Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kesenian Indonesia Diklaim, Salah Siapa?

28 Juni 2012   06:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:27 298 1

“Nanti giliran wayang diakui Malaysia, orang2 Indon yg gak pernah nonton wayang jg akan ribut? Hadeee capek dweeeeeh”

Kalimat di atas merupakan salah satu tweet @sudjiwotedjo pada tanggal 19 Juni lalu. Bagi orang seperti saya yang (jujur saja) nyaris tidak pernah berusaha melestarikan kesenian tradisional Indonesia kalau tidak dipaksa, tweet itu membuat saya malu. Ya, tidak pernah berusaha melestarikan, tapi tiba-tiba marah kalau kesenian negeri sendiri ‘dicolong’ negara lain.

Meski begitu, saya masih menemukan segelintir orang yang masih senang hati melestarikan kesenian tradisionalnya sendiri. Saya tidak akan membicarakan wayang, melainkan kesenian tradisional asal Ponorogo.

Saya tidak perlu jauh-jauh ke Ponorogo untuk dapat menyaksikan Reog Ponorogo atau pun Tari Jaranan. Kenapa? Well, tak lain dan tak bukan adalah karena seorang tetangga saya ada yang berasal dari Ponorogo. Meski sudah puluhan tahun tinggal di Surabaya, namun tetangga saya yang kerap dipanggil Sukran tersebut tidak pernah melupakan kesenian dan adat daerah asalnya.

Buktinya?

Beberapa bulan yang lalu anak tetangga saya itu menikah. Dan wow, perayaannya menurut saya lebih menarik ketimbang resepsi pernikahan para artis di gedung mewah dan menghabiskan biaya entah berapa rupiah. Kenapa? Mungkin karena tetangga saya mengundang penari Reog, Jaranan, serta tak lupa Karawitan lengkap. Ya, pertunjukan tradisional kan memang sudah semakin tergerus budaya asing, jadi keberadaan orang-orang seni tersebut tak pelak mengundang rasa penasaran. Apalagi mereka menampilkan pertunjukan dengan sepenuh hati, tidak asal tampil saja.

Tetangga saya memang sudah berumur sekitar setengah abad, mungkin tak heran jika ia masih melestarikan kesenian dan adat-istiadat daerah asalnya. Namun bukan berarti yang muda tidak peduli. Buktinya, para penari Jaranan dan beberapa pemain Karawitan tampak masih belia (kalau penari Reog sudah bapak-bapak).

Pembicaraan ‘pencurian’ kesenian tradisional oleh negara tetangga memang tak pernah ada habisnya. Daripada sekedar membicarakan kejelekan ‘tetangga’, sebaiknya kita juga bercermin terlebih dulu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun