kratos yang berarti kekuatan atau kekuasaan.

Singkat cerita, demokrasi ialah kekuasaan ada ditangan rakyat. Demokrasi saat ini adalah sistem politik yang dianut di Indonesia yang mana sistem pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat dalam pengambilan keputusan melalui Pemilihan Umum yang populer dengan kata Pemilu.

Bermodal dari dua kata itu jadilah ia "Relawan Demokrasi" yang akhir-akhir ini akrab dipanggil dengan akronim "Relasi", ya Relasi. Berdasarkan Keputusan KPU Kabupaten Merangin Nomor: 07/HK.03.1-Kpt/1502/KPU-Kab/I/2019. Penulis termasuk sebagai anggota Relasi, namun tak sendirian dalam keputusan yang ditandatangi Iron Sahroni tersebut, ada 54 Relawan selain penulis.

Artinya, sebanyak 55 Relawan Demokrasi di Merangin juga di masing-masing kabupaten/kota seluruh Indonesia dimaksudkan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam menggunakan hak pilih. Yang mana Relasi sebagai pioner demokrasi bagi komunitasnya.

Sebab, anggota Relasi direkrut dari kelompok masyarakat yang berasal dari 11 (sebelas) basis pemilih strategis yaitu basis keluarga, basis pemilih pemula, basis pemilih muda, basis pemilih perempuan, basis penyandang disabilitas, basis pemilih berkebutuhan khusus, basis kaum marginal, basis komunitas, basis keagamaan, basis warga internet dan basis relawan demokrasi.

Sejujurnya, menjadi Relasi bukanlah sebuah keinginan besar bagi penulis, hanya saja saat diminta, cukup terketuk jiwa ini dengan niat iklas tuk ikut berkontribusi dalam Pemilu tahun 2019 ini.

Dibalik itu semua, penulis pernah mempertanyakan kepada narasumber saat pelaksaan Bimtek Relasi, pertanyaan sedikit mundur kebelakang. "Mengapa harus ada Relasi, bukankah Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu, DKPP) sudah di bentuk dengan struktur aparatur yang berjenjang dari Pusat hingga ketingkat paling bawah seperti tingkat desa/kelurahan bahkan tingkat RT (kecuali DKPP)"?.

"Apakah dengan aparatur selengkap itu, dengan menelan anggaran negara yang tidak sedikit, belum cukup alasan untuk meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih pada saat Pemilu? dan mengapa KPU RI masih juga membentuk Relasi yang meskipun katanya 'RELA'wan tetap saja cukup menguras keuangan negara untuk sekedar pengadaan seragam, perlengkapan juga sekedar uang penghargaan, apa tidak sebaiknya memaksimalkan kinerja penyelenggara yang ada?".

Dari pertanyaan tersebut, saya mendapat jawaban yang sangat logis, mudah dicerna dan dapat saya simpulkan dalam bahasa sendiri ternyata lahirnnya Relasi adalah amanah UU 7 tahun 2017 yang menegaskan bahwa pemilu diselenggarakan dengan partisipasi masyarakat, bukan semata 'urusan' penyelenggara saja, karena partisipasi masyarakat menjadi salah satu indikator penting penyelenggaraan pemilu itu sendiri.

Tanpa partisipasi masyarakat atau keterlibatan pemilih, maka sesungguhnya pemilu tidak memiliki makna. Tentu saja ukuran partisipasi bukan sekadar kehadiran pemilih dalam memberikan suara di TPS pada hari pemungutan suara, akan tetapi keterlibatan pemilih pada keseluruhan tahapan pemilu itu juga sangat penting. Dan perlu "dicatat" Relasi adalah perwakilan dari Masyarakat alias Pemilih (mitra KPU) bukan penyelenggara.
 
