Revitalisasi Teluk Benoa merupakan gerakan yang menunjukkan bahwa bangsa dan negara Indonesia masih memiliki pandangan interinsuler (padangannya ke laut). Â Sebuah pandangan yang pernah digunakan oleh raja-raja Sriwijaya untuk menaklukan Kalingga (Jawa) yang berbasis pada poros agraris. Bahkan kerajaan Majapahit juga menggunakan padangan interinsuler, sebab ketika Kertanegara meninggal di Singasari, Raden Wijaya tidak ingin mengurus Kediri yang agraris. Ia memusatkan perhatian ke Terik menjadi kerajaan laut bernama Majapahit di bawah perlindungan angkatan laut Tiongkok. Â Atas dasar kekuatan klautan ini Majapahit kemudian berhasil menaklukan beberapa negara sehingga pada akhirnya mampu melahirkan imajinasi nusantara. Orientasi laut yang kuat akan menjadi titik balik dari sebuah kemajuan wilayah.
Revitalisasi Teluk Benoa adalah usaha bagaimana menempatkan fungsi laut semaksimal mungkin. Potensi laut di sini tidak  sebatas jumlah Ikan dan ombaknya untuk beselancar, tetapi sekaligus  pemfungsian ekologis laut, sarana pertumbuhan ekonomi, keseimbangan dan kelestarian hutan-mangrove dan yang paling penting adalah menjadikan laut bersih dari berbagai sampah. Revitalisasi Teluk Benoa sejenis gebrakan untuk menjadikan poros maritim sebagai sumber kekuatan.
Hari ini kita sejatinya memiliki kesadaran yang utuh bahwa daratan mengalami problem. Menipisnya area pemukiman, kepadatan penduduk, dan pertumbuhan ekonomi daratan yang mulai menyempit, semakin membuat harga daratan ‘mahal’. Sehingga pemfungsian laut menjadi sesuatu yang tidak bisa dielakkan. Revitalisasi Teluk Benoa di samping sebagai usaha untuk membangkitkan gairah ekonomi, juga sekaligus menjadi penanda penting bagaimana kekuatan laut benar-benar dimaksimalkan sebagaimana paradigma sejarah kerajaan-kerajaan nusantara tempo dulu.
Jika menginginkan Indonesia secara umum dan Bali secara khusus maju, maka laut tidak bisa diabaikan. Jika Jepang dan Korea mampu menjadikan laut sebagai sumber potensi melalui pembangunan Bandara Internasional, mengapa di negeri ini tidak? Memfungsikan laut melalui proses revitalisasi Teluk Benoa akan menjadi awal bagi orientasi menjadikan Indonesia sebagai negara maritim. Negara maritim bukan sebatas pemerintah berhasil menuntaskan kasus-kasus illegal fishing, tetapi juga memperhatikan proyeksi pembangunan untuk penguatan potensi laut semaksimal mungkin. Teluk benoa, adalah jawabannya.
Pada tahap ini, Teluk Benoa menjadi prioritas pembangunan Indonesia yang berorientasi di wilayah laut, di samping untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat, sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari kepentingan besar lainnya, menyangkut kepentingan menjaga keutuhan NKRI mengingat ¾ wilayah Indonesia merupakan wilayah laut. Sebab selama ini, belum tergarapnya ekonomi kelautan secara optimal dan rawannya wilayah laut Indonesia dari berbagai tindak kriminal dan pelanggaran kedaulatan tak terlepas dari belum dijadikannya pembangunan kelautan sebagai mainstream dalam pembangunan nasional. Ini sebagai akibat budaya maritim kita telah tergerus oleh budaya kontinental-agraris.
Sebagai sebuah agenda penguatan kemaritiman, revitalisasi Teluk Benoa merupakan proyeksi kelautan yang jelas manfaatnya, berorientasi pertumbuhan ekonomi masa depan, dan destinasi wisata berskala internasional. Teluk benoa menjadi keunggulan komparatif dari negara kepulauan yang dapat  dimanfaatkan sesuai dengan kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah (baca: Bali)  untuk kepentingan nasional. Sehingga dengan buah revitalisasi Teluk Benoa, laut tidak lagi diklaim sebagai sektor pinggiran (peripheral sector) pembangunan ekonomi nasional.