Mohon tunggu...
KOMENTAR
Book Pilihan

Isinya Bung, Bukan Bungkusannya.

7 Agustus 2024   09:18 Diperbarui: 7 Agustus 2024   09:23 67 3
Orang sering kali terjebak dengan bungkusan,dan sangat terpaku dengan bungkusan, yang kalau sekarang dengan bahasa pencitraan. Karena terpaku dengan Cover, kalau untuk buku, bukan baca isinya maka sering kali kecele. Itu sama dengan judul sebuah artikel atau tulisan, ketika melihat atau membaca judul tulisan langsung mengambil kesimpulan, padahal belum membaca seluruh isi tulisan tersebut, sehingga gagal paham.

Makanya sekarang kalau lihat atau nonton Youtube misalnya ada catatan tertulis " Tonton seluruhnya, agar tidak gagal paham atau salah paham" Dan repotnya sekarang ini, serba ingin cepat-cepat, sehingga baru ambil cuplikannya saja sudah ambil kesimpulan.

Nah dari situlah tulisan ini dibuat. Tulisan saya yang ke 1302. Saya dibikin kaget sendiri, tahu- tahu tulisan saya sudah lebih dari 1300 artikel di kompasiana ini, kalau ditambah yang di www.eramuslim.com ya segitu deh. Ini yang disebut pepatah " Sedikit-demi sedikit lalu menjadi bukit" Atau pakai bahasa orang bijak" Jalanmu yang ribuan panjang, dimulai dari yang selangkah".

Makanya jangan heran, para Auliya dulu dengan tulisan tangan, bekum ada mesin ketik, apa lagi laptop, belum ada! Iya nyaris dengan tangan to, dan jika pakai tinta, itu masih pakai alat tulisnya bulu Ayam atau Angsa, yang kalau nulis kata atau kalimat, dicelup, diangkat dan ditulis di lembaran kertas kasar, makanya bukunya jadi tebal- tabal dan berat, bukan seperti kertas HVS sekarang. Anda bayangkan betapa repotnya, tapi karena keikhlasan untuk membuat buku atau kitab, subhanallah, mereka, para Auliya menghasilkan kitab berjilid- jilid.

Ambil contoh, kitab Ihya Ulumudin, yang fenomenal, karya Imam Al Ghazali, 9 jilid. Lihat juga kitab tafsir munir yg yg bahasa Arabnya ,6 jilid, dan bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sampai 15 Jilid! Dan hebatnya dengan kemajuan teknologi sekarang, hanya dalam satu aplikasi saja, luar biasa. Satu lagi tafsir Ibnu Katsir, 10 Jilid, yang ketebalan rata- rata sekitar kurang lebih 700 coba hitung berapa halaman yang mereka tulis, dan sekali lagi itu tulisan tangan! Subhanallah, gimana nulisnya? Kapan nulisnya? Saya yang nulis pakai laptop saja, istilahnya ngos-ngosan dan ga ada apa-apanya, hanya seujung kuku dari karya mereka. Jangan lupa itu satu tema tafsir Al Quran yg lebih memerlukan kerja keras, tidak asal tulis, tidak sembarangan.

Dan jika diambil contoh ulama sekarang, tafsir Al Azhar karya almarhum Buya Hamka saja 9 jilid! Dan karya Ulama yang masih hidup dan satu- satunya dari Asia adalah karya Qurais Shihab, Bapaknya Najwa Shihab, host acara " Mata Najwa", apa itu karya Bapaknya? " Tafsir Mishbah" yang luar biasa, tak tanggung- tanggung 15 jilid!
Saya lihat langsung tafsir Mishbah tersebut di Perpustakaan Nasional, Jln Kebun Sirih, Jakpus.

Coba bayangkan 15 jilid...Kita yang awam, nulis baru satu artikel saja, dengan minimal 1000 kata sdh memerlukan waktu, tenaga, pemikiran yang tidak sedikit, dan itu tema bebas dan bila artikel atau tulisan diberikan tema tertentu, akan lebih banyak referensi yang dibutuhkan. Jadi siapa bilang nulis buku itu gampang atau mudah?

Itu baru ditulis, belum lagi bila bicara tentang dicetak dan diterbitkan, lain lagi urusannya. Jadi lika liku menulis buku atau kitab tak sederhana. Apa lagi jaman dulu, yang saya ulangi. Ditulis tangan, tapi hasilnya luar biasa, melenggenda, mengabadi dan sudah pantas tintanya para ulama itu menjadi amal jariah yang tidak putus- putusnya. Sudah ratusan tahuan atau berabad-abad karya mereka dibaca, yang kalau di pesantren dikenal dengan kitab kuning, seperti kitab Khosoisul Ummah Al Muhammadiyah, Nasyihul Ibad, Fathul Qorib, Bidayatul Hidayah, Kimiya As Sa'adah, Ayyuhal Walad, Ar Risalah Al Wa'dziyah, Mi'raj Salikin, Miskat Al Anwar, Minhaj Al Arifin, Al Adab fi Addin, Risalah At Thair  dan lain sebagainya.

Kita kembali ke judul di atas" Isinya Bung, bukan Bungkusannya." Jadi jangan terpesona dengan penampilan luar, yang kalau pakai bahasa AA Gym," Itu hanya topeng!" Dan jangan mengambil kesimpulan sebuah artikel atau tulisan hanya dengan membaca judulnya saja. Baca tuntas baru ambil kesimpulan. Karena di era digitalisasi yang serba cepat, di mana tulisan menyebar begitu cepat dan dalam jumlah tak terbatas, para penulis juga harus kreatif, itupun karena jumlahnya begitu banyak, bisa saja sebuah tulisan tidak ada pembacanya, kok bisa? Yaitu tadi, karena di era digital sekarang, siapa saja bisa nulis, asal mau berbagi. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun