"Teater adalah sebuah nyawa bagiku, yang melandasi setiap perbuatan sehari-hari. Sedikit cerita dapat kuperankan di kisah nyata. Tapi, di panggung teater aku bisa menjadi apa yang aku mau. Semustahil apapun itu, seindah apapun itu. Teater mengubah artiku."
20:43
"Aku benar-benar belajar mencintai negeriku disini. Tiap hari mau menitikkan air mata saat tahu begitu kayanya negeri ini, kawan. Kemana saja saya?"
21:01
"Tragisnya, begitu banyaknya kendaraan-kendaraan mewah di sini, anak-anak jalanan pun tak tersapa. Anak-anaknya benar-benar kecil, orang tuanya pun benar-benar tua. Dinamika kehidupan kata "cuek" sudah menjadi milik mereka?"
21:10
"Diselipan kesedihanku, masih ada juga mereka yang berda di lingkungan "dangerous" berlari ke rumah-Nya, ketika DIA memanggil. Aku tersenyum, Vo. Masih ada yang menjawab salamku dan memberiku ilmu tentang hidup dengan singkat dan jelas. Terima kasih bapak penjaga teater tanah air. Dari teater aku belahar kehidupan, kawan. seniman-seniman gila ini begitu memahami apa yang terjadi. Sayang yang duduk di atas sana, tidak menonton, aku merasa bisa kena serangan bertubi-tubi, hati perih, dan tersinggug bukan main."
21:14
"Nyanyi lagunya SNADA
'Kuberjalan diantara gedung-gedung yang tinggi menjulang diantara kerlap kerlip cahaya lampu yang benderang, Kusaksikan tubuh kecil yang letih dipinggiran jalan, hanya beralaskan lembar koran berselimutkan malam.'"
SMS-SMS tersebut masuk ke handphondku jam 9 malam-an, saat aku sudah berada di pulau kapuk untuk beristirahat.
SMS yang dikirim dari seorang sahabat yang mendapat kesempatan ke Jakarta untuk menghadiri Pertemuan Teater Nasional. Beliau adalah perwakilan dari Kota Kecil, Bengkulu.
Betapa ia telah menyaksikan kerasnya ibu kota di terjang badai kesenjangan sosial. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin.
20:22:: Dia begitu mencintai teater yang telah membesarkan nama dan hatinya. Mendewasakan pikirannya dan mendewasakan sikapnya. Telah ia kenal dunia teater 8 tahun lamanya.
20:43:: Dipertemuan besar Indonesia itu, tentunya ia telah melihat keragaman umat di sana. Tentunya ia telah melihat budaya Nusantara yang begitu kaya dan luar biasa. Dari sabang sampai Merauke, dengan setiap kebudayaannya. Betapa kayanya negeri ini!
21:01:: Dibalik kekayaan negeri ini, ada sesuatu yang lain yang terlihat nyata di hadapannya. Tatkala melihat mobil mewah yang lalu lalang di depan tubuh-tubuh ringkih. Ditambah orang-orang tua yang sangat tua, mengendong anak-anak kecil yang benar-benar kecil, ntah umurnya yang kecil atau badannya yang kecil karena kurang gizi berjalan di kegelapan malam di pekatnya asap kendaraan mewah. Tak ada yang saling mengasihi, YOu are you, not Me!
21:10:: Beliau menemukan seseorang yang memberinya ilmu mengenai makna khidupan di rumah Allah. Ya, seorang bapak tua penjaga gedung teater.
21:14:: Ah, lagi-lagi kau membuat jantungku bergejolak, Li. Hatiku miris. Ngilu dan nangis. Betapa aku ingin ada di sana, menyaksikan kepedihan itu dengan mata kepalaku sendiri. Merasakan aromanya, merasakan warnanya, dan merasakan suasananya. Yah, ini adalah kali ke-2 kau berangkat karena teater, setelah sebelumnya ke Kalimantan dalam rangka lomba baca Puisi Mahasiswa tingkat Nasional. Teater telah membawamu terbang, terbang menembus batas mimpi-mimpi yang pernah kau gaungkan.
Bahkan aku yang lebih dahulu mengenal teater dibanding dirimu, tak mendapat kesempatan indah itu. Setelah pilihan dibuat. Kau berjuang di teater dan aku berjuang di tempatku yang lain.
Disinilah mulanya kita mengembangkan sayap. Menjadi apapun yang kita mau. Walau kemudian, aku mengganti sayang itu dengan sayap yang lain.
Di teater kita bermula, merasakan menjadi gila, miskin, kaya, jelek, baik, dll. Ya, adapun kau akupun begitu. Aku bisa menjadi apa saja yang kumau. Tapi, lagi-lagi, aku telah membuat pilihan ku sendiri.
Salam hangat dan rindu, dari teman SD-mu, SMP-mu, SMA-mu, Universitas-mu, Kelas-mu, dan teman mantan teater-mu. Voe Bee...
untuk teman seperjuanganku selama 11 tahun, Liona Aprisof.