Sebenernya saya juga tidak terlalu lama disini, hanya tiga hari. Tapi, entah kenapa negaranya mbak Lara Croft ini sangat menelisik pikiran saya, khususnya malam ini. Kamboja. Yuhu, suatu negara yang asing bagi saya saat pertama menginjakkan kaki disana.
Saya pergi bersama beberapa teman saya dan sebenarnya ini hanya transit sementara perjalanan saya menuju Ho Chi Minh, Vietnam. Kami masuk ke negara ini di siang bolong yang panasnya terik. Masuk ke imigrasi negara ini dengan petugas imigrasi yang kasar. Kami pun cukup santai menghadapi mereka. Tapi ketika mereka mewajibkan kami membayar biaya U$D 20, sebagai visa on arrival, kami pun tak terima. Pasanya, om Marty Nattalegawa sudah taken kontrak dengan pemerintah Kamboja. Bahwa Indonesia dan kamboja memberakukan free visa bagi kedua warga negara yang salaing mengunjungi. Its Suckss! Kami pun ngeyel dan ingin bertemu dengan kepala imigrasi. Perjanjian tetap perjanjian bung. Bukannya kami tak mau bayar, tapi kan sudah ada tertulisnya toh?
Oh, damn, kami tetap tak berhasil membujuk petugas imigrasi itu. Alasannya, belum ada perintah resmi dari pemerintah mereka untuk melaksanakan perjanjian itu. Padahal kami juga sudah membawa copy salinan berita yang menyatakan Indonesia bebas visa to Kamboja. Huh, capek dehh! Masa perjanjian yang katanya terealisai januari 2011, sampai Maret ini belum direalisasiin juga, yawislah. Toh, kami juga harus cepat pergi melanjutkan perjalanan. Tapi yang membuat saya membelalakkan mata, adalah setelah kami melewati perbatasan, saya tak percaya apa yang saya lihat. Di sepanjang jalan yang saya lewati, kurang lebih sepanjang 1,5 kilometer, banyak sekali, di kanan dan kiri, tempat – tempat judi dengan gedung yang sangat mewah dan besar, berdiri berjejer, istilah jawanya ngawu – awu. Tempat judi itu berkonsep semi hotel dengan pelayanan mewah, terbukti dari fasilitas dan harga yang ditawarkan. Sungguh, kalo di Jogja yaaa,, gedung – gedung judi itu paling kecil, minimal besarnya seperti took buku Gramedia lahh.
Tampaknya mereka sangat bangga dengan apa yang mereka sajikan ini. Dan judi juga tampaknya adalah sesuatu yang dilegalkan disini. Jangan2 para petugas imigrasi tadi juga mencari hiburan kemari ya…dengan `label` visa on arrival..hhehehe….
Kendaraan kami terus melaju,, menuju Siem Reap.
Dan ketika perjalanan awal sebelum sampai Siem Reap, ternyata banyak pemandangan yang sama dengan Indonesia. Banyak anak peminta – minta. Namun, mereka cukup cerdik untuk meminta duit dari para wisatawan atau pelancong yang singgah di rumah makan setempat. Mereka pura – pura baik pada para turis, juga kemudian melilitkan gelang sebagai tanda perkenalan. Ujung – ujungnya, minta duit juga. Harga satu gelang sekitar 15.000 rupiah atau sekitar 500 reel kamboja. Setelah mendapat uang, mereka kemudian membagi uang itu dengan teman2 mereka. Hal yang sama juga dilakukan kepada turis lain yang baru saja tiba.
Uuuhh… ini kesan pertama tiba di Kamboja. Bagi kami, saat ini adalah hal yang sangat tidak mengenakkan, dengan awal mula yang cukup tak mengenakkan. Apalagi orang Kamboja tidak bisa bahasa Inggris. Hanya orang – orang tertentu saja yang bisa bahasa Inggris dan itupun jumlahnya sangat sangaaaat sedikit.
Kami melewati kota kecil yang jarang penduduk, seperti di pinggiran kota. Mungkin seperti rumah – rumah di pinggiran tol Surabaya. Kanan kiri hanya dihias beberapa rumah tradisional, terbeuat dari kayu dan ditingkat satu lantai. Disana – sini juga banyak orang lalu lalang naik sepeda, truk – truk pasir dan juga anak – anak yang berlarian di jam sekolah. Sepanjang mata memandang hanya area persawahan dan padang rumput tanpa rumput yang luas membentang.
