Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Buku Ajar Hukum Perkawinan

10 Maret 2024   11:40 Diperbarui: 10 Maret 2024   11:55 56 3
Review Buku "Buku Ajar HUKUM PERKAWINAN"
Zafira Ilmi Aryanti
222121126
Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta, Indonesia

Abstract:
Perkawinan dalam literatur fiqh berbahasa arab dikenal dengan dua istilah, yaitu nikah dan zawaj, dan merupakan suatu akad suci yang diatur oleh hukum islam. Menurut pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI), perkawinan adalah persetujuan yang sangat kuat untuk mengikuti perintah Allah, yang juga diakui dalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. Perkawinan menurut hukum islam adalah ikatan jasmani dan Rohani antara seoranag laki-laki dan seorang Perempuan untuk membentuk keluarga bhagia dan kekal.
Hukum perkawinan di Indonesia mencakup berbagai sumber, termasuk Al-Qur'an, Hadits, Ijmak Ulama Fiqh, dan Ijtihad. Ada juga pandangan dari ahli seperti Ahmad Al-Jurjawi tentang hikmah-hikmah perkawinan, seperti pembentukan keturunan dan kehidupan yang tentram.
Sebelum adanya Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, hukum perkawinan di Indonesia diatur berdasarkan hukum adat, hukum Islam, kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Ordonadi Perkawinan Indonesia Kristen. Namun, dengan lahirnya UU Perkawinan pada tahun 1974, hukum perkawinan menjadi terstandarisasi bagi seluruh warga negara Indonesia.
Pencatatan perkawinan sangat penting dalam hukum islam dan di Indonesia. Hal ini diatur dalam Pasal 5 KHI dengan tujuan untuk menjamin perlindungan hukum bagi Masyarakat islam. Tidak mencatatkan perkawinan dapat bedampak negative, termasuk meningkatnya perkawinan siri dan kerentaan terhadap ketidakadilan terutama bagi Perempuan da anak-anaknya.
Indonesia telah memilih peraturan-peraturan perundang-undangan yang mengatur pencatatan perkawinanbagi orang islam, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1006 tentang admisnistrasi kependudukan bagi orang islam, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007, Peraturan Mentri Agama Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007, dan Keputusan Bersama Diretrokat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Direktorat Jenderal Prokotoler dan Konsuler Nomor 208/07 Tahun 1999.
Keywords: perkawinan, hukum islam, undang-undang perkawinan, kompilasi hukum perkawinan (khi), hukum perkawinan di Indonesia, pencatatan perkawinan, sumber hukum perkawinan

Introduction
Intitusi perkawinan menjadi salah satu pondasi Masyarakat, mewakili perpaduan individu dalam ikatan suci yang melampaui hubungan fisik dan emosional semata. Dalam lanskap hukum yang kompleks di Indonesia, nuansa-nuansa rumit mengenai perkawinan diatur dengan cermat dalam kerangka budaya, agama dan hukum. Mengatasi topik yang multifest ini, "Buku Ajar HUKUM PERKAWINAN" muncul sebagai sumber pengetahuan, yang ditulis oleh Prof. Dr. Jamaluddin, S.H., M.Hum., dan Nanda Amalia, SH, M.Hum., dan diterbitkan oleh Unimalpress.
Terdiri dari tujuh bab yang disusun secara hati-hati oleh penulis, buku ini memulai perjalanan pencerahan melalui dimensi-dimensi yang beragam mengenai hukum perkawinan di Indonesia. Dimulai dengan eksplorasi mengenai dasar-dasar hukum perkawinan dalam konteks Indonesia, para penulis menjelajahi jalur-jalur rumit dari hak-hak dan kewajiban perkawinan, merinci kontur tugas dan hak pasngan.
Seiring dengan berkembangnya narasi, perhatian dialihkan kepada pembubaran perkawinan, menawarkan wawasan tentang kompleksitas keruntuhan perkawinan dan jalur hukum tersedia untuk pemisahan. Melalui pemeriksaan komprehesif tentang proses perceraian dalam kerangka hukum nasional, buku ini memberikan panduan berharga bagi pembaca untuk menavigasi perairan yang bergejolak dari konflik perkawinan.
Selanjutnya, teks ini menjelajahi evolusi Sejarah hukum perkawinan, melacak transformasi paradigma hukum melintasi ranah adat, agama, dan hukum negara di Indonesia. Dengan kontekstual perkembangan hukum inidalam kerangka sosiokultural yang lebih luas, para penulis menjelaskan permainan dinamis antara tradisi dan modernitas dalam membentuk kerangka hukum kontemporer.
Pada intinya, "Buku Ajar HUKUM PERKAWINAN" berfungsi sebagai sumber pengetahuan bagi individu yang ingin menavigasi medan hukum perkawinan yang rumit. Dari menjelaskan komprehensif tentang hak, tanggung jawab, dan tantangan yang melekat dalam hubungan perkawinan.
Pada dasarnya, karya monumental ini melampaui diskusi hukum semesta, menawarkan pembaca perspektif yang halus tentang berbagai aspek perkawinan dan perceraian, dengan menerangi dimensi hukum, budaya, dan agama dari ikatan perkawinan, para penulis memberdayakan pembaca untuk melampaui naluri dasar dan merangkul cita-cita mulia kemitraan dan persahabatan dalam perjalanan mereka melalui perkawinan.
 
Result and Discussion
HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA
Pengertian Perkawinan
Dalam literatur fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yakni nikah dan zawaj. Kedua istilah ini digunakan dalam kehidupan sehari-hari Masyarakat arab dan sering pula ditemukan dalam Al-Qurr'an dan Hadits Nabi. Hukum islam mengatur bahwa perkawinan dilakukan berdasarkan kesepakatan Bersama atau kesepakatan sah yang disaksikan oleh dua orang laki-laki. Perkawinan menurut islam dianggap sebagai suatu akad suci yang kuat dan teguh antara seorang laki-laki dan seorang Perempuan untuk hidup Bersama secara sah sehingga membentuk suatu keluarga yang kekal, santun, penuh kasih sayang, aman, damai, Bahagia dan kekal.
Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) mendefinisikan perkawinan menurut hukum islam sebagai perkawinan yaitu, persetujuan yang sangat kuat, atau miitsaaqan ghaliizhan, untuk mengikuti perintah Allah dan melakukan hal itu merupakan ibadah. Apabila definisi tersebut dibandingkan dengan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 (UU Perkawinan) dan pasal 1 KPI, maka pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara pengertian perkawinan menurut hukum islam dengan Undang-undang perkawinan, karena yang dimaksud dengan perkawinan menurut hukum perkawinan adalah: "ikatan jasmani dan Rohani antara seorang laki-laki dengan seorang Perempuan sebagai suami sitri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang Bahagia dan kekal berdasarkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa." Dalam Bahasa inndonesia, perkawinan berasal dari kata "kawin" yang menurut bahasanya berarti menjalin kekeluargaan dan hubungan seksual dengan lawan jenis.
Sementara pengertian dalam UU perkawinan mempunyai 4 unsur, yakni;
Ikatan Lahir Batin.
Dalam perkawinan tidak hanya ikatan lahir yang diwujudkan dalam ijab Kabul yang dilakukan oleh wali mempelai Perempuan denganmempelai laki-laki dengan 2 orang saksi dengan penyerahan mahar, tetapi ikatan batin juga diwujudkan dalam bentuk adanya persetujuan oleh kedua mempelai tanpa adanya unsur paksaan, ikatan batin juga penting untuk memperkuat ikatan pernikahan dalam mewujudkan keluarga yang bahagia.
Antara Seorang Pria dengan Seorang Wanita.
Dalam perkawinan menurut UU, hanya seorang pria yang menjadi suami dan hanya seorang Wanita yang menjadi istri.
Membentuk Keluarga Bahagia dan Kekal.
Dalam artian, perkawinan harus mampu membawa ketenangan dan ketentraman sampai akhir hayat.
Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Artinya perkawinan harus mengikuti ketentuan dalam agama. Sahnya perkawinan diukur dalam ketentuan hukum agama.
Ahli Ahmad Al-Jurjawi menyatakan hikmah-hikmah yang ada pada perkawinan antara lain:
Dengan perkawinan maka banyalah keturunan.
Ketika mempunyai banya keturuanan maka proses memakmurkan bumi berjalan dengan baik, karena perbuatan yang dilakukan Bersama-sama akan jauh lebih baik daripada sendirian.
Manusia tidak akan hidup tentram kecuali kehidupan pada rumah tangga tenang dan harmonis.
Laki-laki dan Perempuan adalah sekutu yang dapat memakmurkan dunianya masing-masing dengan ciri `khasnya deng`an berbagai macam pekerjaan.
Sesuai dengan tabiat manusia, mereka cenderung mengasihi orang yang dikasihi. Adanya pasangan bisa menghilangkan kesdihan, kesepian dan ketakutan. Pasangan berfungsi sebagai teman yang menjadi penolong dan yang mengatur kehidupan kita.
Manusia memiliki rasa cemburu (ghirah). Untuk mrnjaga kehormatan dan kemuliaan diri, pernikahan akan menjaga pandangan terhadap hal-hal yang tida halal baginya.
Jika manusia mati, maka terputuslah seluruh amal perbuatan yang mendatangkan Rahmat dan pahala baginya. Namun apabila meninggalkan anak dan istri, mereka akan mendoakan kebaikan sehingga amalnya tidak akan teputus dan pahalanya tidak akan di tolak.

Sumber Hukum Perkawinan Di Indonesia
Penjelasan mengenai hukum perkawinan dalamislam dapat ditemukan dalam beberapa sumber utama, termasuk Al-Qur'an, Al-Hadits, Ijmak Ulama Fiqh, dan Ijtihad.
Al-Qur'an
Al-Qur'an menyajikan ayat-ayat yang memberikan pedomantentang perkawinan, termasuk tujuan, larangan, hak dan kewajiban, serta prosedur perkawina.
Ayat-ayat al-qur'an tentang perkawinan adalah sebagai berikut:
QS. Al-Dzariyat:49, QS. Yasin:36, QS. Al-Hujurat:13, QS.An-Nahl:72. Perkawinan adalah tutuntutan kodrat hidup dan tujuan lain adalah untuk memperoleh keturunan guna melangsungkan kehidupan.
QS. Ar-Rum:21, QS. An-Nur:32. Perkawinan untuk mewujudkan kedamaian dan ketentraman hidup serta mewujudkan kasih saying.`
QS. Al-Baqarah:235, QS. An-Nisa:22-23, QS. An-Nur:3, QS.` Al-Baqarah:221, QS. Al-Maidah:5, QS. Al-Mumtahanah:10. Barisi larangan-larangan Allah dalam perkawinan.
QS. An-Nisa:3 dan 34. Perintah berlaku adil dalam perkawinan
QS. Al-Baqarah:187 dan 222-223. Berisi peraturan dalam melakukan hubungan suami istri.
QS. An-Nisa:35, QS. At-Thalaq:1, QS. Al-Baqarah:229-230. Aturan tentang penyelesaiaan masalah rumah tangga.
QS. Al-Baqarah:226-228, 231-232, 234, dan 236-237, QS. At-Thalaq:1-2, 4, 7, dan 66, QS. Al-Ahzab:49. Aturan tentang menunggu masa iddah.
QS. Al-Baqarah:228-233, QS. An-Nisa:4. Hak dan kewajiban perkawinan.
QS. An-Nisa:20 dan 128, QS. Al-Mujadalah:2-4, QS. An-Nur:6-9. Peraturan tentang nusyuz dan zhihar.
Al-Hadits
Hadits Nabi Muhammad SAW memberikan penjelasan lebih lanjut tentang berbagai aspek perkawinan.
Disinggung dalam al-qur'an dapat disebutkan antara lain sebagai berikut:
Tata cara peminangan
Saksi dalam akad nikah
Hak mengasuh anak setelah perceraian
Syarat-syarat dalam akad nikah.
Beberapa contoh penjelasan sunnah tentang hal-hal yang disebutkan al-qur'an secara garis besar sebagai berikut:
Pengertian quru' yang disebutkan dalam al-qur'an mengenai masa iddah Perempuan yang ditalak suaminya
Bilangan susunan yang mengakibatkan hubungan mahram
Besar kecilnya mahar
Izin keluar rumah bagi Perempuan yang mengalami iddah talak raj'i
Perceraian yang terjadi karena lia'an merupakan talak yang tidak memungkinkan bekas suami istri kembali nikah lagi
Ijmak Ulama Fiqh
Para ahli fiqh juga menjelaskan pengertian perkawinan, rukun, dan syarat-syarat sahnya. misalnya:
Pengertian perkawinan, seperti yang dikemukakan oleh Abu Yahya Zakaria Al-Anshary, Nikah menurut istilah syara' ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.
Rukun syarat sah perkawinan
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan terdiri atas:
Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan
Adanya wali dari pihak calon pengantin Wanita
Adanya 2 orang laki-laki sebagai saksi
Sighat akad nikah (ijab Kabul)
Syarat sah perkawinan
Pada garis besar syarat-syarat perkawinan ada dua:
Calon mempelai Perempuan halal dikawini oleh laki-laki yang ingin menjadikannya istri
Akad nikahany dihadiri para saksi
Syarat-syarat kedua mempelai
Syarat bagi calon pengantin pria;
Beragama islam
Laki-laki (bukan transgender)
Tidak dipaksa/terpaksa
Tidak sedang melakukan ihram
Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri
Tidak sedang mempunyai istri 4
Syarat-syarat pengantin Perempuan:
Beragama islam
Wanita (bukan transgender)
Tidak ada ikatan perkawinan/masih dalam iddah
Tidak dipaksa/terpaksa
Tidak dalam ihram, haji, atau umrah
Ijtihad
Hal ini tidak disinggung dalam al-quran atau sunnah, akan tetapi memerlukan ketentuan hukum dengan ijtihad misalnya mengenai harta Bersama yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, perkawinan wanita hamil karena zina, akibat pembatalan pertunangan, terhadap hadiah-hadiah pertunangan dan sebagainya.

Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
Komunitas muslim menginginkan adanya undang-undang perkawinan tersendiri yang berlaku khusus bagi komunitas muslim melalui penerapan hukum islam. Selain itu, terdapat pandangan bahwa pada kenyataannya umat islam Indonesia sebagai anggota Masyarakat yang besar memerlukan perhatian. Oleh karena itu lahirlah Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang bertujuan untuk melengkapi UU perkawinan dan menjadi pedoman bagi hakin lembaga peradilan agama, yang dibuat dan disosialisasikan melalui intruksi presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang kompilasi hukum islam.
Pasal 2 Ayat 1 KHI mengatakan bahwa "pernikahan itu sah apabila dikawinkan menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing." Ketentuan ini tidak berbeda dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan yang menyatakan bahwa suatu perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum dan jaminan masing-masing agama. Hal ini menunjukkan bahwa muatan Kumpulan hukum islam masih mengakui pluralitas hukum perkawinan Indonesia.
Namundapat ditegaskan bahwa umat islam, diatur oleh hukum islam, sedangkan agama selain islam diatur oleh hukum perkawinan yang diatur dalam agamanya masing-masing. Hukum perkawinan islam mengatur bahwa perkawinan diakhiri dengan persetujuan para pihak di hadapan 2 orang laki-laki, jika syarat-syarat lain menurut hukum islam terpenuhi. Karena keabsahan perkawinan didasarkan pada hukum agama (Fiqh Munakahat), maka penerapan hukum islam di Indonesia tidak lagi berdasarkan teori resepsi, melainkan langsung berdasarkan hukum perkawinan. Oleh karena itu, penerapan hukum islam dalam perkawinan di Indonesia tidak lagi bersifat resepsi, tetapi langsung mengacu pada prinsip-prinsip hukum islam.
Dengan demikian, penerapan hukum perkawinan islam tidak hanya menjadi tanggung jawab pribadi umat islam saja, namun juga menjadi tanggung jawab pemerintahan uttuk menegakkannya. Tujuan pengawasan pemerintah untuk menjaga agar penerapan hukum perkawinan islam berjalan sesuai dengan ketentuan agama dan tidak melanggar prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara umum.

Hukum Perkawinan di Indonesia sebelum Tahun 1975
Sebelum Undang-Undang Perkawinan dinyatakan berlaku secara efektif pada tanggal 1 Oktober 1975, hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam berbagai macam peraturan hukum atau system hukum yang berlaku untuk berbagai golongan warga negara dan berbagai daerah. Berikut adalah beberapa contoh dari berbagai macam hukum perkawinan tersebut:
Hukum Perkawinan Adat
Tujuan hukum perkawinan bagi Masyarakat hukum adar yang bersangkutan adalah untuk melestarikan dan meneruskan keturunaa pihak ayah atau ibu, demi kebahagiaan rumah tangga keluarga/kerabat, memperoleh nilai-nilai budaya adat dan kedamaian, serta melestarikan warisan leluhur.
Jadi tujuan perkawinan menurut hukum adat berbeda-beda, sangat bergantung pada lingkungan penduduk asli yang terlibat, karena Indonesia adalah negara kepulauan dengan berbagai agama, adat istiadat, dan budaya yang semuanya masih diakui, dihormati, dan dihargai. Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republic Indonesia yang dilambangkan dengan Bhineka Tunggal Ika, walaupun terpecah belah kita tetap satu dala negara kesatuan republik Indonesia.
Hukum Perkawinan Islam
Hukum perkawinan islam berlaku bagi orang-orang Indonesia asli yang beragama islam. Prinsip-prinsip perkawinan islam terkandung di dalam ajaran hukum Allah dan Sunnah-Nya. Sedangkan hal-hal mengenai penjelasan atau perincian lebih lanjut terhadap prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat pada kitab-kitab fiqih munafakat karya para mujtahid terdahulu, seperti fiqh munakahat kaya Imam Syafi'i.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek atau BW)
Berlaku bagi keturunan Eropa, Cina (Tionghoa) dan Timur asing. Hukum ini mengatur perkawinan dalam konteks hukum perdata yang berlaku di Indonesia.
Hukum Perkawinan menurut Ordonasi Perkawinan Indonesia Kristen (HOCI)
Berlaku bagi orang Indonesia asli (jawa, minahasa,dan ambon) yang beragama Kristen. Ordonasi ini mulai di undangkan pada tanggal 15 februari 1933.
Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengede Huwalijken)
Peraturan ini dibuat untuk mengatasi terjadinya banyak perkawinan antara orang-orang yang tunduk dengan hukum-hukum yang berlainan, seperti orang Indonesia asli dengan orang cina atau orang eropa, orang cina dengan orang eropa, antara orang-orang Indonesia tetapi berlainan agama ataupun berlainan asalnya. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 29 desember 1896, termuat dalam Staatsblad 1896 Nomor 158 dan telah mengalami beberapa perubahan.
Dengan berlaunya undang-undang perkawinan pada tahun 1975, banyak aspek hukum perkawinan yang kemudian diatur secara nasional, menggantikan berbagai macam peraturan hukum local dan tradisional yang ada sebelumnya.

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
Undang-undang perkawinan yang berlaku di Indonesia, diterbitkan pada tanggal 2 Januari 1974, memiliki Sejarah Panjang dalam proses perumusannya. Sejak kongres Perempuan Indonesia pertama pada tahun 1928, telah diperjuangkan Upaya untuk meningkatkan status Wanita yang sudh menikah, dengan harapan mencapai kesetaraan gender, pada periode 1958-1959, pemerintah Indonesia berusaha merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) sendiri, bertujuan untuk mengakhiri pengaruh hukum warisan colonial Belanda. Rentang waktu 1967 hingga 1971 menjadi masa pembahasan yang intens di DPR, dengan RUU tentang perkawinan islam dari kementrian Agama dan RUU tentang ketentuan pokok perkawinan dari Kementrian Kehakiman
Pada tahun 1973, pemerintah mengembalikan RUU tersebut ke DPR melalui pembahasan empat Tingkat. Tingkat pertama adalah RUU pemerintah. Tingkat kedua adalah pandangan umum masing-masing kelompok RUU dan tanggapan pemerintah terhadap pandangan umum tersebut. Tingkat ketiga adalah rapat komite (gabungan komite III dan komite IX) untuk membahas RUU tersebut, yang dalam hal ini dibawa ke panitia yang disebut panitia kerja UU Perkawinan. Tingat keempat, pengambilan Keputusan (pengesahan undang-undang perkawinan), didahului dengan pendapat akhir masing-masing kelompok (batang motivasi). Setelah dilakukan pembahasan empat Tingkat antara DPR dan pemerintah, rancangan tersebut diteruskan ke paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi undang-undang. Setelah seluruh fraksi, termasuk jaksa agung, diberi kesempatan menyampaikan pendapat, DPR RI pada hari yang sama mengesahkan UU Perkawinan dan menjadi undang-undang. Tepatnya pada tanggal 2 januari 1974 diterbitkan undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Lembaran Negara No. 1 Tahun 1974, tambahan Lembaran Negara No.3019/1974.