Sementara itu, menurut KPU RI, hadirnya program relawan demokrasi dilatarbelakangi oleh partisipasi pemilih yang cenderung menurun. Empat pemilu nasional terakhir dan pelaksanaan pemilukada di berbagai daerah menunjukkan indikasi itu. Pada pemilu nasional misalnya, yaitu pemilu 1999 (92%), pemilu 2004 (84%), pemilu 2009 (71%), pemilu 2014 (73%) menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam upaya untuk mewujudkan kesuksesan Pemilu 2019.

Dan, banyak faktor yang menjadikan tingkat partisipasi mengalami tren penurunan, diantaranya adalah jenuh dengan frekuensi penyelenggaraan pemilu yang tinggi, ketidakpuasan atas kinerja sistem politik yang tidak memberikan perbaikan kualitas hidup, mal-administrasi penyelenggaraan pemilu, adanya paham keagamaan anti demokrasi, dan melemahnya kesadaraan masyarakat tentang pentingnya pemilu sebagai instrumen transformasi sosial, dan lain sebagainya.

Selanjutnya, Program relawan demokrasi muncul juga dilatarbelakangi oleh inflasi kualitas memilih. Tanpa mengabaikan apresiasi kepada pemilih yang menggunakan hak pilihnya secara cerdas, sebagian pemilih kita terjebak dalam pragmatisme. Tidak semua pemilih datang ke TPS atas idealisme tertentu tetapi ada yang didasarkan pada kalkulasi untung rugi yang sifatnya material, seperti mendapatkan uang dan barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari.

Pragmatisme pemilih ini sebagian disumbang oleh tingkat literasi politik yang relatif rendah, melemahnya kesukarelaan masyarakat (voluntarisme) dalam agenda pencerdasan demokrasi, dan masifnya politik tuna ide dari kontestan pemilu. Pemilu 2019 mesti menjadi titik balik persoalan partisipasi pemilih yang sebelumnya ada.

Angka partisipasi pemilih harus meningkat dan inflasi kualitas memilih harus dipulihkan bahwasanya memilih adalah tindakan politik yang mulia. KPU bersama komponen bangsa lainnya memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan titik balik itu terwujud.

Apalagi, Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga telah menetapkan target kehadiran pemilih di TPS sebesar 77,5 persen. Ini tantangan berat bagi penyelenggara pemilu dan stakeholders terkait. Tidak mudah menaikkan tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu karena motivasi pemilih datang ke TPS bukban saja ditentukan oleh penyelenggara pemilu yang profesional dan berintegritas.

Jauh lebih berpengaruh dari itu adalah kualitas peserta pemilu, termasuk daftar calon yang diajukan oleh partai politik peserta pemilu. Karena itu, partisipasi pemilih dalam pemilu juga sangat dipengaruhi oleh kinerja partai politik
dan rekam jejak calon/kandidat.

Pelopar-pelopor demokrasi seperti Relawan Demokrasi yang dibentuk di setiap basis kemudian menjadi penyuluh pada setiap komunitasnya, diharapkan mampu menumbuhkan kembali kesadaran positif terhadap pentingnya pemilu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada akhirnya relawan demokrasi ini dapat menggerakkan masyarakat tempat mereka berada, agar mau menggunakan hak pilihnya dengan bijaksana serta penuh tanggung jawab, sehingga partisipasi pemilih dan kualitas Pemilu 2019 dapat lebih baik dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya.

Wahai masyarakat Tali Undang Tambang Teliti, sambut dan bantulah kami, 55 orang Relawan Demokrasi kabupaten Merangin untuk Meningkatkan kualitas proses pemilu, Meningkatkan partisipasi pemilih, Meningkatkan kepecayaan publik terhadap proses demokrasi dan Membangkitkan kesukarelaan masyarakat sipil dalam agenda pemilu
dan demokratisasi.

Ingat... Rabu, 17 April 2019, kita ke TPS Lagi dan Jadilah Pemilih Cerdas.


*Penulis anggota Relawan Demokrasi Kabupaten Merangin (Bangko, 9/2/2019).

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun