semenjak ia mengucapkannya. Kata demi kata itu keluar dari bibirnya yang menghitam karena sudah berjuta-juta batang rokok menthol dihisapnya.
Kedua bibirnya sedikit meliuk serta tatapan matanya yang begitu menggoda saat ia melihat tubuhku bermandikan keringat. Tampak kepuasan yang tak terhingga
tercermin dari sorot cahaya
yang terpancar dari wajah Portugis nya.
Keringat tidak hanya menetes di wajahku tetapi dari seluruh penjuru.... Di punggung, ketiak, dada.. Bahkan di sela-sela kedua pahaku..
Begitu kuat aku merasakan tetesan keringat yang dihasilkan oleh tubuh, lari berkejar-kejaran seakan-akan hanya hari ini tersisa waktu hidupnya.
Tangannya yang bermandikan peluh disela-sela bulu halusnya terus merengkuh lenganku yang sudah basah karena sesaknya himpitan manusia-manusia dalam gerbong hitam bermesin ratusan tenaga kuda diatas rel melintasi jalanan kota Jakarta yang sarat akan kemacetan.
Ribuan kendaraan ber-roda dua tampak seperti laron mengerubungi jalanan, sementara mobil yang tak kalah ramainya memenuhi jalanan aspal yang makin terasa panas dan berdebu. Berjuta-juta partikel polusi yang dihasilkan kendaraan seakan membuat udara di kota Jakarta makin pengap, tak ada udara bersih yang mampu kuhirup untuk memenuhi rongga-rongga dadaku.
Tubuhku terus bergoyang mengikuti irama kereta api jurusan Kota - Serpong. Saat menapaki rel yang makin reyot menahan hentakan, juga beratnya ribuan ton besi yang sarat penumpang, baik pedagang, pegawai kantoran, pengangguran bahkan mbok-mbok jamu yang tumplek dalam sepur yang tampak kumuh, padahal sepur ini notabene hibah dari negeri Sakura kepada pemerintah Indonesia belum lama ini.
Kereta api masih merupakan sarana transportasi alternatif bagi para pekerja.
Aneka aroma pun tercium dari berbagai sudut, antara peluh biasa maupun peluh yang sudah ter-imbas oleh polusi maupun kotoran tubuh yang melekat di
badan para pedagang keliling yang saat itu berusaha keras menggapai tangga untuk menaiki kereta ekpres jurusan Kota - Serpong. Seorang bapak dengan masker di mukanya, menutupi sebagian hidungnya merengsek masuk kedalam gerbong dengan sedikit gumaman saat terdengar beberapa penumpang teriak bahwa kereta ini sudah terlalu penuh menampung orang.
" Halah.... kata siapa begini penuh?" Desaknya sambil mencoba dengan keras dan acuh tak acuh saat pundaknya beradu dengan penumpang lain. " Tuh liat sendiri, badanku masih bisa masuk, jadi jangan asal berkoar aja kalau tempatnya sudah penuh! Wong sama-sama bayar aja untuk angkutan ini kok ya mau sok-sok mewah" ujarnya geram dengan bau mulut naga-nya.
"Hhhsssh" desahku pelan. Ternyata tanpa ku sadari, dengusan juga letupan angin dari hidungku menyapu wajah hitam manis perempuan yang masih erat dan terus mencengkram tanganku. Lagi dan lagi ia berujar dengan sumringah "welcome to the jungle mbak", wuidih antara bikin nafsu pengen ngejitak wajah jailnya sementara kedua kakiku pun rasanya tak mampu menopang tubuh yang semakin lama semakin berat, dengan sepatu
berhak lancip 5cm makin membuat kedua kakiku bergetar kelelahan.
Melly nama gadis muda berwajah Portugis, selalu menggoda dengan kalimat-kalimat nakalnya terutama saat melihatku tampak kusut diantara padatnya penumpang KRL Kota-Serpong. Mungkin ia bahagia melihat ku bersimbah keringat di segala penjuru serta eratnya kedua tanganku menggengam lengannya saat kereta bergerak n berdenyit... Ia merasa menang karena ia selalu tampak ceria dan tak tampak lusuh baik wajah maupun pakaian yang ia kenakan walau tiap hari ia menggunakan transportasi KRL untuk berangkat kerja di kantornya di bilangan Kuningan.
Sementara aku yang baru sekali menempuh perjalanan dengan KRL ke Serpong saja sudah membuat tampangku porak poranda seperti terkena badai puting beliung.... Hiks rasanya cukup sekali aku merasakan KRL panas ini, walau katanya gerbong ini menggunakan air conditioner, tak terasa sedikitpun dinginnya angin AC, malah lebih terasa pengap dan sesak.
Salut aku dengannya.... Akhirnya terucap juga rasa syukur yang keluar dari rongga mulutku.. " Untung rumahku berdekatan dengan kantor.. Aku tidak perlu berdesak-desakan berdiri empat puluh (40) menit, bermandikan keringat untuk mencapai tujuanku".
Cukup dengan 5-10 menit menggunakan ojek yang kadang supirnya bau pun, aku bisa dengan cepat tiba di kantor tanpa perlu banjir peluh seperti yang dilakukan Melly tiap harinya.