Pencatatan Perkawinan
Pencatatan Perkawinan Menurut Islam
Sesuai dengan yang tertuang didalam Pasal 2 KHI yang merumuskan bahwa: "Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mistaaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah".
Pencatatan perkawinan diatur dalam Pasal 5 KHI, dengan tujuan:
Agar terjamin perkawinan bagi Masyarakat islam maka setiap perkawinan harus dicatat
Pencatatan perkawinan tersebut pada Ayat (1), dilakukan olah pegawai pencatatan nikah sebgaimana yang diatur dalam undang0undang Nomoe 22 Tahun 1946 jo undang-undang nomor 32 Tahun 1954
Akibat Hukum dari Dicatat/Tidaknya Perkawinan
Jika ditinjau dari aspek politis dan sosiologis, tidak mencatatkan suatu perkawinan akan menimbulkan dampak yaitu:
Masyarakat muslim diindonesia akan dipandang tidak peduli dengan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam bidang hukum.
Akan mudah dijumpai perkawinan siri, yang hanya peduli pada unsur agama daripada unsur pencatatan perkawinan
Apabila terjadi ingkar janji, maka putusnya perkawinan akan terbuka dengan bebas sesuka hati suami/istri, tanpa adanya akibat hukum apapun, yang akan berdampak kepada wanita dan anak-anaknya
Indonesia telah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan tentang pencatatan perkawinan bagi orang islam, yaitu:
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan bagi orang islam
Peraturan pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan
Peraturan mentri agama republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2007 tentang pencatatan nikah
Keputusan bersama Dirjen Bimbingan Masyarakat islam dan urusan haji Dirjen Protokoler dan Konsuler Nomor 208/07 Tahun 1999, Nomor: D/447/Tahun 1999 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Perkawinan Warga Negara Indonesia di Luar Negeri


Conclusion
Perkawinan dalam literatur fiqh islam merupakan akad suci yang kuat dan teguh antara seorang laki-laki dan seorang Perempuan untuk hidup Bersama secara sah, membentuk keluarga yang Bahagia, harmonis, dan kekal. Hukum islam mengatur bahwa perkawinan dilakukan berdasarkan kesepakatan Bersama atau kesepakatan sah yang disaksikan oleh dua orang laki-laki.
Pengertian hukum perkawinan menurut hukum islam sejalan dengan pengertian perkawinan dalam undang-undang perkawinan di Indonesia. Kedua perngertian tersebut menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan jasmani dan Rohani antara seorang laki-laki dan seorang Perempuan untuk membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal, berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Hukum perkawinan islam di Indonesia diatur oleh Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang menyatakan bahwa perkawinan sah apabila dilakukanmenurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Namun demikian, pengaturan perkawinan islam diatur oleh hukum islam dan agama lain diatur oleh hukum perkawinan dalam agamanya.
Pencatatan perkawinan di Indonesia penting untuk menjamin perkawinan bagi Masyarakat islam, mencegah terjadinya perkawinan siri, serta memberikan perlindungan hukum bagi suami, istri, dan anak-anaknya. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan untuk memastikan keabsahan dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat dalam perkawinan.


Bibliography
Jamaluddin dan Nanda Amalia, 2016, Buku Ajar HUKUM PERKAWINAN, Unimal Press, Kampus Bukit Indah Lhokseumawe.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun