Pilpres telah berakhir, hiruk pikuk selama pilpres sudah reda, rakyat kembali jadi rakyat biasa, tak ada lagi partai-partai yang mengiming-iming rakyat untuk memilih "jagoannya" masing-masing. Sekian juta rakyat sebagai pemilih hanya tinggal angka-angka di statitiknya KPU, berbagai lembaga resmi atau di lembaga-lembaga survey. Rakyat seperti biasa, hanya "laku" disaat kampanye, selesai kampanye, selesai juga mendekati rakyat, kecuali tokoh-tokoh yang memang benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat.
Pilpres sudah selesai, pemenang sudah di tangan Jokowi-JK, sekarang yang ramai adalah calon-calon menterinya Jokowi-JK. Berbagai berita telah dibuat yang tentu saja simpang siur, tergantung medianya pro kemana dan berbagai kepentingan di dalamnya. Orang-orang yang, katanya, sukarela atau menjadi sukarelawan Jokowi-JK saat Pilpres, mungkin saja sudah mulai "kasak-kusuk" minta jatah kursinya menteri, bahkan yang unik ada pihak yang menamakan keranton nusantara, terang-terangan minta "kursi" menteri kepada Jokowi-JK, bahkan langsung minta kursi menteri pariwisata, itu yang terbaca di berita.
Baiklah kita tingalkan para "pencari kursi menteri" di era Jokowi-JK mendatang, hanya tinggal hitungan, kurang dari dua bulan. Biarlah mereka, mungkin mereka yang mencari kursi, mau berbakti pada bangsa dan negara, kita ambil yang postifnya saja, yang negatifnya kita buang jauh-jauh. Lagi pula apa perlunya kita pusing memikirkan para pencari kursi menteri? Mengapa? Ya karena kursi menteri kan hak prerogratifnya Presiden, dan di tahun 2014-2019 mendatang adalah di tangannya Jokowi, dan itu haknya Jokowi sebagai Presiden terpilih. Usul, boleh-boleh saja, tapi keputusan tetap di tangan Presiden terpilih Jokowi.
Tapi ada yang menarik, dari sekian banyak calon menteri yang diusulkan dari berbagai media yang terbaca, salah satunya adalah diusulkannya pembawa acara " Mata Najwa", siapa lagi kalau bukan Najwa Shibab dijadikan camen( calon menteri).Mata Najwa sebuah acara yang menarik untuk diikuti, walau Saya menontonnya lewat Youtube, karena memang waktu tayangnyanya tidak pas, karena beda waktu dan di saat itu Saya masih di kantor, selain itu di Youtube sudah bebas iklan, ada iklanpun mudah dicut.
Acara Mata Najwa yang menarik untuk diikuti, apalagi yang suka pada politik terkini, karena yang dijadikan narasumber oleh Najwa Shibah adalah orang-orang "pertama" dan "utama" yang memang perlu diketahui apa dan mengapanya. Yang menjadi narasumber dari mantan Presiden Habibie, Megawati sampai kepada sukarelawannya Jokowi pada Pilpres yang lalu. Namun yang membuat Saya penasaran tokoh sekaliber Prabowo, capres nomor 1 pada Pilpres yang lalu, belum juga diwawancarai atau dijadikan narasumber oleh Najwa Shihab di "Mata Najwa", hal tersebut pernah Saya tulis juga di ruang ini.
Begitu juga dengan Presiden SBY, setahu Saya belum diwawancarai atau dijadikan narasumber oleh Mata Najwa, tanya mengapa? Bukankah wajar seorang Presiden di wawancarai di TV? Wah kalau bisa dijadikan narasumber, asik tuh! Konon SBY pernah rencananya mau dijadikan nara sumber di acara Kick Andy, tapi akhirnya gagal, dengan berbagai alasan. Repot memang, kalau protokoler sudah bicara, mesti ini dan itu, harus begini dan begitu, akhirnya "pakaian bini(istri) ga ada yang utuh" begitu kalau menurut lagunya Benyamin S. Loh ga nyambung ya?
Oke, kita balik ke Najwa Shihab yang dicalonkan salah satu web, menjadi salah satu menterinya Jokowi, ini yang menarik, alasannya tentu saja kecerdasan Najwa Shihab, ketika mewawancari seorang narasumber atau berbagai narasumber. Dengan kepereayaan diri yang kuat, ketegasan dan keberaniannya "membuka" sisi-sisi yang diwawancari atau dijadikan narasumber, acara Mata Najwa menjadi menarik. dan tentu saja kecantikan alamiah yang dimiliki "blasteran' Arab-Indonesia" ini menjadi semakin menarik untuk diikuti.
Namun terlepas dari "kepiyawaiannya" membawa acara " Mata Najwa" tentu akan menjadi kekurangan, kalau Najwa Shihab menjadi menterinya Jokowi. Untuk itu Saya keberatan Najwa Shibab menjadi menteri, mungkin juga Anda, mengapa? Mari kita lihat berbagai alasannya:
Pertama, kalau Najwa Shihab menjadi menterinya Jokowi, entah menjadi menteri Informasi, parawisata, peranan wanita atau apapun yang cocok disandang olehnya, maka acara Mata Najwa akan hilang, dan itu tidak bisa diganti oleh orang lain. Mengapa? Ya karena kalau acara "Mata Najwa" diisi oleh pembawa acara yang namanya bukan Najwa Shihab, ini jelas tidak cocok. Apa lagi kalau diganti oleh Komeng, misalnya dengan" Mata Komeng", wah itu sih asik untuk ngakak saja.
Acara Mata Najwa boleh dibilang identik dengan Najwa Shihab! Jadi kalau Najwa Shihab menjadi menteri misalnya, pasti repot untuk membagi waktu dan rasanya juga kurang elok, mengapa? Loh kalau nantinya, Najwa Shihab ketika jadi menteri kemudian dijadikan nara sumber dalam acara Mata Najwa, maka harus ada Najwa kembar! Najwa mewawancarai Najwa Shihab pada acara Mata Najwa, bingungkan?
Kedua, Najwa Shihab menguasai bidangnya dijalur ini, bukan di birokrasi. Ini mungkin hampir sama ketika Rhoma Irama diwacanakan menjadi capres 2014 lalu, walaupun begitu gigih Rhoma Irama memperetahankan wacana tersebut, akhirnya gagal total juga, bahkan oleh partai yang menggembar-gemborkannya, PKB! Setelah Pileg selesai, suara PKB meningkat, Rhoma Irama hanya "gigit jari", wacana itu hilang lenyap di telan bumi, Rhoma Irama untuk Pilpres tidak dicalonkan oleh PKB, dan akhirnya Rhoma Irama balik langkah, nyebrang ke partainya "tetangga" sebelah.
Begitu juga dengan Najwa Shihab, mungkin hebat dibidangnya, belum tentu dibidang lain. Jadi biarkan Najwa Shihab tetap di acara " Mata Najwa" sampai bertahun-tahun mendatang. Seperti Larry King di CNN! Jangan jadikan Najwa Shihab ke luar dari "habitatnya". Biarkan acara " Mata Najwa" menjadi pendidikan politik bagi masyarakat, biarkan Najwa Shihab tetap pada posisinya sekarang ini, jangan diiming-iming dengan politik birokrasi yang rumit. Mata Najwa akan tetap berkibar tanpa perlu menjadi menteri, serahkan kedudukan menteri bagi para ahlinya, yang menguasai bidangnya, profesional.
Ketiga, Najwa Shihab terlalu cantik untuk menjadi menteri, ini membuat repot para bawahannya nanti, jangan-jangan nanti bawahannya ketika mendapat perintah dari Najwa Shibah, lupa perintah menterinya, tapi ingat terus wajah menterinya, nah kan repot! Repotnya lagi kalau nanti rapat kabinet, rapat bisa berlama-lama, karena ada "bidadari" di dalamnya, bisa-bisa Jokowi batal blusukan.
Ada banyak faktor lainnya, tapi tiga itu sudah cukup mewakili yang lainnya, Andapun bisa menambahkannya, bahkan boleh jadi menguranginya, tergantung pada pikiran masing-masing. Namun yang jelas acara "Mata Najwa" kalau pakai bahasanya Junker" Menjadi Mata Indonesia yang Indah" tanpa ada acara Mata Najwa Indonesia akan kehilangan salah satu keindahannya.