Seorang guru saat melihat muridnya kencing berlari pasti akan memanggil muridnya.
Guru yang maha saktinya akan berkata,”kau menghianati perguruan, dari perguruan mana kau pelajari cara kencing berlari seperti itu. Dasar murid tak tahu diri”.
Kalau Guru yang luar biasa maha sakti lagi akan berkata “ Dasar bodoh, masa kencing berdiri saja tidak becus. Kamu dikeluarkan karena IQ kurang.”
Beda sekali dengan guru yang biasa saja. Beliau tidak marah dan cenderung tampak tertarik. Beliau hanya akan bertanya,” wah, inovative sekali cara kencing mu. Lho, iya. Ini inovasi baru. Belum pernah ada orang yang mau rela berbasah - basah ria dengan air seni. Belum lagi resiko, aurat tampak kemana – mana. Hasil akhirnya sama – sama air seni berhasil keluar, kandung kemih kosong dan hati lega karena tak ada tekanan besar dalam kandung kemih. Bagaiamana teorinya?”.
Nah, guru yang biasa ini meminta sang anak membahas tentang teknik dan ilmu yang terdapat dalam sistem inovasi barunya. Saya yakin tak lama kemudian beliau akan meminta bahasan tentang manfaat dan konsekwensi logis dari teknik tersebut. Jika dalam penelitian sang anak mendapati kencing berlari maka otomatis sang anak akan meninggalkan teknik tersebut dan mengganti dengan teknik yang lebih baik.
Guru yang pertama, hanya melihat perbedaannya saja tanpa mengijinkan anak berkreasi. Guru yang kedua lebih diktator lagi. Langsung memvonis bahwa anak ini bodoh karena tidak dapat meniru perbuatan atau apa yang diajarkannya. Guru yang ketiga, sejatinya mungkin beliau malu karena ketahuan sedang kencing tapi dengan kebijaksanaannya beliau mengijinkan anak belajar mandiri dan berkreasi. Salah sekarang lebih baik daripada besok hingga menyebabkan hal yang fatal. Siapa tahu anak inilah yang nantinya akan menjadi pakar urology. Yang mengenal kandung kemih, ginjal dan saluran lainnya yang berhubungan dengan air seni hingga mampu mengobati orang lain. Semoga.