Ya sudahlah, apa boleh buat. Saya dan teman2 harus tetap semangat di tengah gurun dan daerah yang sangat asing bagi kami ini. Bagiamana bisa anak – anak itu hidup sangat ceria dan bahagia di tengah gurun dan hutan seperti ini. Huh, mungkin bila TIM SAR mencari kami, kami susah ditemukan. Mungkin koordinat kami tidak akan ditemukan di dalam peta back azzimute mereka. (alay!). Oh, God please tell me where we are!!!
Dan akhirnya kami terus melanjutkan perjalanan di siang yang semakin panas itu. Kami heran, mbak Angelina Jolie sangat terpesona dengan keeksotisan negara ini (Mana eksotisnya ya, perasaan beraroma pasir dan lempung ;p)
And finally, here we are! Kami tiba di Siem Reap selepas pukul 19.00. Kami melewati jalanan menuju Siem Reap dengan perasaan yang dag – dig-dug, sebab, masih saja, perjalanan kami diselimuti padang rumput tanpa rumput dan entah kami berada dimana. Padahal kata orang, Siem Reap itu akan membuat kita ingin kembali. Saya ingin melihat apakah mereka bisa mempertanggungjawabkan omongannya..hehehe
Tak berapa lama, sang supir, dalam bahasa Kamboja, menyebut2 kata Siem Reap…yah, mungkin artinya,, kita telah sampai, sebentar lagi bus akan berhenti.
Yap dan benar saja, beberapa saat setelah itu bus mulai meambat. Dan oh, saya jadi tahu ternyata orang – orang yang bercerita pada saya tentang Siem Reap, berkata benar!
Mata kami layaknya menemukan penyegaran di tengah kenistaan (alay lagi ;p).
Kalau begini sih, saya tak heran kalu si Lara Croft senang berlibur kesini. Kanan kiri, isinya villa mewah, fasilitas sangat lengkap. Desain eksteriornya juga tak main2, sangat kental dengan Ke-Kamboja-an, berupa kuil2 indah yang sangat gemerlap. Lampu – lampu besar juga memungkinkan kita untuk melihat interior di dalam vila2 mewah itu. Wow,, its amazing. Nuansanya sangat indah, mewah, dan setiap villa dilengkapi dengan kolam renang yang juga luxury. Wah, kami berharap, villa yang kami pesan adalah satu diantaranya.
Tapi, ternyata tidak, kami malah menginap di villa standar, namanya No Problem Villa (ngakak dengar namanya). Itu pun kami harus nyasar dan harus diantar tuktuk lebih dulu. Sang sopir tuktuk yang bernama Ella, kebetulan adalah keponakan sang pemilik villa. Huft. (Hi, Ella, how are you, huh? Long taim nosi)
Yup. Dan kami menginap satu malam disini. Bersama bule – bule punk dan juga sekelompok pemuda Azerbaijan yang ngeri. Yang terkadang melotot pada saya ketika saya sedang ada di lobby. Hi…Dan parahnya villa ini hanya menyediakan air panas jam 7 pagi saja. Selebihnya usaha sendiri. Ohya, kamarnya juga bau apeg, kayanya spreinya jarang diganti..hhihi….yasudahlah, disyukuri saja…..
Kami pun, bergesas menuju Ho Chi Minh esok harinya. Menaiki bus berbeda, melewati jalanan Siem Reap dan hanya beberapa meter dari Angkor Wat yang mempesona. Ah, andai kami lebih lama disini. Apa boleh buat, HoChi Minh telah menunggu kami.
Selepas dari SiemReap, pemandangan yang sama ada kembali menyelimuti jendela kanan kiri. Gurun, antah berantah, dan rumah – rumah serta pemandangan yang sangat tradisional. Bus kami melaju perahan di sebelah kanan,(ohya, kalo di Kamboja, setir kemudi kendaraan ada di kiri, sehingga, bus jalannya di sebelah kanan jalan, seperti negara barat lain). Ah, saya memutuskan untuk tidur sampai nanti tiba di Phnom Penh.
****
Uah. Phomh Penh. Akhirnya. Akhirnya ada kehidupan layaknya kota pada umunya. Kota ini sangat sibuk, dikanan kiri banyak sekali kendaraan berlalu lalang. Banyak jalan satu arah disini. Tidak banyak rambu lalu lintas yang terlihat. Kendaraan disini rata – rata berukuran besar. Hampir 80 % penduduk Kamboja, menggunakan Lexus untuk kendaraan pribadi. Dan untuk angkutan umum, kebanyakan menggunakan kendaraan mirip kijang kapsul namun lebih lebar dan panjang.
Saya ga tau, kenapa justru Lexus yang menjadi kendaraan utama disini. Hampir setiap belokan, pasti saya bertemu dengan Lexus, baik buatan lama ataupun baru. Atau mungkin, mereka termasuk produsen lexus? I don’t know exactly. Yang saya tahu, warga di sini berarti cukup makmur. Dan saya juga terpesona dnegan delta Sungai Mekong yang menawan, yang katanya banyak ikan lele raksasa. ;)
Lebih kurang selama 3 jam kami berada di ibukota. Melihat – lihat kota. Mencoba makanan khas Kamboja, yaitu Sticky Rice. Nasi khas Kamboja yang dibakar dan dibungkus dengan bamboo. Gurih dan manis. Mungkin rasanya mirip seperti ketan bila di Indonesia. Sticky Rice ini pemberian Ke Sophorn, seorang Kamboja yang bisa bahasa Inggris. Kami ngobrol cukup lama dengannya. Ternyata dia adalah seorang guide. And I think he is fun and nice. (Ke Sophorn, why you never update your FB? Hahaha)
Dan, akhirnya tepat jam 15.oo, kami meninggalkan Phnom Penh Menuju Ho Chi Minh. Ternyata wanita Kamboja yang saya temui itu cantik – cantik….tapi lakinya yang saya temui lebih enak didengar suaranya daripada dipandang.hahahaha
Huaah, sekitar jam 18.30 kami tiba di perbatasan Kamboja-Vietnam. Dan lagi – lagi, banyak sekali di kanan – kiri, bertebaran rumah – rumah judi, yang (sumpah), lebih besar dan megah daripada yang siang tadi. Mereka terang – terangan dan lebih berani memasang nama tempat judi. Bahkan ada yang dengan pedenya memamsang nama Las Vegas, Casino Royal, Don Casino, Emerald, dll. Semua desain eksteriornya dihias dengan ampu2 disko yang sangat gemerlap dan warna – warni. Air mancur yang besar juga turut menghiasi bagian depannya. Banyak orang lalu-lalang, keluar masuk dari tempat2 itu, terutama di Casino Royale, Mobil2 parkir memenuhi area tempat judi itu.
Wah, sungguh, mungkin ini bisa jadi satu-satunya hiburan yang mereka punya.
Yah, finally, beberapa saat kemudian kami memasuki Vietnam. Suatu negara yang aura militernya masih sangat kuat. Di perbatasan saja sudah dijaga sangat ketat dengan petugas imigrasi yang galak.
Tapi, entah kenapa, setelah memasuki Vietnam, saya seperti rindu dengan negara yang baru saja saya tinggalkan. Saya belum puas di Kamboja. Menikmati SiemReap lebih lama. Mendengarkan cerita – cerita tentang Kamboja.
Ah, mungkin nanti, saya akan kembali. Tapi mungkin tak akan lagi menikmati `pesona` gurun. Yang jelas, Kamboja tetap berkesan, entah bagaimana saya memandang. Harapan saya hanya supaya setiap rakyat Kamboja mampu merasakan kemakmuran. Bukan hanya daerah tertentu saja yang makmur dan rakyatnya senang.
Malam ini pun, saya teringat jelas Kamboja, di kepala saya. Ah, saya masih rindu Kamboja dan ternyata waktu sudah bergulir, pukul 01.00 am, hujan pun rintik menyapa bumi.
Sudahlah, mungkin saya akan lanjutkan cerita ini dalam mimpi saja.
Siem Reap, see you in my dream.
Tahukah kamu, saya ingin kembali.