Kemaraumu terlalu membuatku terluka. Kamu hanya bisa membuatku kekeringan tanpa adanya air. Coba kamu merasakan, bahwa aku juga butuh hujan, teduh, dan pelangi. Bahwa aku juga butuh mendung untuk menentramkan perasaanku.
Entah, seharusnya sudah berapa musim yang harus aku lewati bersamamu. Tapi, aku tidak mendapatkan semua musim itu. Aku hanya mendapat panas, kemarau, dan terik. Kamu egois, kamu tidak ingin melihatku tersenyum manis berlari-lari karena gerimis. Kamu tidak ingin besertaku, menyelamatiku berteduh walau hanya dengan tumpukan tanganmu. Kamu tidak ingin melihat wajah kekagumanku karena terlalu memperhatikan pelangi setelah hujan turun, dan kamu disampingku.
Sesederhana itu keinginanku, bersamamu dalam segala musim. Bersamamu dalam kemarau, panas, hujan dan apapun itu. Kamu yang berada tepat disampingku, memegang jemariku, dan menyulap segala imajinasiku menjadi nyata karena adanya dirimu.
Aku sudah bosan dengan kemaraumu. Maukah kamu melihatku tersenyum menatap hadirnya pelangi dengan kamu disampingku? Maukah kamu menghujani kita dalam satu langit dan kamu mengajakku berlari karena hujan yang semakin menjadi? Atau, maukah kamu menjadi masa depanku melihat semua musim berganti?
Cukup-cukup, terimakasih telah memberiku kemarau walau aku kehausan. Terimakasih telah besertaku walau hanya dengan satu musim. Kamu masih menjadi segalanya. Masih menjadi pelangi setelah hujan dipelupuk mataku....